Pengusaha dan Sopir Angkutan Barang Jadi Objek "Pemerasan" di Jalan Raya

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 3 Juli 2023 20:13 WIB
Jakarta, MI - Pengusaha angkutan barang (truk) dan sopir kini menjadi "sapi perahan" oknum petugas Dinas Perhubungan (Dishub) dan oknum Polisi Lalu Lintas di Jalan Raya. Sehingga tak mengherankan saat ini banyak sopir enggan bekerja sebagai sopir angkutan barang. Hal itu diungkapkan oleh Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno kepada Monitorindonesia.com di Jakarta, Senin (3/7). Djoko menanggapi pemberitaan Monitor Indonesia terkait sekitar 500 ribu truk di Jakarta saat ini enggan uji kelayakan kendaraan bermotor atau Kir. Djoko mengungkap bahwa secara nasional sebanyak 80 persen angkutan barang di Indonesia tak lulus uji Kir. Alasan pengusaha angkutan barang karena berbagai hal dan uji Kir yang sulit. "Saya banyak kenal pengusaha angkutan barang, mereka semuanya mengeluhkan proses uji Kir. Kondisi pengusaha angkutan barang dan sopirnya sangat memprihatinkan," ujarnya. Karena armada tak lolos Uji Kir, pada akhirnya sopir-sopir di jalan raya menjadi objek pemerasan oknum Dishub dan Polantas. Sopir tidak bisa berbuat apa-apa selain harus "biaya keamanan" di jalan raya. Untuk menjaga agar usaha angkutan barang tetap berjalan, pengusaha bahkan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar kepada oknum-oknum tertentu. Hal itu seperti munculnya pihak ketiga yang bisa menjamin truk-truk yang bersileweran di jalan raya terbebas dari penertiban aparat terkait. "Mereka (pengusaha truk) harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit agar armada mereka bisa jalan. Namun kenyataan di lapangan juga sopir-sopir truk juga jadi bahan pemerasan oknum terkait," katanya. Seharusnya, kata Djoko, pemerintah yang menjamin keberlangsungan hidup angkutan barang. Bukan malah pihak-pihak lain yang mana bisa memberikan jaminan usaha. Djoko juga menyoroti keluhan pengusaha angkutan barang selama ini. Mereka juga jadi objek "pemerasan" oknum petugas Kir. "Bahkan pengusaha bisa dipaksa untuk mengeluarkan uang jutaan rupiah agar truknya bisa lolos Kir. Ini sangat memprihatinkan ya," ungkapnya. Bilamana truk tak memiliki surat lolos Kir, sambung dia, hampir dipastikan sopir-sopir di jakan raya menjadi objek pemerasan oknum petugas penertiban. "Pengusaha diperas kasihan juga. Biaya di jalan raya itu sangat besar jumlahnya. Tak heran untuk jadi sopir truk orang sudah malas," katanya. Diberitakan sebelumnya, lokasi Pengujian Kendaraan Bermotor atau Kir di Jl. Raya Cakung Cilincing Km. 17, Jakarta Utara selalu terlihat sepi. Tempat pengujian kendaraaan Cilincing berada hamparan lapangan yang luasnya sekitar setengah hektar. Terdapat tiga unit tempat pengujian kendaraan di lokasi itu. Artinya, hanya tiga unit kendaraan bisa melakukan uji Kir saat bersamaan. Untuk uji Kir, setiap kendaraan memerlukan waktu minimal setengah jam. Uji Kir di Cilincing dibuka mulai Senin-Jumat: 08.00 sampai pukul 15.00 WIB. Tim Investigasi Monitor Indonesia yang berkunjung ke UP Kir Cilincing pada Selasa pekan lalu, kaget. Apa dianya? Tak ada satupun kendaraan yang melakukan uji Kir di lokasi itu. Lokasi uji Kir sepi melompong dari kendaraan. Menurut petugas UP Kir Cilincing bernama Helmi yang ditemui Monitor Indonesia di lokasi, suasana tersebut memang kerap terjadi karena sudah menjelang istirahat makan siang. "Jam segini (11.36 WIB) memang sudah sepi. Bukan berarti tidak ada kendaraan yang uji Kir. Pagi biasanya ramai," kilah Helmi. Helmi menyebut, Kir Cilincing bisa melakukan uji kendaraan sebanyak 200 sampai 300 unit per hari. Angka yang sangat tak masuk logika dimana setiap jam hanya maksimal 6 kendaraan yang diuji. Bila dalam sehari hanya buka 8 jam maka maksimal yang bisa di uji Kir hanya 48 unit. Kendaraan yang masuk ke lokasi pengujian Kir dengan 48 unit saja sudah pasti antrean panjang. Selanjutnya dimana lokasi Kir kendaraan yang dimaksud petugas tersebut? Dua pekan lalu, yakni Jumat 23 Juni 2023, Tim Monitor Indonesia juga melakukan investigasi ke UP Pengujian Kendaraan Bermotor Ujung Menteng, N1 Jalan Raya Bekasi, Jakarta Timur. Tim yang tiba di lokasi pada pukul 13.00 WIB, lokasi Kir juga sepi alias kosong melompong. Sama seperti di Cilncing Selama 2 jam di lokasi, melihat hanya ada satu atau dua kendaraan yang melakukan uji Kir. [caption id="attachment_551690" align="aligncenter" width="300"] Foto tangkapan layar lokasi uji kir di Ujung Menteng. [Dok. MI][/caption]Kepala UP Kir Ujung Manteng, Masdes mengaku kendaraan yang uji Kir biasanya padat saat pagi hari. "Pagi biasanya ramai mas," ucap Masdess kepada Monitor Indonesia. [caption id="attachment_551673" align="aligncenter" width="300"] Kepala UP Kir Ujung Menteng, Jakarta Timur Masdes [Foto: Dok. MI][/caption]Menurut Data Dirlantas Polda Metro Jaya tahun 2022, terdapat 748.395 unit truk dan 37.180 unit bus yang beroperasi di Jakarta. Sesuai aturan, semua unit kendaraan angkutan barang dan manusia itu wajib melakukan ujir Kir 2 kali dalam setahun. Biaya Kir setiap 6 bulan sekali yang ditetapkan Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 87.000. Bila setahun sebesar hanya sebesar Rp 174.000 setiap kendaraan angkutan barang. Dana tersebut masuk dalam retribusi Pendapaan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta. Menurut Data yang diterima Monitor Indonesia dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta 2022, total realiasi retribusi Kir mobil barang, mobil bus dan kendaraan khusus hanya sebesar Rp 43.424.214.000 atau Rp 43,4 miliar. Angka itupun sudah surplus 12 persen target yang diajukan Dishub DKI Jakarta Rp 38,8 miliar. [caption id="attachment_551681" align="aligncenter" width="300"] [Sumber: Bapenda DKI Jakarta][/caption][caption id="attachment_551688" align="aligncenter" width="300"] [Sumber: Bapenda DKI Jakarta][/caption]Sementara jumlah kendaraan yang harus Kir di DKI Jakarta yakni angkutan barang dan manusia sebanyak 750.000 unit, sementara yang melakukan uji Kir hanya 250.000 unit. Kemana kendaraan yang 500.000 unit x 2 kali dalam setahun membayar Kir? Artinya ada kehilangan pendapatan dari retribusi Kir di Jakarta 1.000.000 unit x Rp 87.000 = Rp 87 miliar per tahun. Bagi pengusaha angkutan barang, membayar retribusi Kir senilai Rp 174.000 per tahun per unit kendaraan bukan masalah. Tim Monitor Indonesia pun mencoba menemui salah seorang pengusaha truk yang sudah lama beroperasi tanpa harus melakukan uji Kir. Pengusaha truk itu bernama Andi (64) yang memiliki puluhan armada truk yang rata-rata sudah diatas 5 tahun. Pengusaha asal Medan, Sumatera Utara itu tak mau ambil pusing soal Kir. Yang penting bagi dia, armadanya tetap bisa aman di jalan raya tanpa khawatir dengan petugas Dishub dan Polantas. Bagaimana caranya? Andi mengatakan, armadanya kalau di uji kir sudah pasti tidak lolos. Sebab, mayoritas truk-truk yang ada di Jakarta karoseri truknya tidak sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah. Untuk mengantisipasi hal itu, ada pihak ketiga yang mengelola jasa khusus tanpa Kir bahkan pajak STNK mati pun, armada tetap bisa aman di Jalan Raya. Sticker "CMC" "Nah, itu ada namanya CMC. Bisa dihubungi orangnya. CMC itu ibarat judi online Togel. Ada wujudnya tapi orangnya sulit ditemui," ungkap Andi. Andi pun menyarankan untuk mengecek truk-truk yang beroperasi di jalanan Ibu kota yang di kaca depannnya terdapat stiker khusus bernama "CMC". "Truk ber-kode CMC pasti lolos dari razia petugas Dishub atau Polantas. Bahkan, kalau petugas dishub atau Polantas me-razia truk-truk berkode CMC itu bisa bermasalah dia," ujar Andi. Namun, untuk mendapatkan stiker "CMC" pemilik truk harus mendaftar dan membayar iuran bulanan. Untuk truk engkel harus bayar Rp 200 ribu per bulan dan truk diatas 20 ton harus bayar Rp 500 ribu per bulan. "Lihat saja di jalan raya, hampir 99 persen truk tanah itu ber code CMC. Mereka tak perlu Kir, aman-aman saja di jalan raya. Kalau ada kecelakaan atau kejadian juga ada orang CMC yang menangani. Langsung beres," katanya.[man]