Heru Budi: Berbeda Dana Desa dengan Alokasi Lima Persen APBD untuk Kelurahan di UU DKJ

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 29 April 2024 19:18 WIB
Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono (Foto: Istimewa)
Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menegaskan, adanya perbedaan antara dana desa dengan alokasi lima persen APBD itu sesuai dengan amanat Undang-undang (UU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ). 

“Kalau dana desa kan kepala desa langsung yang mengelola, pemerintahan sendiri,” ujar Heru Budi, kepada wartawan, di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/4/2024). 

Sekarang ini berbeda untuk bantuan dari pemerintah kepada kelurahan sejak Jakarta menjadi DKJ mendapat kucuran dana APBD lima persen dari APBD.

Kini sedang disosialisasikan mulai Mei 2024. Sementara kelurahan di Jakarta adalah bagian dari struktur organisasi di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta (DKJ), bukan pemerintahan yang terpisah.

Selain itu, tambahnya, anggaran untuk kelurahan di Jakarta berasal dari APBD Jakarta. Dengan begitu, pengelolaannya tetap diatur pemprov. 

“Kalau DKI Jakarta PNS. Lurah adalah bagian dari struktur organisasi, struktural perangkat daerah,” kata Heru Budi.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Daerah Khusus Jakarta (DKJ) diwajibkan mengalokasikan lima persen APBD untuk operasional kelurahan di seluruh wilayah.

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Suhajar Diantoro menjelaskan, kewajiban mengalokasikan lima persen APBD untuk kelurahan sudah diatur dalam Undang-undang DKJ. 

“Untuk menjaga pemerataan pembangunan bagaimana, dan kami sepakat akhirnya minimal lima persen dana APBD dapat disalurkan, wajib disalurkan sampai ke kelurahan,” ujar Suhajar dalam diskusi daring Forum Merdeka Barat 9, Senin (22/4/2024). 

Menurut Suhajar, anggaran tersebut disediakan untuk memperkuat peran kelurahan dalam menyelesaikan setiap permasalahan sosial. 

Suhajar menyebutkan, prioritas utama anggaran tersebut adalah untuk membantu lansia tanpa mata pencaharian, pendidikan gratis bagi anak yatim piatu, dan modal kerja bagi penyandang disabilitas. 

“Kemudian juga program perbaikan gizi balita di bawah garis kemiskinan, dan pembukaan lapangan kerja bagi anak putus sekolah,” kata Suhajar. 

Menanggapi kebijakan itu, Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, mempertanyakan urgensi memberikan anggaran kelurahan di Jakarta minimal lima persen dari APBD. 

Menurut dia, aturan dalam Undang-Undang (UU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) mirip dengan kebijakan Dana Desa yang berlaku di daerah. 

“Ini kan kayak diduplikasi dari (kebijakan) daerah-daerah lainnya di luar Jakarta, seperti Dana Desa. Padahal Jakarta itu kalau saya lihat tidak seperti daerah lain, karena antara Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan misalnya, memang dekat,” ujar Prasetyo saat dikonfirmasi, Rabu (24/4/2024). 

Di sisi lain, permasalahan yang dihadapi setiap kelurahan di Jakarta berbeda-beda. Dengan begitu, anggaran belum menjadi faktor utama untuk mengoptimalkan tugas setiap kelurahan. 

Dia pun heran mengapa DPR RI dan Pemerintah Pusat menyepakati aturan itu, karena menganggap banyak kelurahan belum bekerja secara optimal.

 “Wah gede, bos, anggaran segitu, sekarang apa kepentingannya di setiap wilayah? Misalnya Kelurahan Menteng, keperluan apa? Misalnya enggak banyak keperluan, karena warganya kaya semua. Terus uangnya mau diapain?” kata Prasetyo. 

“Anggota DPR dapil Jakarta ada berapa? Hal seperti itu omongin dulu, baru berbicara. Mereka enggak tahu masalah di Jakarta kayak gimana. Karena DPRD DKI lebih tahu, diajak ngomong, dong,” kritiknya. (Sar)