Lucunya "Tukang Palak di Pemberantasan Palak"

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 3 Maret 2024 03:10 WIB
Ilustrasi - Pungutan liar (Pungli) di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK RI (Foto: Dok MI)
Ilustrasi - Pungutan liar (Pungli) di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK RI (Foto: Dok MI)

SEBANYAK 78 orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi sanksi berat untuk memberikan permohonan maaf secara terbuka atas keterlibatan mereka dalam skandal pungutan liar di rumah tahanan negara (Rutan) KPK. Pelanggaran etik pungli itu melibatkan kepala rutan, eks kepala rutan, staf, hingga pengawal tahanan.

Ada 12 orang pegawai KPK juga diserahkan perkaranya untuk ditindaklanjuti oleh pimpinan KPK (Sekretaris Jenderal KPK) entah apa sanksi administrasinya?

Dugaan "palak" di internal pemberantasan "palak" itu mencuat setelah 15 pegawai KPK diduga terlibat pungli dengan nilai mencapai Rp4 miliar. Setelah terkuaknya kasus itu, KPK melakukan evaluasi sistem tata kelola di rutan dan sudah bersurat dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk asistensi pengelolaan rutan. 

Setelah melakukan rangkaian pemeriksaan etik, Dewas KPK menyebut jumlah uang pungli di Rutan KPK mencapai lebih dari Rp6 miliar lebih dalam rentang waktu 2018-2023.

Sempat dikatakan KPK "tidak pernah ada toleransi terhadap pelaku-pelaku kriminal tindak pidana korupsi, khususnya yang terjadi di KPK ini/zero tolerance".

Setelah dilakukan sidang etik oleh Dewas KPK, 78 itu dinyatakan bersalah melakukan pungli menyampaikan permintaan maaf terbuka secara langsung. Ini lucu namun bikin kecewa publik jika dibandingkan dengan mereka yang tersangkut rasuah, dipermalukan hingga dipenjarakan. 

Belum lagi mereka yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terpaksa "ditendang" dari lembaga antirasuah itu. Publik hingga pakar hukum menilai ada ketidakadilan.

Lebih menggelikannya lagi, visual rekaman permohonan ampun tersebut cukup disaksikan di media internal lembaga antirasuah tersebut. Tidak disiarkan di televisi swasta sebagai prime time atau disebarluaskan di kanal media sosial yang bisa diketahui publik secara luas. 

Bagi para pengamat hukum, hukuman Dewas KPK sangatlah ringan walaupun itu aturan Perdewas KPK Nomor 3 Tahun 2021. Orang diluar KPK saja dikenakan UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sanksi hukumnya saja berat minimal diatas 1 tahun penjara dan pemecatan. 

Belum lagi dikenakan KUHP (UU Nomor 73 Tahun 1958 juncto UU Nomor 1 Tahun 1946 bukan UU Nomor 1 Tahun 2023 karena baru berlaku 1 Januari 2026). 

Dulu KPK berani memecat tahun 2021 memecat 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sedangkan apakah nilai tunduk pada pimpinan dan fanatisme pancasilais lebih berharga dan bernilai lebih tinggi dari kejujuran dan berani, nyaman hidup sederhana sesuai penghasilan dan halal?

Sedangkan bekas Ketua KPK Firli Bahuri sendiri diduga menerima gratifikasi dalam proses penyidikan tersangka mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahril Yasin Limpo (SYL). Ditambah lagi dengan ulah mantan pegawai KPK yang bernama Novel Aslen Rumahorbo yang bisa memanipulasi uang perjalanan dinas sepanjang 2021 hingga 2022 sebesar Rp 550 juta. 

Walaupun Novel Aslen telah dipecat dari KPK karena dianggap melanggar Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Kasus ini telah naik penyidikan.

Alangkah lucunya negeri ini melihat aksi "tukang palak" di instansi "pemberantasan palak". "Seharusnya KPK ganti nama jangan pakai komisi jadi kesannya “fee atau jatah atau upeti atau sumbangan wajib atau setoran atau bagi hasil keuntungan atau uang jasa," kata kriminolog Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Minggu (3/3).

https://sp-ao.shortpixel.ai/client/to_webp,q_glossy,ret_img,w_720,h_469/https://www.triberita.com/wp-content/uploads/2023/03/Dr.-Kurnia-Zakaria-S.H.-M.H..jpg
Kurnia Zakaria saat berbincang dengan jurnalis Montorindonesia.com (Foto: Dok MI)

Selama ini, makin banyak masalah utama dalam kejahatan adalah pemidanaan, bukan perilaku kriminal. "Mengapa suatu pola perilaku tertentu dinyatakan kriminal, sedangkan pola lain yang sama tidak?"

Pada level lain, mengapa individu tertentu melakukan kejahatan diidentifikasi dan ditangani sebagai penjahat, sedangkan pada individu lain yang mempunyai kaitan relasi kuasa dan solidaritas korps melakukan kejahatan yang sama tidak dipandang sama juga. "Ini makin lucu," tambahnya.

Berbeda dengan ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, justru menilai pegawai "palak" itu meminta maaf, hanya "tobat sambel saja".

"Itu tobat sambel, ada kesempatan pasti berbuat lagi," katanya saat dihubungi Monitorindonesia.com, Jum'at (1/3).

Ini hukuman yang tidak adil, tambah dia, karena pungli sesungguhnya nerupakan tindak pidana atau kejahatan. Apalagi oknum KPK itu merupakan orang yang mengurusi lembaga pemberantasan korupsi. "Jadi tidak pantas oknum-oknum koruptor ini masih bercokok di KPK. Seharusnya  mereka dipecat," tegasnya.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/f7154996-65ac-4ef0-ac3e-c265ebaf514a.jpg
Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI)

“Pecat dan dipidanakan, jika tidak, pasti akan menjatuhkan marwah dan kewibawaan KPK. Jika tidak, pasti mereka akan berbuat lagi jika ada kesempatan. Ini tidak hanya menjatuhkan wibawa KPK tapi juga wibawa seluruh penegak hukum,” tambahnya.

Alasan "Memalak"

Berdasarkan pengakuan pelaku yang dibacakan Dewas KPK dalam sidang pada Kamis (15/2) dan Jumat (16/2) lalu.

1. Dharma Ciptaningtyas

Dia adalah pegawai tidak tetap (PKWT) sejak 2018, mengaku menerima gaji yang tak layak selama bertugas di Rutan lembaga antirasuah itu. Selama 5 tahun bekerja hingga kemudian menjadi ASN, gajinya hanya mengalami kenaikan sebesar Rp100 ribu. Hal itu pun terjadi saat perpanjangan PKWT pada 2018.


"Bahwa Terperiksa Dharma Ciptaningtyas bekerja di KPK diterima sebagai Pegawai Tidak Tetap sejak 2018 sampai dengan sekarang menjadi ASN, namun gaji Terperiksa Dharma Ciptaningyas dari 2018 sampai dengan Oktober 2023 hanya naik sebesar Rp 100 ribu, naiknya pun di 2018 saat perpanjangan PKWT".

"Menjadi pertanyaan Terperiksa Dharma Ciptaningtyas, lembaga sebesar KPK memandang petugas rutan seperti apa, padahal petugas rutan bekerja di rumah tahanan dengan risiko tinggi. Bahwa jika kelakuan para Terperiksa sekarang ini membuat malu KPK, maka sebaiknya tidak ada rumah tahanan KPK".

2. Martua Pandapotan Purba

Martua mengaku pekerjaan yang dilakukannya tak sebanding dengan gajinya yang tak kunjung naik.

"Bahwa Terperiksa XVII Martua Pandapotan Purba di KPK sudah sejak 2012, sebenarnya hati Terperiksa XVII Martua Pandapotan Purba ini sedih sekali karena dari dulu sudah kerja jujur, beban makin naik, tapi gaji tidak naik. Kemudian ditugaskan di rumah tahanan sejak 2021 mendapatkan "godaan" atas kejujuran dari gaji. Utang juga makin membeludak. Dulu tugas Terperiksa XVII Marta Pandapotan Purba menerima tamu, tidak pernah menerima uang karena menjaga integritas".

3. Restu Maulana Malik

Restu Maulana Malik mengaku, beban kerja yang berat yang sebelumnya disampaikan KPK justru tidak sesuai dengan gaji yang diterimanya.

https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2024/02/15/IMG-20240215-WA0014.jpg.webp
Dewas KPK menggelar sidang kode etik terhadap 12 pegawai KPK terkait pungli Rutan KPK, di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/2/2024).

"Bahwa sesuai dengan pemberitaan di media massa, KPK telah melakukan konsultasi terkait dengan beban kerja di rumah tahanan KPK yang mempunyai pressure yang tinggi karena dipaksa bergaul sehari-hari dengan tahanan, lebih sering bertemu tahanan daripada dengan keluarga, sehingga Terperiksa XIV Restu Maulana Malik ada kedekatan dengan tahanan".

"Dengan beban kerja tersebut, Terperiksa XIV Restu Maulana Malik merasa apa yang didapat oleh Terperiksa XIV Restu Maulana Malik tidak sesuai, apalagi dengan adanya kelas jabatan sekarang untuk kelas jabatan penjaga rutan KPK hanya di kelas jabatan 5, Terperiksa XIV Restu Maulana Malik merasa itu kurang layak atau kurang tepat".

4. Asep Saipudin

Dia merupakan petugas yang sejak awal masuk melalui jalur pegawai tidak tetap (PTT) yang setiap tahunnya ada perpanjangan. Namun, saat ditawarkan uang bulanan, Asep mengaku sempat mendapat tekanan dari atasannya. 

"Bahwa Terperiksa II Asep Saipudin awal masuk di KPK melalui jalur PTT yang setiap tahun ada perpanjangan. Awal mula saat ditawarkan uang bulanan, Terperiksa II Asep Saipudin pernah mendapatkan pernyataan dari Saudara Hengki yang mengatakan, 'Kamu mau diperpanjang tidak kontraknya? Kalau mau diperpanjang, ikut saja".

"Sehingga, Terperiksa II Asep Saipudin merasa sebagai bawahan ikut saja, yang penting kontrak sebagai PTT bisa diperpanjang".

5. Nazar 

Dirinya sejak awal bekerja selalu berkomitmen menjaga integritas. Beberapa kali, ia melakukan razia di dalam Rutan KPK dan menemukan sejumlah barang-barang yang dilarang. Namun, meski disingkirkan usai razia, barang tersebut tetap kembali ditemukannya ada di dalam rutan.

"Bahwa Terperiksa XI Nazar, awal bertugas di rutan KPK memiliki komitmen untuk bersih dan berkomitmen tidak mau menerima pungli. Saat itu, Terperiksa XI Nazar melakukan penyitaan-penyitaan barang, namun pada akhirnya barang-barang tersebut kembali lagi ke dalam rutan dan tidak tahu masuk dari mana".

Pada akhirnya, ia pasrah dengan keadaan tersebut. Bahkan kemudian ikut dalam praktik tersebut. Diketahui bahwa salah satu modus pungli itu adalah menyelundupkan handphone.

"Terperiksa XI Nazar merasa secara tidak langsung, sudah melakukan pekerjaan dengan benar tapi hasilnya seperti sia-sia, sehingga Terperiksa XI Nazar akhirnya mengikuti arus."

"Bahwa Terperiksa XI Nazar tidak menggunakan hak untuk mendatangkan pembela hukum dan saksi yang meringankan karena Terperiksa XI Nazar berharap hal ini menjadi pertimbangan bagi Majelis atas sikap Terperiksa XI Nazar yang kooperatif dan memberikan yang terbaik bagi Terperiksa XI Nazar ke depannya".

5. Kinsun Kase

 Dia mengaku bahwa jika sejak awal Rutan KPK sudah bersih, maka para petugas yang menjadi terperiksa tak akan seperti sekarang.

"Bahwa petugas Rutan KPK yang ditugaskan awalnya adalah orang-orang yang berintegritas tetapi masuk di tempat yang salah. Menurut Terperiksa XIX Kinsun Kase, jika Rutan KPK sejak awal sudah bersih maka para Terperiksa tidak akan seperti ini".

"Oleh sebab itu, Terperiksa XIX Kinsun Kase mohon pertimbangan Majelis agar kalau bisa masalah ini dipertangungjawabkan, [bahwa] kami ini dipaksa, dituntut, dan diintimidasi apa kemauan 'mereka".

6. Rahmat Kurniawan

Dia merasa kapasitasnya tak sebanding dengan power yang dimiliki oleh para tahanan koruptor yang mempunyai materi dan pendidikan yang tinggi.

"Bahwa Terperiksa XVI Rahmat Kurniawan masuk KPK setelah melewati beberapa tahapan proses yang rumit, setelah diterma Terperiksa XVI Rahmat Kuriawan diberikan induksi dan di-plotting ke unit kerja kami masing-masing, saat itu Terperiksa XVI Rahmat Kurniawan membawa semua mata pelajaran induksi".

"Dengan yang terjadi saat ini, bukan kemauan Terperiksa XVI Rahmat Kurniawan karena basic kami sebelumnya hanya sebagai security yang pendidikannya paling tinggi SMA, dan berhadapan dengan tahanan yang memiliki power, materi, dan pendidikan yang tinggi serta mengetahui psikologis Terperiksa XVI Rahmat Kumiawan pada saat bertugas di rutan KPK".

Modus

Cara yang digunakan yaitu keluarga koruptor menyerahkan uang di taman atau hotel. Anggota Dewas KPK Harjono mengungkapkan, uang pungli terlebih dulu dikumpulkan oleh tahanan kasus korupsi yang dituakan atau dipanggil dengan sebutan “korting” setiap bulannya, dengan jumlah Rp6 juta sampai Rp 70 juta.

Setelah terkumpul, Korting kemudian menyerahkan uang hasil pungli tersebut kepada orang kepercayaan atau keluarganya, dan selanjutnya diserahkan kepada pegawai KPK yang disebut sebagai “Lurah”.

Soal istilah “Lurah”, itu disematkan kepada petugas Rutan KPK yang dipercaya untuk mengambil uang pungli dari keluarga atau orang kepercayaan koruptor, salah satunya adalah Hengki yang pernah menjabat sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK. Hengki dulunya merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan dari Kementerian Hukum dan HAM, Kini bekerja di Pemrov DKI Jakarta.

Adapun setoran ilegal yang diterima oknum Rutan KPK setiap bulannya itu bertujuan agar para oknum petugas tak melarang para tahanan untuk menggunakan handphone. Padahal, para tahanan KPK dilarang membawa alat elektronik. Itu uang tutup mata dan tutup mulut.

Soal lokasi bagi-bagi duit haram itu, itu tak jauh dari gedung merah putih lembaga antirasuah. Lebih dari 1 kilometer (km) saja. Adalah di sekitar Taman Tangkuban Perahu, di Jalan Tangkuban Perahu, Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan dan Swiss Bell hotel belakang Plaza Festival Mall Kuningan, Jl. H. R. Rasuna Said, Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan.

Penelusuran Monitorindonesia.com, jarak antara gedung KPK dengan taman tersebut sekitar 1,3 kilometer. Jika ditempuh dalam keadaan lalu lintas yang normal hanya membutuhkan 4 menit. Taman seluas 6.000 meter persegi ini sekarang telah rapi dan bisa menarik pengunjung untuk melakukan berbagai kegiatan di Ruang Terbuka Hijau (RTH).

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/90729e1a-4b0b-4fae-8cfe-6263d122a931.jpg
Taman Tangkuban Perahu, Jakarta Selatan (Jaksel) jadi lokasi transaksi uang pungli rutan KPK. (Foto: MI/Aswan)

"Dulu nggak rapi-rapi amat bang, soal mereka yang berkunjung ke sini saya nggak tau ngapain saja, namun biasanya taman ini banyak digunakan kegiatan-kegiatan seperti senam pagi hingga anak-anak kecil bermain. Kalau dulu seperti ini mungkin saja nggak beranilah mereka transaksi-transaksi tadi," kata salah seorang warga kepada  Monitorindonesia.com, Senin (19/2) lalu, enggan disebutkan namanya.

Sementara jika ke Swiss Bell hotel belakang Plaza Festival jaraknya sekitar 1,9 kilometer dengan jarak tempuh 5 menit.

Tarif Pungli

KPK menyebut penggunaan ponsel di rumah tahanan (rutan) tidak sekali bayar. Para tahanan disuruh menyerahkan uang ratusan ribu rupiah untuk tiap pengisian daya.

"Nge-charge HP-nya sekitar Rp200-300 ribu. Bukan (perhari, tapi) per satu kali (pengisian)," kata anggota Dewas KPK Albertina Ho di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/1). 

Albertina menjelaskan biaya mahal itu diberikan karena pengisian daya tidak menggunakan saluran listrik dari gedung rutan. Tapi, kata dia, memakai power bank.

"HP itu kan perlu daya kan ada powerbank nge-charge power bank nanti harus bayar juga," ujar Albertina.

 Albertina menjelaskan bahwa tarif membawa ponsel ke rutan berbeda. Paling murah yakni Rp10 juta.

"Rp10-20 juta, selama dia (tahanan) mempergunakan HP itu kan," ungkap Albertina.

Biaya ponsel dan pengisan dana belum final. Para tahanan turut diharuskan membayar uang bulanan untuk membuat penjaga rutan pura-pura tidak melihat saat mereka memakai gawai.

"Tapi nantikan ada bulanan yang dibayarkan," tutur Albertina.

Kepala Rutan KPK

Mirisnya, salah satunya yang tergelincir aksi "palak" itu adalah Kepala Rutan KPK Ahmad Fauzi.

Menurut Dewas KPK keterlibatan Ahmad Fauzi dalam dugaan pelanggaran etik ini karena sebagai pimpinan Rutan, Ahmad Fauzi tak bisa membina bawahannya agar tak melakukan pungli.

Adapun Achmad Fauzi dilantik menjadi Kepala Cabang Rutan KPK pada 2 Juni 2022. Ia dilantik bersama sejumlah pejabat pimpinan tinggi pratama lainnya.

https://cdn01.metrotvnews.com/dynamic/content/2023/12/25/NxGCzQ4V/a_65890a530924e.jpeg?w=720
Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi. (Foto: Medcom.id/Candra)

 

Dilansir dari laman e-LHKPN, Achmad Fauzi telah melaporkan Harta Kekayaannya untuk periodik 2022. LHKPN itu disampaikannya pada 12 Januari 2023.

Berdasarkan LHKPN tersebut, Achmad Fauzi mempunyai total Harta Kekayaan Rp. 634.765.371. Total Harta Kekayaan itu dikurangi dengan hutang yang tercatat Rp.983.034.629.

Dalam LHKPN itu, Achmad Fauzi melaporkan jika ia hanya punya Kas dan setara Kas sekitar Rp. 15 juta. Untuk aset, ia mempunyai tanah dan bangunan di Bekasi. Kemudian untuk sektor alat transportasi dan mesin, Achmad Fauzi mempunyai dua buah kendaraan roda empat dan sebuah sepeda motor. 

Kata Maaf Saja?

Puluhan pegawai KPK dengan kostum kemeja putih dan celana hitam mengucapkan janji dan permintaan maaf secara bersama-sama. Permintaan maaf tersebut merupakan eksekusi dari putusan etik Dewas KPK yang menyidangkan 90 pegawai. Sebanyak 78 orang di antaranya dinyatakan terbukti, sedangkan 12 lainnya diserahkan ke pihak Inspektorat.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/86f0d826-ac4c-4e01-98b1-294e62afb572.jpg
78 pegawai KPK yang terbukti bersalah dalam perkara pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK melaksanakan sanksi permintaan maaf

Kata maafnya seperti ini "Dengan ini saya menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/atau Insan KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang telah saya lakukan, berupa menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan Pribadi dan/atau golongan".

Padahal uang pungli yang ditangguk pegawai KPK dari para tersangka kasus korupsi mencapai Rp 6 miliar lebih dalam rentang waktu 2018 – 2023. Transaksi panas tersebut diduga terkait penyelundupan uang dan alat komunikasi untuk tahanan kasus rasuah serta terindikasi suap, gratifikasi serta pemerasan. 

Publik mungkin belum terbiasa melihat KPK sama halnya dengan instansi-instansi lain yang mudah goyah ketika melihat “lambaian” fulus. Namun publik kadung menaruh harapan tinggi untuk KPK sebagai “superbody” yang berotot kawat dan bertulang baja dalam menghadapi godaan materi. (wan)

Nama-nama Pegawai KPK yang Tersangkut Kasus Pungli di sini..........................................................