Polda Sulit Diandalkan! Mabes Polri dan Kementerian Terkait Didesak Tindak Tegas Tambang Galian C Ilegal di Jabar dan Banten

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Juli 2024 1 hari yang lalu
Kegiatan usaha tambang galian C diduga ilegal makin marak di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten (Foto: Istimewa)
Kegiatan usaha tambang galian C diduga ilegal makin marak di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Kegiatan usaha tambang galian C diduga ilegal makin marak di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Banten. Warga setempat mendesak aparat penegak hukum (APH) dan kementerian terkait agar turun tangan.

Adapun tambang galian C yang diduga ilegal itu di Maja, Banten. Ribuan truk tronton setiap hari mengangkut tanah dan batu dari lokasi tersebut. 

Sementara di wilayah Bogor dan Karawang, Jawa Barat juga marak penambangan ilegal tanah, pasir dan batuan. 

Riban truk-truk pengangkut tambang galian C tersebut bebas tanpa ada tindakan tegas dari aparat. 

Sehingga warga setempat yang tinggal di lokasi tambang menduga kuat kegiatan tersebut dibekingi oleh aparat pada level pejabat tinggi. 

Berdasarkan penelusuran, tanah dan batuan itu dijual ke proyek-proyek pemerintah maupun swasta. 

Seperti pengurukan jalan tol dan pengurukan laut atau reklamasi di pantai utara Jakarta yang kini menjadi proyek strategis pemerintah atau PSN.

Salah satu warga di Maja, Saiman (47), mengungkap hampir semua pengusaha tambang galian C ilegal di wilayah itu beroperasi bertahun-tahun tanpa takut terkena tindakan dari aparat hukum. 

Kondisi ini telah menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan dan keselamatan warga setempat.

Masyarakat mendesak agar kegiatan tambang ilegal ini dihentikan, mengingat selain merusak alam, tambang-tambang ini juga tidak memiliki izin resmi. 

Namun, para pengusaha tambang tampaknya tidak terpengaruh oleh desakan tersebut dan tetap melanjutkan aktivitas mereka.

“Sudah banyak tambang galian C yang hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan dampak sosial dan lingkungannya". 

"Mereka tidak melakukan pengurugan kembali atau reklamasi, sehingga meninggalkan bekas galian yang membahayakan dan sering memakan korban,” kata Saiman.

Tak hanya itu, adanya tambang tidak berizin atau ilegal tersebut, maka masyarakat setempat dan negara juga dirugikan dari sisi pendapatan pajak dan lainnya.

Menurut Pasal 96 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, para pengelola tambang memiliki lima kewajiban, termasuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan, serta reklamasi dan pemulihan pasca tambang. 

Sayangnya, kewajiban ini dipastikan diabaikan oleh para pengusaha tambang ilegal.

Saiman dan warga lainnya pun mendesak Mabes Polri dan Kementerian terkait turun tangan dan menindak tegas tambang galian C ilegal yang masih beroperasi tersebut. 

Pasalnya, sulit mengandalkan Polda Banten dan Polda Jabar atau Pemprov setempat dalam memberantas tambang ilegal tersebut karena diduga beking dari tambang-tambang ilegal ini juga sampai di level aparat atau pemerintah pusat.

Berdasarkan Pasal 158 UU No 4 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. 

Selain itu, pengelola juga diwajibkan memiliki izin khusus untuk penjualan dan pengangkutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 161 UU yang sama.

Penambangan galian C material Tanah Urug, Pasir dan Batuan. ⁠Tidak memiliki bukti kepemilikan lahan, atau izin dari pemilik lahan. 

Tidak memiliki ijin sama sekali, (ijin lingkungan : masyarakat sekitar, RT / RW, Lurah / Desa, Kecamatan) dan instansi terkait di tingkat Daerah Kab/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat.

Kalaupun ada memiliki izin dilakukan dengan berkedok melaksanakan proyek pembangunan atau penataan/pematangan lahan fiktif sperti untuk pembuatan lahan pertanian, perkebunan, kawasan perumahan, kawasan industri dan lainnya. 

Hal itu dilakukan dengan menerbitkan kontrak/SPK/ PO (pematangan lahan/cut and fill) fiktif.

Maka berdasarkan Kontrak / SPK / PO Fiktif tersebut pelaku tambang ilegal mengajukan izin angkut ke instansi pemerintah daerah setempat dengan dalih ada kelebihan material tanah, batuan yang harus diangkut atau dibuang keluar area proyek.

Anehnya, kelebihan material tanah batuan yang harus diangkut atau dibuang keluar itu dijual sampai jutaan meter kubik.

Izin angkut yang dikeluarkan oleh Pemda setempat dengan hasil kongkalikong.  

Pihak Pemda Jabar dan Banten pun paham bahwa Kontrak/SPK/PO itu fiktif.

Pihak-pihak yang membeli material tanah/batuan ilegal tersebut adalah kontraktor-kontrak pelaksana pekerjaan timbunan tanah. 

Kontraktor tersebut seperti BUMN Karya plat merah seperti WIKA, HK, Nindya bahkan yang mengerjakan PSN seperti pembangunan jalan tol, pembangunan kawasan permukiman, kawasan industri, reklamasi pantai serta proyek-proyek pemerintah lainnya yang dibiayai oleh dana APBD dan APBN.

Proyek-proyek yang dibiayai oleh pemerintah tersebut menggunakan material-material dari sumber yang ilegal. 

Dampaknya, tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh praktik-praktik penambangan tanah dan batu batuan ilegal tersebut sangatlah besar seperti banjir dan longsor.

Termasuk jalan-jalan keluar masuk menuju lokasi tambang yg dilalui truk-truk besar umumnya yang berwarna hijau yang setiap saat bisa kita lihat di jalan-jalan raya dan jalan tol seputar jakarta, jawa barat dan banten juga sangat tidak memperdulikan kapasitas tonase atau kelas jalan yang dilewati.