Isu Parkir Liar Terus Berulang - Siapa yang Kuat, Itu yang Menang!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Mei 2024 13:28 WIB
Ilustrasi - Juru Parkir (Foto: MI/Net/Ist)
Ilustrasi - Juru Parkir (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Isu parkir liar terus berulang. Sebagian orang menganggap parkir liar memudahkan dalam memarkir dan mengeluarkan kendaraan mereka. Sementara yang lain merasa terganggu, terutama ketika minimarket yang seharusnya memiliki tulisan “parkir gratis” ternyata dijaga oleh juru parkir liar yang meminta bayaran dengan cara yang tidak patut.

Konsumen atau pengunjung minimarket sebenarnya berhak menolak permintaan bayaran dari juru parkir liar. Hal ini karena konsumen tidak memiliki kewajiban untuk membayar parkir di minimarket, dan tidak ada aturan yang resmi mewajibkan pembayaran tersebut.

Dalam perspektif hukum, Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mengatur bahwa pajak parkir hanya boleh dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 

Oleh karena itu, Pemda memiliki kewajiban untuk menertibkan pungutan liar berbentuk tukang parkir liar. Pemda juga dapat mengajak kerja sama petugas parkir setempat untuk mengatasi permasalahan ini dan berani untuk memberantasnya atau mengambil alih perparkiran. 

Sebab, kehadiran parkir liar tidak hanya mengganggu lalu lintas, tetapi juga berpotensi menghilangkan pendapatan daerah.

Di sisi lain, masayarakat dapat melaporkan kerugian yang mereka alami akibat parkir liar kepada Dinas Perhubungan atau UPT Perparkiran, bahkan kepolisian. 

Pungutan parkir liar dengan pemaksaan dapat diadukan kepada kepolisian menggunakan pasal pemerasan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut Pasal 368 ayat (1) KUHP, tindakan pemerasan tersebut dapat diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Menurut kriminolog Universitasa Indonesia (UI), Kurnia Zakaria, sebetulnya juru pakir lair bagian dari aparat keamanan RT/RW setempat atau anggota ormas tertentu yang menguasai lahan, tetapi mereka biasanya 'ada setoran' baik ke pihak kepolisian maupun Dishub dan Satpol PP per periode, per minggu bisa juga perb bulan. Inilah yang membuat isu tersebut terus berulang.

"Ada setoran juga ke pemilik lahan/ormas penguasa lahan maupun ke kas RT/RW," kata Kurnia mengawali perbincangannya dengan Monitorindonesia.com, Jum'at (17/5/2024).

Namun demikian, Monitorindonesia.com, pada beberapa waktu lalu atau sebelum isu ini mencuat lagi bertanya kepada Odang, salah satu juru parkir di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat (Jakbar) soal apa yang menjadi alasannya menjadi juru parkir dan apakah ada setoran-setoran?

"Saya terpaksa kerja begini, umur saya udah tua begini susah dapat kerjaan. Kira-kira sudah hampir 20 tahunan lah saya disini," katanya, malam hari.

Terkait apakah ada setoran kepihak-pihak tertentu dari hasil parkir itu, Odang enggan menjawab. Hanya saja dia mengaku bahwa uang yang dia dapat dari parkir itu setiap malamnya tidak menentu. 

"Nggak nentu sih bang, bisa 50 ribu sampai 100 ribuan, beda dengan dulu sebelum ada Covid-19. Sekarang setelah pendemi ya gini-gini aja dapatnya," kata Odang sambil menunjukan duitnya.

Di pagi harinya, berdasarkan pantauan Monitorindonesia.com, juru parkit di salah satu kawasan Mangga Besar itu ada yang mengenakan seragam (baju) biru berlogo Dishub DKI Jakarta. 

Siapa yang kuat itu yang menang!
Biasa video viral baru aparat beraksi, bisa juga daripada jadi hujatan nettizen warga +62. Kata Kurnia, selama masih aman dibiarkan saja. 

"Parkir gratis di kantor pemerintahan mengapa kah harus diberi kupon atau karcis dan ada penunggunya, masalahnya tarifnya ditentukan bukan sukarela. Uang retribusi parkir adalah pendapatan pemda paling besar dibawah pajab bumi dan bangunan (PBB)," jelasnya.

Lantas apakah ini hanya pencitraaan saja? "Seharusnya pihak kepolisian dan Satpol PP harus lebih serius menertibkan parkir liar yang ada di minimarket seperti Indomaret dan Alfa atau tempat umum lainnya," kata pengamat kebijakan publik Fernando Emas kepada Monitorindonesia.com.

"Jangan hanya pencitraan saja, ditindak hari ini, besok ada lagi, ada lagi. Apalagi beberapa kejadian keributan antara tukang parkir dengan pemilik kendaraan dan belakangan ada terjadi keributan antara tukang parkir dengan pihak minimarket," tambahnya.

Pembiaran yang dilalukan oleh pemerintah daerah dan kepolisian membuat semakin banyak parkir liar di minimarket atau tempat umum lainnya. Sepertinya pembiaran parkir liar oleh pemerintah daerah karena tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.

"Kalau memang pemerintah daerah tidak mampu menertibkan parkir liar di wilayahnya, sebaiknya pihak minimarket atau pengusaha lainnya sebaiknya menghentikan pembayaran retribusi parkir ke pemerintah daerah," tandasnya.

Sementara dalam teori subkultur pekerjaan, kata Kurnia Zakaria, juru parkir liar adalah pekerjaan yang paling mudah didapatkan tidak perlu persyaratan pekerjaan ketat cukup modal berani, nekad, kuat panas panasan, berdebu, dan pertemanan. 

Pekerjaan ini juga penuh dengan persaingan antar kelompok karena menjanjikan penghasilan tetap dan tidak perlu keluar tenaga maupun pikiran, santai pekerjaannya.  

"Siapa yang kuat itu yang menang," kata dia.

"Tentu saja orang-orang yang bekerja penggunaan, rendah tingkat pendidikan, bodoh, malas, tidak punya kemampuan skill apapun, mudah putus ada, miskin, suka nongkrong-nongkrong, suka minum-minum dan narkoba, ini kategori kejahatan jalan premanisne, pengemis dan pengamen".

Bila ada kesempatan berbeda, lanjut Kurnia, tentu sangat pemimpinlah yang tampil dan akan mendapatkan pembagian paling besar yang paling kuat  yang paling berani, dan risiko ditanggung anak buah.

"Makanya mereka berinduk pada komunitas masyarakat setempat atau pemuda kampung atau Ormas-Ormas tertentu. Mereka akan lebih kuat bila Ormas itu semakin besar dan dilibatkan kegiatan pejabat," tegasnya.

Perlukah jukir dilegalkan?
Pengamat Tata Kota dari Forum Warga Jakarta (FAKTA), Azas Tigor Nainggolan mendukung kebijakan penertiban parkir liar dan juru parkir liar untuk ditindak dengan tegas. Adapun penertiban parkir liar mulai dilaksanakan di daerah DKI Jakarta, mulai pekan ini.

"Saya sangat setuju terkait penertiban tersebut. Namun, saya juga setuju jika juru parkir tersebut dipekerjaan secara legal, bukan bekerja ilegal," katanya, dalam sebuah wawancara, Kamis (16/5/2024).

Tigor menjelaskan bahwa setiap orang atau badan usaha dilarang memungut biaya parkir di jalan-jalan atau tempat umum di Jakarta, kecuali mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.

Hal tersebut diatur dalam Peraturan Daerah Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Untuk itu, Tigor menyarankan agar juru parkir liar dipekerjakan secara legal oleh pihak manajemen mini market. 

Dengan begitu, mereka tetap dapat mencari nafkah melalui pemberian gaji dari manajemen mini market. "Terkait mini market yang menerapkan izin parkir gratis itu kan bisa sistem memberikan gaji mereka dari manajemen mini market, tidak mesti dari bayaran parkir liar. Jadi mereka dipekerjakan legal," katanya.

Sementara itu, terkait polemik parkir di minimarket, Azas Tigor menyatakan dukungannya terhadap investigasi yang dilakukan pemerintah provinsi DKI Jakarta. "Bagus itu kalau pak Syafrin (Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta,red) sudah mulai kesana konsepnya karena itu akan masuk kepada persoalan yang sebenarnya," ujarnya. 

Sejumlah lokasi parkir yang diduga dimanfaatkan oknum jukir liar  di Jakarta disebutkan Azas Tigor Nainggolan. "Lakukan public expose secara sampling kalau mau membongkar siapa dibalik parkir liar agar ada efek jera dan ditargetkan misalnya dua minggu. Bila perlu saya bantu jika pak Syafrin butuh bantuan," kata Azas Tigor Nainggolan.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, sebelumnya menegaskan bahwa pungutan parkir di lahan privat merupakan pelanggaran hukum. 

"Kita tidak dapat mengizinkan adanya pungutan parkir di lahan privat. Dan di sinilah peran oknum dan organisasi tertentu menjadi fokus pengawasan kami," jelas Syafrin.

Harapannya, setelah proses pembinaan dan edukasi yang dilakukan selama satu bulan terhadap para jukir minimarket, Dinas Perhubungan dapat mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang terlibat dalam penentuan tarif parkir di lahan privat, seperti area minimarket.

Apa kata bos MIDI?
Direktur PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), Afid Hermeily mengaku masih terus berusaha untuk mengatasi parkir liar di sejumlah gerai kepemilikan MIDI. 

Dia mengklaim bahwa pihaknya juga telah melakukan penertiban berkala dan melakukan tindakan tegas terhadap para oknum parkir liar.

"Jadi memang sesuai strategi bisnis 2024. Akan tingkatkan standar kualitas konsumen, ini jadi atensi Pemerintah Daerah terkait parkir liar, dan udah jadi agenda juga penertiban parkir liar," kata Afid ketika di Tangerang, Kamis (16/5/2024). 

"Kami juga sudah mapping, ada lingkungan perumahan dan non perumahan, jadi kita udah kasih tindakan tegas, masih sering bolak balik parkir liar," timpalnya.

Di satu sisi, ia menekankan bahwa manajemen MIDI juga senantiasa melakukan edukasi serta pendekatan secara persuasif kepada para juru parkir liar untuk tidak kembali melakukan hal tersebut. 

"Kemudian kita juga ada pendekatan persuasif, karena ada beberapa gerai yang bersentuhan dengan lingkungan sekitar. Jadi kita juga minta bantuan dari lingkungan sekitar pengertian dan edukasi lah kepada warganya yang jadi juru parkir liar supaya tidak melakukan tindakan tersebut," jelasnya. 

Kini MIDI, lanjut Afid turut bekerja sama dengan pemerintah setempat untuk dapat mengatasi parkir liar dibeberapa gerai miliknya. "Bahkan di beberapa daerah, pemerintah setempat sudah mengeluarkan peraturan terkait pelarangan juru parkir liar ini," tukasnya.