Data Pilpres Error Tak Bisa Diperbaiki tapi Pileg Bisa, Apa Sirekap Buatan ITB Memang Seperti Itu?

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 25 Februari 2024 17:36 WIB
Sirekap Pemilihan Umum (Pemilu) buatan ITB (Foto: MI/Aswan)
Sirekap Pemilihan Umum (Pemilu) buatan ITB (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Aplikasi Sirekap belakangan menjadi perbincangan hangat usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membeberkan permasalahan data Pilpres 2024 yang masuk ke website KPU. Namun Komisioner KPU Idham Holik mengungkapkan jika kesalahan data Sirekap lantaran disebabkan oleh sistem yang salah baca angka numerik dari dokumen formulir Model C Hasil Pemilu 2024. 

Nama besar Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai Kampus Pergerakan Mahasiswa pun menjadi sorotan publik. Pasalnya, aplikasi Sirekap dikembangkan pertama kali di tahun 2020 oleh kampus ini. 

Kemudian di tahun 2021, KPU membuat sebuah nota kesepahaman dengan ITB terkait perkembangan aplikasi Sirekap. Kala itu, proyek pengembangan teknologi Sirekap sendiri menghabiskan dana hingga sebesar Rp 3,5 miliar.

Proyek senilai miliaran rupiah itu dikomandoi oleh Wakil Rektor ITB, yaitu Gusti Ayu Putri Saptawati. Proyek besar yang dijalankan itu tak diketahui secara pasti oleh banyak civitas akademika ITB. Hal ini diketahui usai seorang dosen ITB mengungkapkannya. 

Namun dalam pengunaan Sirekap petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak dapat mengoreksi data Pilpres yang terbaca salah oleh aplikasi Sirekap. Sementara untuk data pemilihan legislatif (pileg) bisa. Inilah yang menjadi pertanyaan.

Sebagai Alumni Teknik Sipil 1977 ITB, Jay Sofyan Mulyana turut mempertanyakan hal itu. "Sebagaimana diinformasikan oleh pihak KPU, bahwa error data pilpres tak bisa diperbaiki atau diedit input datanya dalam aplikasi Sirekap. Sedangkan error untuk legislatif bisa dikoreksi. Aneh kelihatannya, apa system Sirekap buatan ITB memang seperti itu?," tanya Jay Sofyan melalui surat terbukanya ditujukan kepada Rektor/Wakil Rektor ITB, Sabtu (24/2)

Jika demikian, Jay Sofyan menmpertanyakan, apakah data KPU RI soal Pilpres 2024 masih salah. "Berarti data KPU yang terpampang sampai saat ini untuk Pilpres masih yang salah? Apakah pembuat Sirekap (ITB ) bisa menjelaskan hal ini?," tanyanya lagi.

Menurut Jay Sofyan, selama tidak ada penjelasan dari pembuat Sirekap akan hal ini, maka simpang siur hasil rekapitulasi KPU menjadi tidak legitimate

"Karena banyak anomali atau keanehan," tegasnya.

Maka dari itu, tegas dia, sebaiknya pihak Rektor dan Wakil Rektor ITB segera memberi penjelasan resmi yang disiarkan media Tv dan media cetak.

"Bila tidak, ITB diam seribu bahasa... maka Rektor ITB dan Wakil Rektor ITB bisa dianggap berkontribusi pada kekacauan demokrasi rakyat Indonesia….dan bertanggung jawab bila terjadi chaos atau kekacauan akibat silang pendapat hasil pilpres 2024," jelasnya.

Dia pun berharap agar pihak ITB selambatnya tanggal 27 Februari 2024, pukul 18.00 WIB ,segera memberikan press rilis penjelasan tentang kekisruhan implementasi aplikasi Sirekap buatan ITB.

KPU sebelumnya membeberkan permasalahan data Pilpres 2024 yang masuk dari aplikasi Sirekap ke website KPU. Sampai Senin pagi (19/2/2024), masih ada 1.223 dengan data bermasalah.

Hal itu disampaikan Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos dalam konferensi pers di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024). Betty menyebut data itu merupakan data per Senin, pukul 08.52 WIB.

"Dari 800 ribuan TPS terdapat 1.223 TPS kesalahan data. Setelah sistem membaca, ada data tidak sesuai. Untuk paslon 822 TPS, seluruh paslon ada 108 TPS dan sebagian paslon ada di 233 TPS," katanya.

Betty menuturkan data penghitungan suara sudah masuk dari 586.646 TPS. Proses input data masih terus berlangsung. "Total TPS 823.236 data yang sudah masuk per hari ini sudah 71,26 persen setara dengan 586.646 TPS," jelasnya.

Betty menekankan bahwa KPU bisa segera mendeteksi setiap ada kesalahan data yang masuk. KPU kemudian akan melakukan upaya memperbaiki anomali data tersebut.

"Dalam tabel kami sudah sampaikan dari hari ke hari kami menemukan beberapa data yang terdeteksi oleh sistem sebagai data anomali, totalnya berapa, hariannya berapa, diperiksa berapa, sisa PR kami ada berapa. Jadi secara terbuka kami sampaikan, dan terus menerus selalu diperbaiki oleh KPU tingkat kabupaten/kota," ungkapnya.

KPU juga mengungkapkan bahwa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak dapat mengoreksi data Pilpres yang terbaca salah oleh aplikasi Sirekap. Koreksi di Sirekap hanya dapat dilakukan oleh KPU.

"Untuk perolehan suara Pilpres memang KPPS hanya dapat memberikan konfirmasi sesuatu atau tidak sesuai terhadap hasil pembacaan Sirekap. KPPS untuk presiden dan wakil presiden tidak dapat melakukan koreksi," kata Betty.

Betty mengatakan koreksi data Sirekap Pilpres yang belum sesuai dengan formulir c.hasil dapat dilalukan saat tahapan penghitungan di tingkat KPU kabupaten/kota. Hal itu, lantaran KPU memakai teknologi Optical Mark Recognation (OMR) untuk Pilpres.

"Koreksi terhadap data yang tidak sesuai kalau terjadi ketidaksesuaian sistem dapat membacanya, dilakukan KPU kabupaten/kota melalui mekanisme Sirekap web. Ada penanda ketika KPPS menyatakan tidak sesuai, itu terbaca dan akan diperbaiki KPU kabupaten/kota melalui Sirekap web," sambungnya.

Sementara itu, Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik mengatakan untuk Pileg, KPU menggunakan teknologi Optical Character Recognation (OCR). Idham menuturkan dengan OCR, KPPS dapat langsung mengoreksi jika Sirekap salah membaca data.

"Untuk Sirekap Pileg (DPR, DPD, dan DPRD Provinsi serta DPRD Kab/Kota). Teknologi pembacaan ini berbeda dengan OMR. Teknologi ini dapat memungkinkan KPPS di lokasi TPS pasca unggah dokumen foto formulir model C hasil melakukan pengeditan atau koreksi terhadap ketidakakuratan atau kesalahan atas hasil pembacaan data dalam foto tersebut".

"Jika KPPS luput atas ketidakuratan atau kesalahan atas hasil pembacaan data tersebut, operator Sirekap PPK dan KPU dapat mengkoreksinya," pungkasnya.