Akan Seperti Apa Demokrasi di Tangan Prabowo? Amnesty International Beberkan Hal Ini

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Februari 2024 23:34 WIB
Prabowo Subianto saat memasukan surat suara ke kotak suara, Rabu (14/2) (Foto: MI/Repro AFP)
Prabowo Subianto saat memasukan surat suara ke kotak suara, Rabu (14/2) (Foto: MI/Repro AFP)

Jakarta, MI - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai kemenangan calon presdien (capres) Prabowo Subianto dan calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka dengan nomor urut 02 berdasarkan hasil hitung cepat sementara (quick qount) akan membawa demokrasi Indonesia menuju kemerosotan yang lebih buruk lagi.

Kata dia, di mana aksi-aksi protes akan direpresi oleh gaya kepemimpinannya yang disebut sebagai otoritarian. Sebab meskipun usia Prabowo sudah menginjak 72 tahun, namun personalitas mantan Panglima Kostrad ini identik dengan gaya bicara keras dan otoriter. Ditambah lagi ambisi berkuasanya yang sangat besar.

"Jadi meskipun dia sudah cukup tua di usianya 72 tahun, tapi usia bukan penentu apakah seseorang akan memajukan atau memundurkan demokrasi Indonesia," kata Usman Hamid, Rabu (14/2).

Usman pun meyakini suara-suara yang mengguggat keabsahan dan kecurangan pemilu masih akan terus berlangsung meskipun proses pelantikan dilakukan. Apalagi jika dua kubu yang kalah dalam hitung cepat menyatakan tak menerima hasil pemilu.

"Itu mungkin protes-protes dan turbulensi akan makin besar. Tapi kalau dua kubu itu menerima, mungkin turbulensi akan datang dari masyarakat sipil yang akan terus mengguggat keabsahan pemilu," bebernya.

Maka dari itu mengapa Usman berharap Anies Bawedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mau mangambil langkah hukum untuk mengguggat dugaan-dugaan kecurangan itu. Termasuk menempuh langkah politik di parlemen demi menjaga komitmen mereka pada pemilu yang adil dan jujur.

Tapi terlepas dari itu kemenangan Prabowo-Gibran, menurut Usman, sudah menempatkan demokrasi Indonesia menuju otokrasi. Kondisi di mana proses demokrasi seperti pemilu masih berjalan namun tidak berlangsung secara bebas dan adil.

"Indonesia akan terus mengeklaim masih demokrasi karena punya pemilu tapi pemilunya menghasilkan otokrasi. Jadi menang dari proses demokrasi, tapi sebenarnya melaksanakan kebijakan yang melemahkan sendi-sendi demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan berekspresi," jelasnya.

Kondisi seperti ini juga terjadi di negara-negara lain. Sebut saja kemenangan Viktor Orban di Hungaria, Narendra Modi di India, dan Donald Trump di Amerika Serikat.

"Jadi ini wake-up call bagi aktor pro-demokrasi di Indonesia untuk benar-benar alert pada kemerosotan yang berlanjut pada demokrasi Indonesia," katanya.

Prabowo-Gibran Menang Telak

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berhasil mengungguli pasangan lain dalam perebutan kursi nomor satu republik ini, berdasarkan hasil perhitungan awal dari sejumlah lembaga survei pada Rabu (14/2) setelah pemungutan suara ditutup.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru akan melansir hasil rekapitulasi hasil suara resmi pada bulan depan. Namun setidaknya dua lembaga survei independen berhasil mengumpulkan sampel suara di tempat pemungutan suara (TPS) lewat "penghitungan cepat" atau quick count. Hasilnya, Prabowo memperoleh kemenangan gemilang dengan mengantongi suara lebih dari 55 persen atas dua pertiga sampel suara yang sudah dihitung.

Jajak pendapat Poltracking menunjukkan Prabowo unggul 59,77 persen dalam penghitungan awal dan Cyrus Network-CSIS memperkirakan dia mengantongi 58,62 persen.

Prabowo harus memperoleh lebih dari 50 persen suara keseluruhan dan setidaknya seperlima suara yang diberikan di lebih dari separuh 38 provinsi untuk mengamankan kursi kepresidenan atas pesaingnya Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

“Harapannya menang,” harap Prabowo kepada wartawan sehari sebelum mencoblos di Kota Bogor.

Pria berusia 72 tahun ini dijadwalkan untuk berpidato di depan para pendukungnya pada Rabu (14/2) petang.

Pemungutan suara yang dilakukan di 800.000 TPS di Nusantara dimulai dari Papua dan berakhir pada pukul 13.00 WIB di wilayah lain di Sumatra, sementara beberapa TPS di Jakarta tetap buka meski diterjang banjir.

Quick count kerap digunakan pada pemilu-pemilu sebelumnya oleh para kandidat untuk mengklaim kemenangan.

Prabowo menjadi cawapres yang popular karena dia berjanji untuk melanjutkan kebijakan Presiden Joko Widodo. Diperkiran hampir 205 juta orang memiliki hak pilih pada Pemilu 2024 ini. (wan/bb)