DPD Dinilai Tak Bisa Serap Aspirasi Masyarakat: Lebih Nyaman Nikmati Ruang AC di Senayan!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 21 Agustus 2023 17:22 WIB
Jakarta, MI - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tidak efektif karena tidak dapat menyerap aspirasi masyarakat di daerah. Pasalnya, kata dia, keberadaan DPD RI lebih banyak mudharatnya. Padahal, setiap anggota DPD RI memiliki kewajiban untuk menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. "Hanya habis-habiskan anggaran negara saja,” ujar Lucius kepada Monitotindonesia.com, Senin (21/8). Lucius pun merasa heran dengan para anggota DPD RI yang tidak secara optimal menampung aspirasi dari masyarakat daerah. Sebab, anggaran yang digelontorkan untuk DPD RI itu cukup besar. “Anggota DPD ini lebih nyaman menikmati ruang AC di Senayan ketimbang kemudian berada bersama masyarakat di daerahnya masing-masing untuk memastikan perjuangan yang ada di daerah itu bisa di bawa ke pusat,” bebernya. Lucius menambahkan, bahwa DPD RI itu memiliki fungsi yang sangat penting sebagai kepanjangan tangan aspirasi masyarakat di daerah. Jangan sampai, kata Lucius, aspirasi yang disampaikan masyarakat di daerah itu tidak terserap. "Mestinya tugas utama mereka itu menjadi penyambung lidah daerahnya ke pusat,” kuncinya. Tak Berguna? Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai bahwa keberadaan anggota DPD sama dengan kebertiadaannya alias tidak berguna. Menurutnya, timing pembubaran DPD sangat penting. "Jangan sampai mengganggu agenda nasional pemilu (pemilihan umum) dan pilpres (pemilihan presiden), yang segera terlaksana dalam 6 bulan lagi, 14 Februari 2024," ujar Anthony kepada Monitorindonesia.com, Senin (21/8). Anggota DPR dan DPD hasil pemilu 2024 akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Setelah itu, kata Anthony, MPR, yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, bisa bersidang untuk menentukan nasib DPD, dan MPR. "MPR yang baru bisa membubarkan DPD pada pemilu selanjutnya, 2029. Sementara itu, DPD tetap berfungsi “tiada guna” hingga masa jabatan 5 tahun ke depan, sampai 19 Oktober 2029, untuk kemudian diganti dengan utusan daerah dan utusan golongan," bebernya. Kalau perlu, tambah Abthony, MPR juga bisa kembali menjadi lembaga tertinggi negara, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden, seperti dimaksud UUD 1945 asli. "Dalam hal ini MPR harus pastikan, bahwa peraturan pembatasan masa jabatan presiden, yaitu dua kali, tetap berlaku," ungkapnya. Dibubarkan Lewat Amandemen UUD 1945 Anggota DPD RI, Jimly Asshiddiqie mengusulkan agar DPD dibubarkan lewat amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 karena tidak ada gunanya. Selama menjabat sebagai anggota DPD untuk empat tahun, kata dia, DPD tak ubahnya seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) karena hanya memberi usul tapi usulnya tidak pernah didengar. “Saya sudah empat tahun di sini, ini kayak LSM saja. Dia hanya memberi saran, pertimbangan, usulan, tapi enggak pernah didengar, jadi dia tidak memutuskan, padahal ini lembaga resmi. Maka harus dievaluasi, bisa enggak dia bubar saja lah, karena adanya sama dengan tiadanya. Bubarin saja,” kata Jimly di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8). Selain itu, menurut Jimly fungsi DPD sebagai wakil daerah bisa digantikan dengan membentuk fraksi utusan daerah di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan demikian, menurut Jimly, perwakilan daerah itu bisa berperan dalam melaksanakan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran yang merupakan kewenangan DPR. (Wan)

Topik:

DPD Formappi