500 Ribu Unit Truk di Jakarta Tak Uji KIR: Pemprov Buntung, Siapa Diuntungkan?

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 3 Juli 2023 08:00 WIB
Jakarta, MI - Pancaran sinar matahari yang menyegat kulit hampir berada di atas kepala pada Selasa (27/6) pekan lalu, saat berkunjung di lokasi Pengujian Kendaraan Bermotor atau Kir di Jl. Raya Cakung Cilincing Km. 17, Jakarta Utara. Waktu telah menunjukkan pukul 11.35 WIB. Namun, lokasi Kir yang dikelola Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta itu sudah sepi. Tak ada satupun terlihat kendaraan yang melakukan uji Kir. Hanya ada 4 orang security yang berjaga tak jauh pintu masuk kendaraan ke lokasi pengujian Kir Cilincing. Unit Pengelola (UP) Kir Cilincing memang khusus untuk melakukan uji kendaraan panjang atau kendaraan gandeng. Sebagai informasi, Kir atau Uji Kendaraan Bermotor merupakan suatu proses pengujian suatu kendaraan yang menandakan bahwa kendaraan tersebut layak digunakan secara teknis di jalan raya. Ada 5 lokasi uji Kir di Jakarta: Jakarta Utara: Cilincing, Jakarta Selatan: Jagakarsa, Jakarta Barat: Kedaung Angke, Jakarta Timur: Ujung Menteng dan Pulogadung. Tempat pengujian kendaraaan Cilincing berada di lapangan yang luasnya sekitar setengah hektar. Terdapat tiga unit tempat pengujian kendaraan di lokasi itu. Artinya, hanya tiga unit kendaraan bisa melakukan uji Kir saat bersamaan. Untuk uji Kir, setiap kendaraan memerlukan waktu minimal setengah jam. Uji Kir di Cilincing dibuka mulai Senin-Jumat: 08.00 sampai pukul 15.00 WIB. Tim Investigasi Monitor Indonesia yang berkunjung ke UP Kir Cilincing pada Selasa pekan lalu, kaget. Apa dianya? Tak ada satupun kendaraan yang melakukan uji Kir di lokasi itu. Lokasi uji Kir sepi melompong dari kendaraan. Menurut petugas UP Kir Cilincing bernama Helmi yang ditemui Monitor Indonesia di lokasi, suasana tersebut memang kerap terjadi karena sudah menjelang istirahat makan siang. "Jam segini (11.36 WIB) memang sudah sepi. Bukan berarti tidak ada kendaraan yang uji Kir. Pagi biasanya ramai," kilah Helmi. Helmi mengklaim, Kir Cilincing bisa melakukan uji kendaraan sebanyak 200 sampai 300 unit per hari. Angka yang sangat tak masuk logika dimana setiap jam hanya maksimal 6 kendaraan yang bisa diuji. Bila dalam sehari buka 8 jam maka maksimal yang bisa di uji Kir hanya 48 unit. Tentu kendaraan yang masuk ke lokasi pengujian Kir dengan 48 unit saja sudah pasti antrean panjang. Selanjutnya, dimana lokasi Kir kendaraan yang dimaksud petugas tersebut? Dua pekan lalu, yakni Jumat 23 Juni 2023, Tim Monitor Indonesia juga melakukan investigasi ke UP Pengujian Kendaraan Bermotor Ujung Menteng, N1 Jalan Raya Bekasi, Jakarta Timur. Tim yang tiba di lokasi pada pukul 13.00 WIB, lokasi Kir juga sepi alias kosong melompong. Sama seperti di Cilncing selama 2 jam di lokasi, terpantau hanya ada satu atau dua kendaraan yang melakukan uji Kir. [caption id="attachment_551690" align="aligncenter" width="300"] Foto tangkapan layar lokasi uji kir di Ujung Menteng. [Dok. MI][/caption]Kepala UP Kir Ujung Manteng, Masdes mengaku kendaraan yang uji Kir biasanya padat saat pagi hari. "Pagi biasanya ramai mas," ucap Masdes kepada Monitor Indonesia. [caption id="attachment_551673" align="aligncenter" width="300"] Kepala UP Kir Ujung Menteng, Jakarta Timur Masdes [Foto: Dok. MI][/caption]Menurut Data Dirlantas Polda Metro Jaya tahun 2022, terdapat 748.395 unit truk dan 37.180 unit bus yang beroperasi di Jakarta. Sesuai aturan, semua unit kendaraan angkutan barang dan manusia itu wajib melakukan ujir Kir 2 kali dalam setahun. Biaya Kir setiap 6 bulan sekali yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 87.000. Bila setahun sebesar hanya sebesar Rp 174.000. Dana tersebut masuk dalam retribusi Pendapaan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta. Menurut Data yang diterima Monitor Indonesia dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta 2022, total realiasi retribusi Kir mobil barang, mobil bus dan kendaraan khusus hanya sebesar Rp 43.424.214.000 atau Rp 43,4 miliar. Angka itupun sudah surplus 12 persen dari target yang diajukan Dishub DKI Jakarta Rp 38,8 miliar. Retribusi dari uji Kir itu berasal total 502.320 kendaraan per tahun. Artinya bila dibagi dua kali Kir dalam setahun maka total kendaraan yang real di uji kir hanya sekitar 250.000 kendaraan. [caption id="attachment_551681" align="aligncenter" width="300"] [Sumber: Bapenda DKI Jakarta][/caption][caption id="attachment_551688" align="aligncenter" width="300"] [Sumber: Bapenda DKI Jakarta][/caption]Sementara realiasi kendaraan tempel atau gandeng pada 2022 hanya Rp2.886.399.000 atau Rp 2,8 miliar. Target awal hanya Rp 2,6 miliar. Surplus 12 persen dari target!. Total kendaraan yang di Kir 33.177 per tahun. Bila dibagi dua maka total kendaraan yang di Kir hanya sekitar 17.000 unit kendaraan gandeng. Sementara jumlah kendaraan yang harus Kir di DKI Jakarta yakni angkutan barang dan manusia sebanyak 750.000 unit, sementara yang melakukan uji Kir hanya 250.000 unit. Kemana kendaraan yang 500.000 unit x 2 kali dalam setahun membayar Kir? Kehilangan PAD Rp 87 Miliar/Tahun Artinya ada kehilangan pendapatan dari retribusi Kir di Jakarta 1.000.000 unit x Rp 87.000 = Rp 87 miliar per tahun. Bagi pengusaha angkutan barang, biaya retribusi Kir senilai Rp 174.000 per tahun per unit kendaraan bukan masalah. Terus, kenapa tidak melakukan uji Kir? Bagaimana dengan kelaikan jalan dan keselamatan di jalan raya? Apa tidak ada penindakan dari petugas Dishub DKI Jakarta di jalan raya dan aparat Polisi Lalu Lintas saat truk-truk yang tak uji Kir itu beroperasi? Selanjutnya Monitor Indonesia pun melakukan wawancara dengan sejumlah pengusaha truk yang ada di Jakarta. Pengusaha truk bernama Jhonson (58) mengungkap sejumlah hal mengagetkan kenapa dia enggan melakukan uji Kir yang disediakan Pemprov DKI. Jhonson bercerita pada Tahun 2020, membeli 2 truk baru keluaran 2019. Urusan Kir masih tanggungjawab karoseri karena dibeli on the road (OTR). Karoseri tentu sesama rekanan Misubishi. Setelah bak jadi, truk diantar ke kantornya di bilangan Cakung, Jakarta Timur. Jenis truk baru itu Colt Diesel FE74HD. 135 cc, hf Canter. "Sebenarnya (truk) bisa mengangkut 15 ton menurut spesikasinya. Setelah 6 bulan, karena Kir sudah tanggungjawab pemilik, maka selanjutnya mendaftar ke Kir via online. Daftar online diterima, mobil dibawa ke UP Kir Cilincing, Jakarta Utara ternyata mobil tidak lolos (Kir)," ungkap Jhonson memulai pembicaraan. Alasan petugas Kir di Cilincing, kata dia, bak truknya terlalu besar. Tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan Pemda DKI. Jhonson sempat meluapkan emosi karena truk yang baru 6 bulan dibeli dan lolos Kir diawal tetapi setelah 6 bulan berikutnya ditolak alias tak lolos uji Kir. Pengusaha yang bergerak di bidang kontraktor itu pun mencoba menghubungi koleganya di Dishub DKI Jakarta untuk mempertanyakan truk yang baru 6 bulan lalu dibeli itu bisa lolos kir. Koleganya di Dishub DKI itupun mengaku bisa membantu meloloskan Kir truk tersebut dengan cara harus menukar bak. Ada beberapa penawaran dengan saran, bak ditukar dulu supaya lulus kir. "Diinfokan oleh sopir saya, setelah sopir melapor dengan informasi tersebut, saya langsung marah ke pihak dealer yang mengusurusi karoseri di awal". 'Bang, kenapa dibuat bak truk yang tidak lulus kir? Iya pada umumnya seperti itu yang diinginkan konsumen lain. Trus gimana kir-nya kalau gak lulus? Jawabannya, "kalau mau kir dibuka baknya, ganti dengan bak standar selanjutnya baru lakukan kir. Setelah surat kir keluar baru pasang lagi baknya," tutur Jhonson menirukan ucapan petugas dealer penjual truknya saat itu. Sewa Bak Standar untuk Lolos Kir Butuh waktu 2-3 hari untuk bongkar pasang bak truk tersebut itupun jika lancar. Biaya sewa bak standar lolos Kir Rp 3 juta. Pada saat itu, awalnya Jhonson pun tidak ada pilihan. Untuk aman di jalan raya maka uji Kir dengan bak sewa Rp 3 juta harus dilakukan. "Walaupun pada dasarnya kita kecewa. Sebab, karoseri itu ditunjuk oleh mitranya Mitsubishi menghasilkan bak yang tidak sesuai aturan pemerintah. Proses yang bertele-tele dan hasilnya tidak benar. Kir dengan kapasitas 8 ton yang lulus sesuai aturan pemda, jelasnya armada kita muatan 15 ton. Masih berpotensi ditangkap di lapangan oleh pihak dishub di jalan raya," katanya. Kerugian Jhonson tidak hanya untuk menyewa bak sesuai aturan Kir, tetapi juga truk tidak bisa beroperasi setidaknya 3 hari karena harus pasang dan buka bak. Karena ribet, tahun 2021, Jhonson pun memutuskan menjual 2 unit truknya. Menurutnya, truk tersebut tetap jadi barang ilegal karena suratnya tidak mencerminkan sesuai dengan barang aslinya. Karena bak standar, keluar kir-nya. Walaupun teman-temannya pengusaha memberikan opsi atau tawaran agar memakai jasa pihak ketiga walaupun tidak kir tapi aman beroperasi di jalan raya. "Menurut beberapa kawan yang punya armada, mereka memberikan pandangan lebih baik ikut koordinator, assosiasi dengan hanya membayar 200 ribu per bulan, dengan keuntungan ditawarkan tidak perlu kir, kalau pajak STNK mati juga gak apa apa, kalau ada  kendala di jalan raya mereka yang siap bantu urus semua. Walaupun ada kejadian seperti kecelakaan mereka siap bantu," ungkap Jhonson. Tim Monitor Indonesia pun mencoba menemui salah seorang pengusaha truk yang sudah lama beroperasi tanpa harus melakukan uji Kir. Pengusaha truk itu bernama Andi (64) yang memiliki puluhan armada truk yang rata-rata sudah diatas 5 tahun. Pengusaha asal Medan, Sumatera Utara itu tak mau ambil pusing soal Kir. Yang penting bagi dia, armadanya tetap bisa aman di jalan raya tanpa khawatir dengan petugas Dishub dan Polantas. Bagaimana caranya? Andi mengatakan, armadanya kalau di uji kir sudah pasti tidak lolos. Sebab, mayoritas truk-truk yang ada di Jakarta karoseri truknya tidak sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah. Untuk mengantisipasi hal itu, ada pihak ketiga yang mengelola jasa khusus tanpa Kir bahkan pajak STNK mati pun, armada tetap bisa aman di Jalan Raya. Sticker "CMC" "Nah, itu ada namanya CMC. Bisa dihubungi orangnya. CMC itu ibarat judi online Togel. Ada wujudnya tapi orangnya sulit ditemui," beber Andi. Dia pun menyarankan untuk mengecek truk-truk yang beroperasi di jalanan Ibukota yang di kaca depannnya terdapat stiker khusus bernama "CMC". "Truk ber-kode CMC pasti lolos dari razia petugas Dishub atau Polantas. Bahkan, kalau petugas Dishub atau Polantas me-razia truk-truk berkode CMC itu bisa bermasalah dia," ujar Andi. Namun, untuk mendapatkan stiker "CMC" pemilik truk harus mendaftar dan membayar iuran bulanan. Untuk truk engkel harus bayar Rp 200 ribu per bulan dan truk diatas 20 ton harus bayar Rp 500 ribu per bulan. "Lihat saja di jalan raya, hampir 99 persen truk tanah itu ber code CMC. Mereka tak perlu Kir, aman-aman saja di jalan raya. Kalau ada kecelakaan atau kejadian juga ada orang CMC yang menangani. Langsung beres," katanya. Bila dihitung pendapatan "CMC" tersebut sangat fanstatis. Ada 500.000 unit truk yang tidak melakukan uji kir di DKI Jakarta maka jumlah yang mereka raup minimal Rp 100 miliar per bulan. Setahun mencapai Rp 1,2 triliun. Tim Investigasi pun mencoba menelusuri siapa pemilik "CMC" tersebut namun sulit terlacak. Di Google pencarian juga perusahaan tersebut tidak ada informasi. Bahkan, Kepala UP Kir ujung Menteng, Jakarta Timur Masdes mengaku tidak tahu siapa pemilik "CMC" tersebut. Walaupun dia mengatakan, Kir swasta itu diperbolehkan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Kalau yang CMC saya enggak tahu mas. Coba saja ditelusuri," ucap Masdes saat ditemui di Kantornya Jl Raya Bekasi, Jakarta Timur pada 23 Juni 2023. Di jalanan ibukota Jakarta, truk-truk menggunakan sticker "CMC" terpantau bersiliweran. Pengusaha harus rela mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah per tahun agar "aman" di jalan raya. Yang menjadi pertanyaan, kenapa tempat Kir di Jakarta sepi melompong. Siapa pengelola atau pemilik "CMC" yang sangat berpengaruh tersebut. Bagaimana kerugian negara dan masyarakat atas ketidakpatuhan uji Kir. Kenapa tidak ada tindakan dari pihak terkait dalam hal ini Dishub DKI Jakarta dalam menertibkan kendaraan pengangkut barang yang tidak lolos uji Kir tersebut? [MI/Tim Investigasi] Bagian 1 #Korupsi Kir Jakarta

Topik:

uji kir