Menelisik Dugaan Keterlibatan Anggota DPR Ihsan Yunus di Kasus Korupsi APD hingga Bansos Covid-19

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 18 April 2024 21:19 WIB
Anggota Komisi IV DPR Ihsan Yunus (Foto: MI/Ist/Net)
Anggota Komisi IV DPR Ihsan Yunus (Foto: MI/Ist/Net)

Jakarta, MI - Ihsan Yunus diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Kamis (18/4/2024) terkait dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementrian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2020.

Dugaan korupsi proyek itu senilai Rp 3,03 triliun untuk pengadaan 5 juta set APD. Sementara kerugian negara dalam kasus ini diduga mencapai Rp 625 miliar.

KPK mengonfirmasi bahwa, Ihsan Yunus diperiksa sebagai pihak swasta yang dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus ini. Pasalnya, KPK menduga Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu terafiliasi dengan sebuah perusahaan pelaksana pengadaan APD Kemenkes saat pandemi Covid-19 lalu. 

"Ihsan Yunus [swasta], yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain pengetahuannya soal kaitan informasi dugaan adanya turut serta saksi dalam salah satu perusahaan pelaksana pengadaan APD di Kemenkes RI," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (18/4/2024). 

Kendati demikian, Ali tidak membeberkan perusahaan apa yang diduga berafiliasi dengan Ihsan serta perincian proyek yang digarap.

Sementara saat ditanya usai pemeriksaan, Ihsan irit berbicara. Dia hanya mengaku dicecar oleh penyidik KPK terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19 di Kemenkes.

Penyidik KPK telah mencegah lima orang untuk bepergian ke luar negeri terkait dengan kasus tersebut. Dua orang yang dicegah berasal dari swasta, dua PNS, dan satu orang advokat. Namun, KPK belum secara resmi mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan tersangka

Penting diketahui, bahwa Ihsan bukan kali pertama diperiksa KPK terkait dugaan korupsi. Sebelumnya, dia juga pernah dikaitkan dengan perkara korupsi bantuan sosial (Bansos) Covid-19 yang melibatkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara 2020 lalu.

Ketika itu, Keterlibatan Ihsan diungkap Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial M Syafii Nasution saat bersaksi di pengadilan pada 14 Juni 2021.

Ketika itu Ihsan Yunus yang mantan Wakil Ketua Komisi VIII itu disebut-sebut terima proyek penanganan Covid-19 senilai Rp 54,43 miliar.

"Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) no 6 saudara mengatakan 'Selanjutnya saudara Ihsan Yunus mendapatkan total paket sebesar Rp 54.430.150.000 yang terdiri dari paket-paket sebagai berikut sebagaimana dalam tabel nomor 1 nama paket pengadaan bantuan penanganan Covid-19 PT DS Solution', apa keterangan ini betul?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (14/6/2021) lalu.

"Betul," jawab Syafii saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang didakwa menerima suap Rp32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bansos Covid-19 kala itu.

Dalam BAP tersebut, Syaffi menjelaskan pada Maret 2020, tidak lama setelah ia dilantik sebagai direktur PSKBA, Ihsan Yunus datang ke ruangannya. Dalam BAP tersebut diterangkan bahwa Syafii kenal Ihsan Yunus sebagai wakil ketua Komisi VIII DPR RI dari fraksi PDIP. 

Kebetulan Komisi VIII adalah komisi yang membawahi pengawasan Kemensos dan Syafii juga beberapa kali hadir dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) dan melihat Ihsan Yunus memimpin RDP.

"Saat itu beliau menyampaikan ke saya bahwa beliau barusan berkunjung dari ruang Pak Menteri Juliari Batubara dan sudah berbicara terkait paket-paket pengadaan bantuan Covid-19. Saat itu beliau menyampaikan bahwa beliau bermaksud mengerjakan beberapa paket pengadaan bantuan bencana Covid-19 yang ada di direktorat yang saya pimpin, Direktorat PSKBA," ungkap jaksa Ikhsan membacakan BAP milik Syafii.

Selanjutnya, menurut Syafii, Ihsan Yunus bertanya kepada dirinya apa saja kegiatan dan paket pengadaan yang ada di direktorat PSKBA. 

"Saat itu saya langsung menyatakan siap dan langsung mengiyakan permintaan beliau dikarenakan saya mengetahui bahwa saudara Ihsan Yunus memang sangat dekat dengan Pak Menteri Juliari Batubara dan saya juga mengetahui bahwa saudara Ihsan Yunus sering bertamu ke ruangan Pak Menteri," tambah jaksa Ikhsan.

Pada saat di direktorat PSKBA ada paket paket pengadaan penunjang alat-alat penanggulangan wabah Covid-19 seperti masker, disinfektan, sarung tangan, dan alat pelindung diri (APD).

"Saya sampaikan secara umum paket paket pengadaan yang ada di direktorat kami kepada Ihsan Yunus. Selanjutnya saya langsung memanggil staf-staf saya yaitu saudara Matheus Joko Santoso dan Deni dan langsung saya sampaikan agar mereka langsung mengurus administrasinya terkait paket-paket pengadaan milik Pak Ihsan Yunus," terang jaksa Ikshan.

Menurut Syafii, secara teknis paket-paket pekerjaan milik Ihsan Yunus tersebut kemudian dikerjakan oleh staf atau operator yang mengurus paket-paket pengadaan milik Ihsan Yunus di Kemensos yaitu Agustri Yogasmara alias Yogas dan Iman Ikram yang merupakan adik kandung Ihsan Yunus. 

"Bener nih saksi?" tanya jaksa Ikhsan. 

"Benar," jawab Syafii.

Syafii lalu melaporkan hal tersebut ke Direktur Jenderal Perlindungan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin. "Pepen Nazaruddin kemudian memerintahkan saya untuk mengikuti saja karena beliau orangnya menteri," ungkap jaksa Ihsan.

Jaksa KPK juga menyebutkan paket-paket yang berasal dari kuota milik Ihsan Yunus yang diterangkan oleh Syafii dalam BAP no 6 yaitu Paket sembako 5.000 paket PT Cyber Teknologi Nusantara dengan nilai kontrak Rp 1 miliar, Paket sembako 45 ribu paket PT Cyber Teknologi Nusantara dengan nilai kontrak Rp9 miliar, Paket sembako 55 ribu paket PT Cyber Teknologi Nusantara dengan nilai kontrak Rp11 miliar.

Selanjutnya Paket sembako 10 ribu paket PT Cyber Teknologi Nusantara dengan nilai kontrak Rp2 miliar. Sehingga total paketnya adalah Rp23 miliar. "Seluruh paket diurus Yogas dan Iman Ikram ya? Betul ya?" tanya jaksa. 

"Iya," jawab Syafii.

Ketika itu, Juliari didakwa menerima suap sebesar Rp 32,4 miliar. Juliari disebut menerima suap terkait pengadaan bansos Corona Tahun 2020. 

Uang suap yang diterima Juliari berasal dari fee bansos Corona yang dikumpulkan oleh mantan KPA bansos Adi Wahyono dan mantan PPK bansos Matheus Joko Santoso.

Dalam dakwaan keduanya diperintah oleh Juliari memotong fee Rp 10 ribu dari vendor bansos.

Namun, keterangan Syafii ketika itu dibantah oleh Ihsan Yunus saat bersaksi dalam sidang terpisah pada 22 Juni 2021.  "Saudara tidak tahu adanya kuota yang dalam tanda kutip mengelola melalui Yogas 400 ribu paket sembako?" kata Jaksa KPK, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (21/6/2021).

"Tidak, Pak," jawab Ihsan.

Ihsan juga mengaku tidak tahu ada fee Rp 10 ribu yang diduga diambil oleh Juliari dari tiap paket bansos Covid-19. Selain itu Ihsan juga membantah mengetahui sejumlah perusahaan yang diduga menggunakan jatah 400 ribu paket bansos itu. 

Di antaranya PT Bumi Pangan Digdaya, Hamonangan Sude, dan PT Global Intijaya.

Ihsan juga membantah merekomendasikan vendor dalam pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020. 

Hal ini saat ditelisik terkait nama Agustri Yogasmara (Yogas) dalam sidang kasus dugaan suap pengadaan bansos. Kasus korupsi APD ini terjadi saat Indonesia dilanda pandemi COVID-19, yakni 2020. Di masa sulit itu, APD menjadi barang yang sangat dibutuhkan bagi para tenaga medis.