Pil Pahit Indofarma: Jual Beli Fiktif, Terlilit Pinjol hingga Tak Mampu Bayar Gaji Karyawan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Juni 2024 20:40 WIB
Dalam laporan IHPS Semester II-2023, BPK menyebut bahwa perusahaan farmasi pelat merah itu telah melakukan aktivitas pengadaan alat kesehatan tanpa melakukan studi kelayakan (Foto: Dok MI/Aswan-Diolah dari berbagai sumber foto)
Dalam laporan IHPS Semester II-2023, BPK menyebut bahwa perusahaan farmasi pelat merah itu telah melakukan aktivitas pengadaan alat kesehatan tanpa melakukan studi kelayakan (Foto: Dok MI/Aswan-Diolah dari berbagai sumber foto)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah praktik penyelewengan atau manipulasi (fraud) sejumlah instrumen keuangan di PT Indofarma Tbk (INAF), bersama dengan anak usahanya PT Indofarma Global Medika (IGM).

Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Semester II-2023, BPK menyebut bahwa perusahaan farmasi pelat merah itu telah melakukan aktivitas pengadaan alat kesehatan tanpa melakukan studi kelayakan dan melakukan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan pelanggan.

Beberapa alat kesehatan tersebut yakni pengadaan dan penjualan teleCTG, masker, PCR (Polimerase Chain Reaction), Rapid Test (panbio), dan isolation transportation.

"Mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp16,35 miliar serta potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp23,64 miliar," tulis laporan tersebut.

BPK telah meminta perusahaan untuk mengupayakan penagihan piutang macet yang sebesar Rp122,93 miliar tersebut.

Selain manajemen pengadaan alat kesehatan yang 'asal-asalan', BPK juga menemukan bahwa INAF telah menggunakan instrumen keuangan perusahaan untuk kepentingan pribadi.

Beberapa penyelewengan itu seperti menempatkan dana deposito perusahaan atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, dan mengeluarkan dana tanpa underlying transaction.

"Menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan, serta membayar asuransi purna jabatan dengan jumlah melebihi ketentuan," lanjut laporan tersebut.

Tak berhenti di situ, BPK juga mengungkapkan adanya transaksi jual beli fiktif pada bisnis barang konsumen yang bergerak cepat atau Fast Moving Consumer Goods (FMCG) hingga pinjaman online (pinjol).

"Melakukan pinjaman online (fintech) serta menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan," 

Akibat hal tersebut, BPK pun melaporkan terdapat indikasi kerugian mencapai Rp278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG itu.

Gaji karyawan belum dibayar
INAF membenarkan terkait gaji karyawannya yang belum dibayar untuk periode Maret 2024. Saat ini perseroan belum memiliki kecukupan dana operasional untuk memenuhi kewajiban pembayaran upah karyawan.

"Berita bahwa Perseroan belum membayarkan upah terhadap karyawan untuk periode Maret 2024 adalah benar," tulis manajemen dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) dikutip pada Kamis (6/6/2024).

Terkait kondisi keuangan Perseroan saat ini akan disampaikan pada laporan keuangan yang akan dirilis nanti. Saat ini masih dalam proses finalisasi audit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).

Selain itu, terkait THR karyawan INAF, pembayaran THR Karyawan sudah masuk dalam proposal biaya operasional yang akan diusulkan ke tim pengurus PKPU Sementara. Perseroan telah menyampaikan laporan insidental putusan Perkara PKPU Sementara kepada PT Bursa Efek Indonesia dengan surat Nomor 0698/DIR/IV/2024 tanggal 1 April 2024.

"Perseroan telah membayarkan THR Karyawan per tanggal 5 April 2024 secara penuh sesuai dengan Perjanjian Kerja Bersama Indofarma." ungkapnya.

Seperti diketahui, berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan PKPU dengan keputusan Perkara No.74/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 29 Februari 2024.

"Dengan adanya putusan tersebut maka proses restrukturisasi atas utang yang dilakukan perseroan masuk dalam proses PKPU sementara," imbuhnya.

Manajemen menegaskan, adanya putusan PKPU ini tidak berdampak secara langsung pada operasional. Perseroan akan tetap beroperasi sebagaimana biasanya dengan tetap berkoordinasi dengan tim pengurus yang ditunjuk pengadilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Diusut Kejagung
Kejagung telah menerima laporan dari BPK terkait indikasi kerugian negara pada PT Indofarma dan anak perusahaannya. Dalam laporan itu, disebutkan indikasi kerugian negara mencapai Rp 371 miliar.

Laporan itu terkait laporan hasil pemeriksaan (LHP) investigatif atas Pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk., anak Perusahaan dan instansi terkait lainnya tahun 2020 s.d 2023 di Jakarta dan Jawa Barat.

Pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK yang berasal dari pengembangan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 sampai Semester I Tahun 2023 pada PT Indofarma Tbk, anak perusahaan, dan instansi terkait.

Laporan sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia, di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/5/2024).

"Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif, BPK menyimpulkan terdapat penyimpangan yang berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk. dan anak perusahaan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara pada PT Indofarma dan anak perusahaan sebesar Rp 371.834.530.652,00," ungkap Wakil Ketua BPK Hendra Susanto, saat menyerahkan LHP kepada Jaksa Agung, S.T. Burhanuddin, dikutip dari situs BPK.

"Besar harapan kami Kejaksaan Agung dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan tersebut untuk proses hukum. Kami berharap sinergi antara BPK dan Kejaksaan Agung dalam penanganan atas kasus-kasus tindak pidana korupsi akan semakin meningkat," harapnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung membenarkan soal adanya laporan tersebut. Saat ini, laporan tersebut sedang dipelajari. “Kemarin kasusnya sudah diserahkan, sedang kita pelajari,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana saat dikonfirmasi, Selasa (4/6/2024).

Selain hasil pemeriksaan investigatif di PT Indofarma, BPK juga telah menyerahkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 5 Maret 2024. 

LHP PKN terkait dengan pemberian fasilitas kredit modal kerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kepada PT Linkadata Citra Mandiri pada tahun 2016-2019.

Hasil PKN tersebut menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana oleh pihak-pihak terkait yang mengakibatkan kerugian negara pada PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Persero Tbk. sebesar Rp 120.146.889.195,00.