Biaya Kurban dan Umrah Mantan Menteri Jokowi Ini Hasil Pemerasan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 9 Mei 2024 12:36 WIB
Syahrul Yasin Limpo (Foto: Dok MI/Repro Antara)
Syahrul Yasin Limpo (Foto: Dok MI/Repro Antara)

Jakarta, MI - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) meminta kegiatan ibadahnya dibayarkan para aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Pertanian (Kementan). 

Adapun jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (8/5/2024) kemarin yang menghadirkan sejumlah pejabat Kementan sebagai saksi terungkap baya kurban dan umrah SYL dari hasil pemerasan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Hermanto mengungkapkan, SYL meminta uang Rp 360 juta kepada anak buahnya untuk membeli sapi kurban. 

Hermanto menyebutkan,  permintaan kurban tersebut disalurkan melalui Biro Umum Kementan. 

Awalnya, SYL hanya meminta disiapkan tiga ekor sapi, tetapi belakangan permintaan itu bertambah dengan nilai setara 12 ekor sapi. 

“Kita hanya memberi uang saja yang dimintanya, tapi jumlah uang itu kurang lebih sekira 12 ekor sapi,” kata Hermanto. 

“Nilainya Rp 360 juta ya?" tanya jaksa KPK.

“Iya kurang lebih seperti itu,” jawab Hermanto. 

Tidak hanya kurban, SYL bahkan menjalankan ibadah umroh ketika melakukan kunjungan di Arab Saudi pada 2022 lalu dengan uang korupsi. 

Sementara itu, eks Bendahara Pengeluaran Ditjen (Ditjen) PSP, Kementan, Puguh Hari Prabowo mengungkapkan bahwa umrah itu dibiayai hasil patungan para pejabat Kementan. 

"Saya dipanggil dan mendapat arahan untuk mengumpulkan Rp 1 miliar, untuk kegiatan Arab Saudi, atau umrah Pak, bahasanya," kata Puguh. 

Kepada jaksa, Puguh menyebut hanya lima direktorat di Kementan yang diminta patungan untuk membiayai kebutuhan di Arab tersebut.  

Puguh mengungkapkan bahwa sesungguhnya sekretariat tidak memiliki anggaran untuk kebutuhan umrah SYL. Namun, karena diminta, para pejabat akhirnya menyepakati masing-masing memberikan uang sebanyak Rp 200 juta. 

Uang itu dikumpulkan dari lima direktur masing-masing direktorat, hanya satu direktorat yang tidak ikut patungan. 

"Akhirnya lima direktur saja yang mengumpulkan, lima dari enam (direktorat)?" tanya Jaksa. 

"Iya, betul," jawab Puguh. "Nilainya Rp 1 miliar?" tanya jaksa lagi. 

"Rp 1 miliar, per direktorat Rp 200 (juta)," kata Puguh.

Gaji pembantu SYL hasil patungan pejabat Kementan Tidak hanya gaya hidup glamor dan ibadah, SYL rupanya juga meminta anak buah untuk patungan membayar gaji pembantu yang bekerja di kampung halamannya, Makasar. 

Hal ini terungkap ketika jaksa KPK mengulik penggunaan uang pribadi Hermanto untuk keperluan SYL. 

Hermanto pun membenarkan pertanyaan jaksa dan mengaku pernah merogoh sakunya sendiri untuk membayar gaji pembantu SYL. 

"Pembantu yang di mana ini?" tanya jaksa lagi. 

"Di Makassar," jawab Hermanto. 

Menurut Hermanto, dalam pagu anggaran Direktorat PSP Kementan tidak ada alokasi untuk biaya gaji pembantu SYL. Ia menyebutkan, uang pribadi yang digunakan membayar gaji pembantu itu lantas diganti dengan uang patungan para ASN di Direktorat PSP untuk sapi kurban. 

"Dari yang ada sisa kurban Rp 360 (juta) tadi, kurban tadi kan tidak semua habis gitu ya, jadi Pak Lukman gunakan itu. Saya enggak tahu bahwa Pak Lukman gunakan itu (untuk) gantinya," ujar Hermanto. 

Pada sidang kemarin, Hermanto juga mengungkapkan bahwa para pejabat Kementan juga mesti menanggung biaya sewa pesawat pribadi yang digunakan SYL sebesar Rp 1 miliar dan kebutuhan SYL saat berkunjung ke Arab Saudi, Brasil, dan Amerika Serikat. 

Korupsi berantai Kelakuan SYL yang suka meminta keperluan pribadinya ditanggung oleh anak buah membuat menimbulkan korupsi berantai di Kementan. Para pejabat di Kementan yang uangnya dipalak SYL akhirnya menggunakan nama para pegawai Kementan untuk membuat laporan perjalanan dinas fiktif karena tidak ada anggaran untuk membiayai kebutuhan bosnya. 

"Itu umumnya kita siasati, kita ambil dari dukungan manajemen seperti perjalanan, dari perjalanan teman-teman," kata Hermanto.

Dari perjalanan ini maksudnya bagaimana? Apakah disisihkan begitu?" tanya jaksa. 

"Bisa disisihkan, bisa diambil pinjam nama," jawab Hermanto. 

Jaksa lantas memastikan bahwa peminjaman nama pegawai itu dilakukan untuk laporan perjalanan dinas fiktif. 

"Pinjam nama itu artinya dia tidak ada perjalanan dinas tapi dicairkan uangnya?" tanya jaksa lagi. 

"Iya, untuk mengumpulkan supaya terpenuhi," kata Hermanto menjelaskan. 

Menurut Hermanto, para pegawai di Kementan pun sudah memaklumi praktik tersebut. 

Respons SYL Saat diberi kesempatan bertanya kepada para saksi, SYL mengeklaim bahwa sejumlah perjalanan dinas yang menggunakan dana dari anak buahnya itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan negara. 

"280 juta orang (penduduk Indonesia) itu tanggung jawab saya, saya dipaksa oleh presiden untuk berangkat juga melalui sebuah ratas. Maafkan saya bapak," kata SYL. 

SYL lantas menyinggung bahwa anggaran yang dimiliki Kementan turun. Ia pun bertanya kepada para saksi apakah ia pernah mengajukan permintan-permintaan di atas secara langsung kepada mereka. 

"Sekarang ini perjalanan dinas atau perjalanan non-dinas? Sementara anggaran kita turun Pak, dari Rp 24 triliun menjadi Rp 14 triliun. Saya mau tanya kalian, satu, apakah ada perintah saya untuk kumpul-kumpul uang ? Atas nama itu? ada enggak?" tanya SYL kepada para saksi. 

Mendengar pertanyaan itu, saksi Hermanto menjawab bahwa tidak pernah ada permintaan langsung oleh SYL, melainkan dari eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono. 

"Tidak ada (perintah pengumpulan uang dari SYL), ya kan perintah dari Pak Sekjen," timpal Hermanto. 

"Pernahkah saya mengancam-ancam orang dalam semua pertemuan, 'kalau kau enggak ikutin saya, saya pecat kamu' pernah enggak?" tanya SYL lagi. 

"Secara langsung dari Pak Menteri, saya tidak," kata Hermanto. 

SYL juga mengajukan pertanyaan yang sama kepada saksi Gunawan pertanyaan yang sama. 

"Pak Gunawan, kau kan eselon II, kau pasti pernah berhadapan sama saya, kamu pernah enggak mendengar?" tanya SYL. 

"Tidak pernah," jawab Gunawan. 

"Pernah enggak kau merasa saya paksa atau saya ancam gitu?" tanya SYL lagi. 

"Tidak Pak," jawab Gunawan.