Daftar Panjang Kebobrokan KPU RI - Seluruh Komisioner Harus Diganti!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Juli 2024 13:17 WIB
Komisi Pemilihan Umum (KPU) (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemilihan Umum (KPU) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Pemecatan Hasyim Asy'ari sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menambah panjang daftar kebobrokan di internal lembaga penyelenggaraan pemilu tersebut. 

Pasalnya, pemecatan Hasyim berdekatan jaraknya dengan pelanggaran kode etik pedoman penyelenggara Pemilu 2024 sebelumnya.

Dalam sidang putusan terhadap perkara nomor 135-PKE/DPP/XII/2023, 136-PKE/DKPP/XII/2023, 137-PKE/DKPP/XII/2023, dan 141-PKE/DKPP/XII/2023, DKPP memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari lantaran menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres).

Selain Hasyim, dalam putusan yang sama, enam anggota KPU RI juga turut diberi sanksi peringatan keras.

Jika ditelisik lebih lanjut, pimpinan KPU periode 2017-2022 juga punya daftar pelanggaran etik. 

Pada 2021, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan ketua kepada Arief Budiman selaku Ketua KPU RI periode 2017-2022 dalam perkara 123-PKE-DKPP/X/2020.

Arief Budiman diadukan ke DKPP karena mendampingi dan menemani Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.

Dalam persidangan, Arief Budiman berdalih kehadiran dirinya di PTUN Jakarta untuk memberikan dukungan moral, simpati, dan empati atas dasar rasa kemanusiaan. 

Dia berdalih bahwa kehadirannya adalah sebagai individu, bukan mewakili lembaga.

Anggota Majelis DKPP, Didik Supriyanto, saat membacakan pertimbangan menjelaskan bahwa DKPP sangat memahami ikatan emosional Teradu (Arief) dengan Evi Novida Ginting Manik yang merintis karier sebagai penyelenggara pemilu dari bawah hingga menjadi komisioner di KPU RI untuk periode 2017-2022.

Namun, ikatan emosional sepatutnya tidak menutup atau mematikan sense of ethic dalam melakoni aktivitas individual yang bersifat pribadi. 

Hal itu karena Arief tengah menduduki jabatan Ketua merangkap Anggota KPU. Jadi, dia harusnya perpegang pada ketentuan hukum dan etika jabatan sebagai penyelenggara pemilu.

Pada 2020, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, juga mengundurkan diri usai terlibat dalam dugaan penerimaan suap penyelenggaraan Pemilu 2019. 

KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan pada Rabu (8/1/2020).

Ketika diringkus, Wahyu berada di Bangka Belitung bersama seorang stafnya untuk menjalankan tugas dari KPU. Dia diduga menerima suap tukar guling jabatan anggota DPR antara PDIP dan Komisioner KPU.

“Jadi, memang ini adalah bagian dari atau cara kita melihat bagaimana bobroknya KPU,” ujar peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz, Selasa (9/8/2024).

Kahfi melanjutkan bahwa KPU tentu harus berbenah dan memperbaiki kinerjanya usai kasus-kasus yang sudah menimpanya. Sebab, kepercayaan publik terhadap penyelenggaran pemilu menjadi taruhannya. Terlebih, KPU musti menyelenggarakan pilkada serentak pada November 2024 mendatang.

“Saya kira menjadi penting KPU mengembalikan kembali kepercayaan publik terhadap institusi,” jelas Kahfi.

Dia juga menuturkan bahwa KPU punya peran sangat krusial dalam penyelenggaran pemilu. Mulai dari mempersiapkan regulasi hingga pelaksanaan teknis. 

Sementara dalam konteks pilkada nanti, meski program-program tahapan pelaksanaan ada di KPU daerah, KPU RI tetap memiliki peran yang sangat krusial.

“Kenapa? karena KPU RI berperan sebagai koordinator dan juga regulator,” tandasnya.

Terkait hal ini, Komisioner KPU RI, Idham Holik, mengatakan pihaknya menerima seluruh kritikan dari masyarakat, termasuk atas penilaian bobroknya lembaga tempatnya bekerja. 

Kritikan tersebut, kata Idham, justru menjadi tantangan bagi KPU saat ini untuk membuktikan bahwa perjalanan penyelenggaran pemilu 2024 ini bisa baik dan memenuhi ketentuan peraturan serta harapan publik.

"Kritik itu menandakan bahwa demokrasi sehat. Oleh karena itu, kami harus menghormati kritik tersebut dan kami yakin kami dapat menjawab kritikan tersebut dengan kinerja yang baik," kata Idham, Selasa (9/7/2024).

Idham melihat kritik tersebut sebagai sinyal bahwa masyarakat sangat menginginkan demokrasi dan penyelenggaraan pilkada serentak yang baik dan membanggakan. Dalam artian, pelaksananya berkualitas.

"Oleh karena itu, KPU fokus bagaimana menjalankan tahapan penyelenggaraan pilkada serentak secara nasional sebaik-baiknya," katanya.

KPU, kata Idham, juga sudah mengonsolidasikan kepada seluruh KPU daerah agar dapat memastikan seluruh tahapan penyelenggaraan pilkada tidak terganggu dan dapat terlaksana sesuai dengan jadwal sudah ditentukan.

Selain itu, KPU juga sudah mengonsolidasikan KPU daerah agar membuka ruang partisipasi lebih luas pada masyarakat. Hal itu perlu dilakukan supaya publik dapat menggunakan haknya dengan maksimal.

Krisis keteladanan

Salah satu persoalan besar bangsa saat ini adalah krisis keteladanan. Apa yang ditunjukkan oleh pemimpin lembaga negara, seperti di Mahkamah Konstitusi dan yang terbaru Ketua KPU, semakin menambah daftar panjang krisis keteladanan ini.

"Perlu perhatian serius dalam proses seleksi, pemilihan atau pengangkatan para penyelenggara negara di satu pihak. Di pihak lain, perlu ketegasan dalam penegakan hukum," kata Sekretaris Komisi Kerasulan Awam KWI Romo Hans Jeharut saat dihubungi, Minggu (7/7/2024).

Para penyelenggara negara, selayaknya memiliki kualifikasi negarawan, orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri dan mengabdikan penuh dirinya dengan segala kapasitas dan kuasa yang dimilikinya untuk memberi yang terbaik untuk bangsa dan negara.

Komisioner harus diganti! 

Menurut mantan Menko Polhukam dan mantan calon wakil presiden 2024, Mahfud Md, dugaan ‘dosa’ KPU RI tidak berhenti sampai di situ. 

Berdasarkan info dari obrolan yang bersumber dari Podcast Abraham Samad SPEAK UP, disebut setiap komisioner KPU sekarang memakai 3 mobil dinas mewah, penyewaan jet pribadi untuk alasan dinas namun berlebihan, juga fasilitas lain jika ke daerah yang bersifat asusila.

“DPR dan Pemerintah perlu bertindak dan tidak diam,” tegas Mahfud seperti dikutip Monitorindonesia.com, dari cuitan di akun X miliknya, Rabu (10/7/2024).

Mahfud berpandangan, berdasarkan alasan tersebut, secara umum KPU dinilai sudah tak layak menjadi penyelenggara pemilihan umum kepala daerah yang sangat penting bagi masa depan Indonesia. 

Maka dari itu, sebagai pakar hukum tata negara, Mahfud mendorong agar semua komisioner KPU RI dicopot dari jabatannya dan diganti dalam waktu dekat.

“Pergantian semua komisioner KPU perlu dipertimbangkan tanpa harus menunda Pilkada November mendatang,” saran Mahfud.

Meski diganti, Mahfud memastikan hal itu bukan sebagai upaya mendiskualifikasi hasil ketetapan Pilpres dan Pileg 2024 yang sudah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Pilpres dan Pilleg 2024 sebagai hasil kerja KPU sekarang sudah selesai, sah, dan mengikat,” tegas dia.

Mahfud mencatat, MK dalam putusan No. 80/PUU-IX/2011 menyebutkan "jika komisioner KPU mengundurkan diri maka tidak boleh ditolak atau tidak boleh digantungkan pada syarat pengunduran itu harus diterima oleh lembaga lain". 

Melalui landasan hukum tersebut, maka sangatlah dimungkinkan bagi seluruh komisioner untuk diganti.

"Ini mungkin jalan yang baik jika ingin lebih baik,” tandasnya.

Dugaan korupsi

Ketua Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam menilai, kasus asusila Hasyim Asy'ari bisa tidak hanya soal pelanggaran etika. Namun bisa ditelusuri ke ranah pidana dengan dugaan korupsi.

"Temuan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sudah bisa menjadi salah satu bukti awal dari aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan langkah proaktif. Apalagi ada pembayaran hotel yang hampir 1 bulan (untuk CAT) saya kira harus ditelisik," kata Arif kepada awak media di Jakarta, seperti dikutip Minggu (7/7/2024).

Arif mendorong, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus proaktif, apakah mereka sudah melansir soal pertanggungjawaban anggaran KPU pada satu bulan yang lalu. Sebab berdasarkan putusan DKPP, terkuak ke publik ada beberapa fasilitas negara yang dianggap disalahgunakan.

"Jadi lakukan langkah cepat, audit investigatif," saran Arif.

Dengan demikian, Arif yakin Hasyim bisa dijerat dengan tindak pidana lewat upaya proaktif dari aparat penegak hukum yang kaitan dengan kasus korupsinya.

"Jadi bukan hanya etik tapi ada tindakan pidana korupsi, jadi kita mendorong KPK jangan hanya saat pemilu saja memantau money politik serangan fajar, KPK kewenangannya cukup besar berkontribusi dalam demokrasi elektoral kita," pungkas Arif.