Penyalahgunaan Wewenang IUP Tambang Menteri Bahlil, Mirip Kasus "Papa Minta Saham" Setya Novanto

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 6 Maret 2024 13:14 WIB
Direktur CBA Uchock Skydafi. [Foto: Dok MI]
Direktur CBA Uchock Skydafi. [Foto: Dok MI]

Jakarta, MI - Dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia terus menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak, Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) yang dicabut sebanyak 2.078 dan sebagian besar diantaranya dihidupkan lagi.

Direktur eksekutif Center of Budgeting Analisis Uchock Skydafi mengatakan, dugaan penyeleweangan kewenangan itu harus segera diusut tuntas oleh aparat penegak hukum. Tak hanya itu, Badan pemeriksa Keuangan (BPK) harus segera melakukan audit investigasi atas berbagai kasus dugaan korupsi di Kementerian Investasi/BKPM.

"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan kalah dengan Komisi VII DPR yang akan memanggil Menteri Bahlil Lahadalia terkait dugaan penyalahgunaan wewenang," tegas Uchock kepada Monitorinonesia.com, Rabu (6/3). 

Uchok menekankan bahwa KPK harus segera membuka penyelidikan atas kasus ribuan IUP Tambang tersebut. Menteri Bahlil juga harus segera dipanggil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannnya. "KPK harus segera menanggil Bahlil, dan jangan takut sama Presiden Jokowi yang sebentar lagi lengser," ucapnya.

Menurutnya, kasus IUP Tambang dan Perkebunan itu jelas mencederai dan mempergunakan lembaga negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok. "Menghidupkan kembali IUP dan HGU lahan sawit harus bayar sekian, dan ada yang minta Saham segala adalah perbuatan memalukan. Ini harus diusut tuntas," tandasnya.

Dalam kasus "Papa Minta Saham" yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto terkait dugaan permintaan saham PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo. Dalam pencabutan izin IUP dan HGU versi Bahlil Lahadalia juga mengatasnamakan Presiden Joko Widodo.

Pada Jumat 7 Januari 2022, Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa sebanyak 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dicabut oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). 

"Saat ini ada 5.490 IUP pertambangan yang ada di Indonesia. Yang dicabut 2.078 IUP, nah hampir 40% izin itu tidak bermanfaat, makannya pemerintah tegas untuk melakukan pencabutan IUP tersebut," kata Bahlil dalam konfrensi Pers, Jumat (7/1/2022).

Dia mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melaksanakan pencabutan resmi dimulai hari Senin atau 10 Januari 2022 ini. Yang jelas, kata Bahlil, pemerintah dalam hal pencabutan IUP ini tidak memandang siapa pemilik IUP yang dicabut tersebut dan semuanya berlaku sesuai aturan.

"Pencabutan izin tanpa lihat ini punya siapa, kita tertib dengan aturan. Saya tahu sahabat-sahabat saya banyak, mungkin juga di grup perusahaan dulu saya kerja ada, tapi aturan harus kita tegakkan, aturan berlaku untuk seluruh orang, tidak untuk satu kelompok tertentu," tuturnya.

Sementara itu, untuk IUP-IUP yang akan dicabut itu, kata Bahlil, akan diserahkan kepada yang lebih kredibel. Misalnya kepada Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kelompok organisasi keagamaan hingga pengusaha nasional yang memenuhi syarat.

"Metode pengelolaannya, untuk proses pencabutan ini, setelah dicabut akan dikelola oleh perusahaan-perusahaan yang kredibel. Oleh kelompok masyarakat, kelompok organisasi keagamaan, BUMD, supaya terjadi pemerataan ekonomi," terang Bahlil.

Bahlil menambahkan, pencabutan Izin Usaha Pertambangan itu atas dasar kajian yang mendalam dan kuat, seperti hal yang tercantum dalam UUD 1945 terutama pada pasal 33 ayat 4.

"Di situ dijelaskan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan atas demokrasi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan berkelanjutan serta dengan keseimbangan dan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional," terang Bahlil.

Adapun pasal 33 poin 3 ayat 3, kliam Bahlil, dinyatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebenar-benarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Atas dua poin tersebut, maka pemerintah melakukan peninjauan kajian mendalam terhadap izin-izin yang tidak beroperasi. Sejalan dengan hal tersebut, kementerian investasi telah lakukan kebijakan investasi yang berkeadilan dana bermanfaat untuk banyak orang karena kita ingin investasi tersebut harus betul-betul diwujudkan keadilannya," ungkap Bahlil.

"Dari IUP yang dicabut dan yang tidak bermanfaat itu, ketika dikelola oleh yang lebih kredibel, supaya 40% menambah investasi kita, meningkatkan nilai tambah kita untuk pemerataan ekonomi kita," ungkap Bahlil.

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi mencabut sebanyak 2.078 IUP. Mengacu Data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, untuk 302 perusahaan batu bara yang dicabut itu memiliki luas wilayah pertambangan 964.787 hektare (ha).

Diantaranya tersebar di Provinsi Bengkulu, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Sementara untuk 1.776 perusahaan tambang mineral yang dicabut memiliki luas wilayah 2.236.259 hektare, yang tersebar di: Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

"Hari ini sebanyak 2.078 izin perusahaan pertambangan minerba kita cabut karena tidak pernah sampaikan rencana kerja, izin yang sudah bertahun-tahun diberikan tapi tidak dikerjakan dan ini sebabkan tersanderanya pemanfaatan SDA untuk tingkatkan kesejahteraan rakyat," papar Presiden Jokowi, Kamis (6/1/2022).

Sikap DPR RI

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menyatakan pihaknya akan segera memanggil Bahlil Lahadalia atas dugaan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di Kementerian Investasi/BKPM. "Ada yang meminta kalau mau menghidupkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit harus bayar sekian, dan ada yang minta saham katanya. Ya Kami akan segera panggil Pak Bahlil," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/3).

Sugeng menilai bahwa pembentukan Satgas tersebut pun mencederai tata kelola pemerintahan. Alasannya, tupoksi Satgas tersebut dalam mengevaluasi IUP milik perusahaan melampaui tugas milik tiga kementerian. "Kami sudah sejak awal tidak setuju yang namanya satgas," ujarnya.

Sementara  Anggota DPR RI Mulyanto mendesak KPK memeriksa Bahlil Lahadalia. Hal ini dikarenakan, kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

Bahlil diduga melakukan penyalagunaan wewenang dalam mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP). Serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah.

Dalam mencabut dan memberikan kembali IUP dan HGU, dikabarkan Bahlil meminta imbalan uang miliaran rupiah. Atau penyertaan saham di masing-masing perusahaan, terkait info tersebut Mulyanto minta KPK segera memeriksa Bahlil.[Lin]