Pekerja di Pelabuhan Tanjung Priok, Niatnya Cari Nafkah Tapi Faktanya Mereka Makan Debu Tebal di Terminal Kontainer

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 24 Mei 2024 17:20 WIB
Area buffer emergency di New Priok Terminal Center One (NPCT 1), Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. Jumat (24/5/2024).
Area buffer emergency di New Priok Terminal Center One (NPCT 1), Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. Jumat (24/5/2024).

Jakarta, MI - Kaum pekerja di Pelabuhan Tanjung Priok niatnya mencari nafkah yang halal, tapi faktanya sehari-hari para kuli panggul barang dari dan ke atas kapal laut itu justru makan debu tebal di terminal kontainer.

Terminal ini memang dibangun pemerintah tempat untuk menaikkan dan menurunkan barang muatan kapal laut. Para buruh pelabuhan itu makan saja pakai kuah bercampur debu.

Pantauan Monitorindonesia.com di lapangan kemarin terlihat debunya mencapai ketebalan sekitar 1-2 sentimeter menyelimuti area buffer emergency New Priok Container Terminal One (NPCT 1) Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. Kondisi ini dikeluhkan para pekerja yang melakukan kegiatan bongkar muat peti kemas di area tersebut.  

"Mengganggulah, makan aja pakai kuah debu setiap makan di sini," kata Bahrudin, pekerja kuli panggul barang dari salah satu perusahaan ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) saat tanya pengalamannya aekian tahun bekerja sebagai kuli panggul barang dari dan ke KM Kapal Laut Jumat (24-5-2024). 

Menurut Bahrudin, gangguan dari debu itu tidak hanya menghambat aktivitas mereka bekerja, tapi debu tebal itu juga sering menganggu pernapasan. 

Dia menambahkan, setiap kali bekerja bersama teman-teman seprofesinya selalu dibayang-bayangi rasa khawatir seandainya debu tersebut masuk ke paru-parunya. Hal itu bisa menyebabkan masalah kesehatan serius pada masa mendatang. 

Sepengetahuan Bahrudin, tumpukan debu ini tidak hanya berasal dari jalanan dan polusi kendaraan, tetapi juga dari kontainer yang sebelumnya dibawa kapal mengarungi lautan selama berhari-hari. Debu dari kapal dan jalanan itu terbawa angin sampai ke area terminal.

Tumpukan debu semakin parah karena tidak pernah dibersihkan  petugas kebersihan terminal, kritik Bahrudin. "Enggak pernah dibersihkan, OB (office boy)-nya lebih sering ke long room. Tapi, percuma dibersihin, pasti ada lagi," lanjut Bahrudin bersama teman-temannya. 

Pendapat serupa diungkapkan Sandi teman Bahrudin, pekerja EMKL lain yang tengah melakukan bongkar muat di terminal ini juga mengeluhkan hal yang sama. 

"Menganggu (debunya). Apalagi kalau kena angin, debunya ke mana-mana," ungkapnya.  

Sesuai pemantauan di lapangan tampak debu tebal itu menyelimuti area buffer emergency NPCT 1 terlihat berwarna abu-abu hampir menyerupai semen. Namun, teksturnya lebih kasar.

Menurut dia,  debu yang menumpuk itu berhamburan ke segala arah ketika angin bertiup kencang atau kendaraan forklift di terminal sedang beroperasi memasukkan barang ke kontainer. 

Saat debu beterbangan dan terhirup hidung, jelasnya, jalur pernapasan menjadi tidak nyaman, bahkan menyesakkan.  Selain itu, kritiknya, debu yang masuk ke mata juga terasa sangat perih. Di area NPCT 1, para pekerja yang melakukan kegiatan bongkar muat barang hampir semuanya menggunakan masker untuk mencegah debu masuk ke saluran pernapasan.

Siapa saja yang mendatangi lokasi terminal ini pun wajib menggunakan masker ganda untuk memastikan debu tidak terhirup, ungkap Sandi.  (Sar)