Tengah Dilidik! KPK Bongkar Dua Modus Fraud BPJS Kesehatan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Juli 2024 18:30 WIB
BPJS Kesehatan (Foto: Dok MI/Aswan)
BPJS Kesehatan (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan penyelidikan terkait kasus dugaan fraud klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan di tiga rumah sakit. 

Tim bersama yang juga berisi Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan dua modus utama yang terjadi pada dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

Hal ini ditemukan saat tim tersebut melakukan audit terhadap klaim layanan kesehatan dari enam RS di tiga provinsi ke BPJS Kesehatan; khusus untuk layanan fisioterapi dan operasi katarak.

"Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya hanya ada sekitar 1.000 kasus di buku catatan medis. Jadi sekitar 3 ribuan itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya gak ada di catatan medis," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, Rabu (24/7/2024).

Keberadaan 3.269 klaim fiktif ini menjadi salah satu modus yang dilakukan dengan istilah medical diagnose yang dibuat tak benar.

Sebagai contoh, sebuah rumah sakit tercatat pernah menagihkan biaya 10 kali tindakan fisioterapi seorang pasien ke BPJS Kesehatan. Usai diperiksa, pasien tersebut ternyata mengaku hanya menjalani tindakan terapi sebanyak 2 kali. 

Demikian pula dengan operasi katarak, sebuah rumah sakit sempat mengajukan klaim pelaksanaan operasi untuk 39 pasien. Namun, secara faktual, rumah sakit tersebut hanya melakukan operasi katarak pada 14 pasien. "Ini operasi kataraknya hanya satu mata, tapi diklaimnya dua mata," kata Pahala.

Modus kedua, kata Pahala, disebut dengan istilah Phantom Billing yang merupakan tindak kejahatan yang lebih parah. Hal ini terjadi saat rumah sakit sebenarnya tak memiliki pasien, namun tetap mengajukan klaim tindakan medis ke BPJS Kesehatan.

Menurut dia, secara faktual, rumah sakit sebenarnya tak melakukan tindakan medis apa pun. Mereka juga tak memiliki pasien. Namun, mereka melakukan rekayasa dokumen medis sehingga seolah ada sejumlah pasien yang melakukan beberapa tindakan medis; yang semuanya adalah fiktif.

"Bedanya; phantom billing pasiennya gak ada, terapinya gak ada, tapi klaimnya ada. Kalau medical diagnouse; pasiennya ada, terapinya ada, tapi klaimnya kegedean. Secara sengaja terapi dua kali, tapi diklaim 10 kali," tandas Pahala.