Rapat DPR RI dengan BUMN Lebih Banyak Mudaratnya, Fahri Hamzah: Sebaiknya Dihentikan

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 15 Februari 2022 15:42 WIB
Monitorindonesia.com - Rapat dengar pendapat umum antara DPR RI dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selain tidak ada dasar hukumnya, juga lebih banyak mudaratnya. Karena itu sebaiknya rapat-rapat dengan DPR RI dihentikan, cukup Kementerian BUMN yang rapat sebagai kuasa pemegang saham. Pendapat ini dikemukakan Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019, Fahri Hamzah melalui akun Twitter-nya @Fahrihamzah, Selasa (15/2/2022), menanggapi insiden pengusiran Direktur Utama PT Krakatau Steel, Silmy Karim saat melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI. Rapat pemegang saham dan pengawasan, menurut Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia ini, cukup di komisaris saja dan (para direksi) tidak perlu datang ke DPR RI. "Seperti Pertamina. Cukup rapat sama Ahok dkk. Nggak usah ke rapat dengan DPR," kata Fahri Hamzah. Apalagi, masih menurut Fahri, Direksi BUMN adalah pejabat bisnis, bukan pejabat politik. Membiasakan mereka rapat di DPR RI, membuat mereka bermental politik. "Inilah akar dari rusaknya professionalisme di BUMN. Mereka dipaksa melayani kepentingan politik eksekutif dan legislatif. Budaya korporasi rusak!' sindir Fahri. Bahkan Fahri mengatakan menulis buku tentang BUMN dan dibagi gratis oleh Partai Gelora Indonesia. Intinya adalah adanya dilema antara 'dikuasai negara' dan 'untuk kesejahteraan rakyat'. "Salah satunya ya rapat di DPR RI itu. Dengan motif dikuasai, tapi negara sedang merusak kultur bisnis di BUMN," sebut dia. Menurut politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini, ada kesalahan di hulu persoalan. Karena Undang-Undang (UU) ambigu dan membiarkan kontradiksi di UU tentang BUMN dan UU tentang PT, juga UU tentang Keuangan Negara. Harusnya diperjelas bahwa pengelolaan BUMN tunduk ke dalam rezim korporasi dan pertanggungjawaban pemegang saham di @KemenBUMN. "Jadi, tidak fair membedah BUMN di depan umum oleh politisi sementara mereka punya pesaing yang selalu mengintip dapur mereka. Sementara itu, tidak jelas juga yang dibahas. Beda dengan rapat penyelidikan angket misalnya. Itu bebas. Jangankan BUMN, Presiden aja bisa dipanggil," demikian Fahri Hamzah. Untuk sekedar diketahui, insiden pengusiran terhadap bos perusahaan 'Plat Merah' milik pemerintah saat rapat di DPR ini, bukan hanya dialami oleh Dirut KS Silmy Karim. Sebelumnya, ada beberapa bos BUMN yang diusir saat rapat karena berbagai sebab, sebut saja Direktur Utama Holding Tambang BUMN (MIND) atau PT Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak. Bahkan, rapat Komisi VII DPR RI dengan Dirut Holding Tambang BUMN (MIND) atau PT Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak pada Juni 2020 lalu. diwarnai tensi tinggi. Sebab, seorang anggota sempat mengusir Orias dari ruang rapat. Kemudian pada 2013 lalu, Dirut PT Rajawali Nusantara Indonesia/RNI (Persero), Ismed Hasan Putro diusir Anggota Komisi VI DPR RI saat rapat dengar pendapat. Ia diusir karena para Anggota Eewan masih tidak menerima tuduhan Ismed tekait pemalakan oleh DPR RI atas instansinya. Ismed pun memberi tanggapan atas pengusir tersebut. "Diusir ya saya pulang, ya saya kerja lagi," ungkapnya sambil meninggalkan ruang rapat di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta. Selanjutanya ada Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dan Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Tubagus Haryono. Dimana dalam rapat Komisi VII DPR yang membahas soal rencana pembatasan konsumsi BBM subsidi di 2011 pada 9 Desember 2010 silam, keduanya diusir. Alasan Komisi VII DPR RI qwaktu itu, hanya jajaran Kementerian ESDM saja yang diperbolehkan mengikuti rapat. (Ery)