KY Bakal Periksa 3 Hakim Kasus Gazalba Saleh: Fahzal Hendri, Rianto Adam Pontoh dan Sukartono

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 26 Juni 2024 18:06 WIB
Komisi Yudisial (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Yudisial (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Yudisial (KY) telah menerima aduan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku tiga hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta yaitu Fahzal Hendri, Rianto Adam Pontoh, dan Sukartono.

Ketiganya adalah hakim yang sempat memimpin sidang kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh hakim agung non aktif, Gazalba Saleh.  "Laporan yang ditandatangani oleh Ketua KPK tersebut ditujukan kepada Ketua KY," ujar Juru Bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, Rabu (26/6/2024).

Menurut dia, Ketua KY Amzulian Rifai telah memberikan disposisi kepada Tim Pengawasan Hakim (Tim Waskim) untuk melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administrasi dan substansi. Setelah itu, aduan tersebut akan diregistrasi ke dalam pemeriksaan lembaga penjaga marwah hakim tersebut.

"Karena menjadi perhatian publik, KY memastikan laporan perkara tersebut menjadi prioritas," kata Mukti.

KY akan mengumpulkan dan menggali informasi termasuk dengan melakukan pemeriksaan terhadap pelapor (KPK) dan saksi. Selain itu, KY juga bisa memanggil dan memeriksa tiga hakim PN Tipikor Jakarta yang dilaporkan. "Namun, KY menegaskan tidak akan masuk terkait teknis yudisial. KY akan melihat apakah ada pelanggaran etik di balik putusan tersebut," kata Mukti.

Dalam laporan ke KY dan Bawas, Ketua KPK Nawawi Pomolando menilai Fahzal cs terkesan mengarahkan dan memaksa jaksa penuntut umum. Hal ini merujuk pada perkataan para hakim usai membacakan putusan sela.

Sesuai aturan, kata Nawawi, hakim seharusnya wajib mengingatkan para pihak tentang potensi hukum lain yang bisa ditempuh usai putusan. Akan tetapi, saat itu, hakim justru seolah memaksa Jaksa KPK untuk menjalankan semua isi putusan, tanpa penjelasan soal hak banding. "Majelis hakim terkesan, sudahlah penuhi saja syarat administrasi baru diajukan kembali. Itu bagi kami satu bentuk pelanggaran kode etik," ujar Nawawi.

Sebelumnya, majelis hakim PN Tipikor Jakarta yang dipimpin Fahzal Hendri tiba-tiba mengabulkan eksepsi Gazalba Saleh melalui putusan sela, Senin (27/5/2024). Dalam putusan tersebut, hakim menilai persidangan tak bisa dilanjutkan karena dakwaan KPK tak sah.

Alasannya, hakim menilai, jaksa KPK seharusnya melampirkan surat delegasi dari jaksa agung dalam perkara Gazalba Saleh. Tak adanya surat delegasi dituding membuat dakwaan TPPU kepada Gazalba tak sah.

Selain menghentikan sidang, majelis hakim juga memerintahkan KPK segera membebaskan Gazalba dari tahanan. KPK pun terpaksa menjalankan semua putusan majelis hakim PN Tipikor Jakarta, termasuk membebaskan Gazalba. Meski demikian, mereka kemudian mengajukan gugatan banding ke PT Tipikor DKI Jakarta. 

PT Tipikor DKI Jakarta pun membela KPK dengan memerintahkan persidangan Gazalba Saleh harus dilanjutkan. Meski demikian, pengadilan memang tak menyebut kewajiban KPK untuk kembali menahan hakim agung tersebut.

Dalam kasus TPPU, KPK menjerat Gazalba sebagai terdakwa penerimaan gratifikasi dan TPPU. Hakim agung non-aktif ini dituduh menerima sejumlah pemberian uang dan barang atau jasa dalam kaitan penanganan sejumlah perkara di Mahkamah Agung.

KPK menuding ada sejumlah bukti penerimaan gratifikasi pada periode 2020-2022. Hal ini selaras dengan temuan penyidik tentang sejumlah aset bernilai ekonomis yang dimiliki Gazalba namun tak masuk dalam data LHKPN. 

Beberapa di antaranya adalah mobil mewah; satu unit rumah mewah yang dibayar tunai di Cibubur, Jakarta Timur; dan satu rumah mewah di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Selain itu, KPK juga mendapat laporan Gazalba berulang kali menukarkan uang asing dengan identitas orang lain ke money changer. Nilainya juga miliaran rupiah.