Komisi III DPR Pelototi Dugaan Mafia IUP Menteri Bahlil, Harap Ditindaklanjuti KPK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Maret 2024 00:56 WIB
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil (Foto: Dhanis/MI)
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil (Foto: Dhanis/MI)

Jakarta, MI - Sempat sepi pemberitaan tentang dugaan mafia pertambangan dan dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP), setelah Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia melapor ke Bareskrim Polri dan mengadu ke Dewan Pers.

Namun, Komisi III DPR RI masih mempelototinya atau memantaunya dengan harapan agar Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menindaklanjuti laporkan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak) pada beberapa waktu lalu.

Menurut Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil, laporan tersebut merupakan bagian dari partisipasi publik dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.  

"Semoga lembaga antirasuah itu memberikan atensi," kata Nasir kepada wartawan, Rabu (27/3/2024).

Lanjut Nasir, hal ini karena potensi terjadinya korupsi di sektor sumber daya alam, khususnya sektor pertambangan sangatlah besar. Mulai soal perizinan hingga modus penggelapan pajak. 

Dia pun percaya KPK masih mepunyai nyali dan taji menindaklanjuti laporan masyarakat sipil tersebut. "KPK punya instrumen untuk menyelidiki di tahap awal laporan tersebut," kata Nasir.

Sebelumnya, Kompak mendesak KPK memeriksa Menteri Bahlil. Desakan itu disampaikan empat orang yang mengenakan seragam bertuliskan "#KPK Segera Periksa Bahlil", di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (25/3/2024).

"Kami berharap KPK menuntaskan dugaan korupsi IUP itu, karena merugikan keuangan negara triliunan dan terjadi kerusakan lingkungan akibat izin-izin yang dipaksakan untuk kepentingan sebagian kelompok dan individu-individu semata," kata Koordinator Nasional (Kornas) Kompak, Andi Ulfa, saat menyampaikan aspirasi di hadapan perwakilan KPK.

"Kami mendukung KPK bergerak membasmi kasus-kasus korupsi di dunia pertambangan," tambah Andi.

Sementara itu, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) juga telah melaporkan Bahlil ke KPK untuk kasus yang sama, Selasa (19/3/2024). Di hari yang sama, Menteri Bahlil Lahadalia menyambangi kantor Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di Jakarta Selatan untuk melaporkan dugaan pencatutan nama dirinya terkait izin tambang yang diberitakan oleh Majalah Tempo.
 
"Saya datang ke Bareskrim Polri untuk memenuhi komitmen saya dalam rangka meluruskan berita yang terindikasi bahwa di kementerian saya ada yang mencatut nama saya lewat proses perizinan pemulihan IUP," kata Bahlil di Bareskrim Polri.
 
Bahlil menekankan pihaknya bukan melaporkan Tempo ke polisi, tapi pihak-pihak yang disebut dalam laporan Tempo yang diduga mencatut nama dirinya. 

Menurut dia, terkait pemberitaan Tempo sudah diselesaikan lewat mekanisme Dewan Pers. Di mana Tempo dinyatakan bersalah melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat.