Ketua MKMK Sebut Wacana Pemakzulan Presiden: itu Urusan Politik di DPR

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 5 November 2023 00:42 WIB
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie (Foto: Doc MI)
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie (Foto: Doc MI)

Makassar, MI - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, menilai soal wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo ada banyak sekali alasannya, tetapi dia tak mau bicara politiknya karena itu haknya DPR.

"Itu urusan politik di DPR. Boleh aja dimakzulkan Presiden, banyak sekali alasan Presiden dimakzulkan," kata Jimly usai menghadiri Silatnas ICMI di Makassar, Sabtu (4/11).

"Jadi kalau soal hukum kayak begitu yang benar adalah benar. Salah adalah salah. Tapi urusan politik itu di DPR. Apa mungkin Presiden Jokowi di-impeach (dimakzulkan)," lanjutnya. 

Kata Jimly, pemakzulan lebih sulit dijalankan daripada mengubah Undang-Undang Dasar (UUD). Sebab, ada banyak pertimbangan yang mesti dilakukan.

"Impeachment itu lebih sulit dari perubahan UUD, kuorumnya harus 2/3, kemudian keputusannya 3/4. Maka tidak mungkin impeachment dilakukan menjelang Pemilu, tapi dinamika di DPR, biarin aja," ujarnya. 

Selain itu, Jimly juga mempertanyakan soal diberhentikannya Aswanto dari hakim MK. Dia menilai pencopotan Aswanto saat itu tidak sah, namun keputusannya tetap dijalankan.

"Dari kemarin kan saya sudah ribut. Hakim Aswanto diberhentikan, karena alasan recalling. Itu tidak sah.

Tapi Presidennya menjalankan, karena alasannya DPR sudah memutus," paparnya.

Kemudian Jimly mengaku sudah berkomunikasi dengan Menko Polhukam Mahfud Md atas polemik pemberhentian Aswanto dari Hakim MK, tetapi hal itu tak mengubah keputusan.

"Saya sudah bilang Menko ini salah. Anda (Mahfud) sebagai mantan Ketua MK, harus melindungi MK. Tapi dia tidak berhasil, sekarang jadi cawapres pula. Itu alasan untuk impeachment (pemakzulan) berat," pungkasnya. (DI)