Kejagung Diminta Ungkap Kerugian Negara Dugaan Korupsi Pajak Bos Djarum Victor Hartono

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 November 2025 1 jam yang lalu
Victor Rachmat Hartono, Direktur Utama PT Djarum (Foto: Istimewa)
Victor Rachmat Hartono, Direktur Utama PT Djarum (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fatahillah menegaskan bahwa dugaan manipulasi pengurangan nilai pajak masuk dalam kategori korupsi. Pasalnya, katanya, hal ini berbeda dengan tax amnesty pemerintah.

Meski belum ada uang negara yang keluar, namun uang pajak itu seharusnya menjadi hak negara. Sementara hak negara yang tidak diberikan menimbulkan potensi kerugian negara.

“Sudah banyak kasusnya, saya rasa manipulasi pajak yang sudah banyak dilakukan itu sudah masuk dalam rezim tindak pidana korupsi. Baik dalam konteks menerima suap atau kalau memang dia memanipulasi dan melakukan fraud (penipuan, red) bisa masuk korupsi kerugian negara,” kata Fatahillah kepada Monitorindonesia.com, Selasa (25/11/2025).

Maka dari itu, dia meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengungkap kerugian negara kasus tersebut melalui proses audit BPK dan BPKP atau audit lainnya yang berwenang.

Pembuktian ini diperlukan karena kerugian negara harus disertai hasil auditor. Di lain sisi menurut dia, korupsi yang diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung) berbeda dengan tax amnesty. 

Dia mengatakan bahwa kasus pengurangan kewajiban pembayaran pajak perusahaan yang diduga melibatkan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sementara tax amnesty adalah kebijakan ketika pajak yang tidak dilaporkan diampuni negara, atau diberikan kewajiban untuk membayar dalam nilai tertentu. “Kalau tax amnesty itu sah, bukan pengemplangan pajak. Jadi tax amnesty itu hal legal yang ada aturan hukumnya,” jelasnya.

Adapun perkara yang tengah diselidiki Kejagung merupakan upaya menutupi kewajiban pajak secara melawan hukum. Sehingga dia menilai hal tersebut sebagai perbuatan pidana.

Dia juga melihat kelemahan tax amnesty dapat membuat seseorang tidak patuh karena bisa saja mereka menunggu kebijakan tax amnesty berikutnya diberikan pemerintah. Padahal, tax amnesty merupakan bentuk pemutihan pajak yang seharusnya membuat wajib pajak ke depannya patuh dalam melaporkan pajaknya.

Kendati demikian, tetap ada sisi positifnya karena harta beredar lebih banyak yang dilaporkan pajaknya. Dalam tax amnesty, memang ada pengampunan bagi mereka yang tidak melaporkan pajak, di mana wajib pajak cukup membayar denda pajak sesuai kesepakatan.

Dalam kasus pengurangan pajak tersebut, Kejagung sudah meminta pencegahan ke luar negeri kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, terhadap 5 orang yang diduga masuk dalam pusaran skandal pajak periode 2016-2020. Termasuk Ken Dwijugiasteadi.

Selain Ken, empat nama lainnya yang diusulkan untuk dicegah adalah Bernadette Ning Dijah Prananingrum (BNDP), Victor Rachmat Hartono (VTR), Heru Budijanto Prabowo (HBP), dan Karl Layman (KL). Artinya, kelima pihak yang dicekal itu, tinggal menunggu hari untuk ditetapkan sebagai tersangka.

Bernadette Ning Dijah Prananingrum merupakan Kepala KPP Madya Dua Semarang. Victor Rachmat Hartono tercatat sebagai Direktur Utama PT Djarum.

Sedangkan, Heru Budijanto Prabowo adalah Komisaris PT Graha Padma Internusa, anak usaha Grup Djarum yang bergerak di bisnis properti. Sedangkan Karl Layman merupakan pemeriksa pajak muda di DJP.

Pencegahan terhadap lima orang tersebut, dianggap penting untuk mendukung penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengurangan kewajiban pembayaran pajak perusahaan atau wajib pajak pada 2016–2020 oleh oknum DJP. Usulan pencegahan berlaku sejak 14 November 2025 hingga 14 Mei 2026, dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.

Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejagung juga telah menggeledah sejumlah lokasi untuk mencari barang bukti dalam perkara tersebut.

"Penggeledahan di beberapa tempat terkait dugaan tindak pidana korupsi memperkecil kewajiban pembayaran perpajakan perusahaan atau wajib pajak tahun 2016-2020 oleh oknum pegawai pajak pada Direktorat Jendera Pajak Kementerian Keuangan,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (18/11/2025).

Anang menyebutkan penggeledahan dilakukan di rumah oknum DJP yang diduga terkait, serta sejumlah kantor. Namun, ia enggan mengungkap identitas pemilik rumah yang digeledah.

Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa salah satu rumah tersebut merupakan milik mantan Dirjen Pajak berinisial KD, yang mengarah pada Ken Dwijugiasteadi. “Ada di rumah, ada di kantor,” tegas Anang.

Selain itu, penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi, meskipun identitas mereka belum dapat dibuka ke publik.

“Saksi sudah. Sudah ada diperiksa. Sudah ada beberapa orang diperiksa. Tapi nggak bisa bilang berapa. Sudah ada beberapa. Sudah ada beberapa orang diperiksa,” kata Anang.

Menurut Anang, dari hasil pendalaman penyidik, kasus tersebut mengandung unsur suap. Modusnya, wajib pajak memberikan fee kepada oknum pejabat pajak untuk memperkecil nilai pajak yang harus dibayarkan.

“Ya, tapi kan dia ada kompensasi untuk memperkecil. Kalau ini kan maksudnya ada kesepakatan dan ada ada ini, ada pemberian itu. Suap lah, memperkecil dengan tujuan tertentu. Terus ada pemberian,” tandasnya.

Topik:

Kejagung Korupsi Pajak Bos Djarum Victor