Pengamat Beber 3 Cara Bikin 40 Kementerian, Salah Satunya Agak Sulit

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 14 Mei 2024 11:32 WIB
Prabowo Subianto berpeci hitam (Foto: Dok MI/Dhanis)
Prabowo Subianto berpeci hitam (Foto: Dok MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli membeberkan, presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto memiliki tiga cara untuk mengubah nomenklatur kementerian dalam penyusunan kabinetnya bersama Gibran Rakabuming Raka. 

Lili menyebutkan tiga cara tersebut yakni dengan merevisi undang-undang (UU) lewat DPR, membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), dan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan presiden dalam membentuk kabinet pada UU kementerian Negara. 

“Intinya perlu ada payung hukum, kalau tidak, dianggap melanggar peraturan perundang-undangan,” kata Lili dikutip pada Selasa (14/5/2024). 

Langkah apapun yang akan diambil nanti, baik merevisi UU ataupun mengeluarkan Perppu, hal itu akan memunculkan kontroversi karena perubahan UU kementerian dianggap hanya untuk mengakomodir kekuasaan partai-partai dan tim suksesnya.

Partai Gerindra sebelumnya mengklaim optimis rencana Presiden Terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto membentuk 40 kementerian pada pemerintahannya bersama Gibran Rakabuming Raka akan terwujud. 

Padahal sesuai UU nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, presiden hanya memiliki hak untuk membentuk kabinet yang berisi 34 kementerian.

Dari tiga opsi, pilihan melakukan gugatan uji materi ke MK menjadi yang paling sulit ditentukan. Gugatan tersebut belum bisa dipastikan kapan akan diputuskan. 

Selain itu, belum tentu dalil yang diajukan Prabowo dapat diterima mayoritas hakim konstitusi sehingga dikabulkan.

Dua opsi lainnya berada di tangan Prabowo dan partai politik koalisinya. Prabowo atau pun Jokowi bisa saja mengeluarkan Perppu terhadap UU Kementerian Negara untuk bisa membentuk 40 kementerian. 

Soalnya, Jokowi menunjukkan sikap membantu dan mengakomodir program Prabowo lewat perintah penyerahan data seluruh kementerian hingga memasukkan program Prabowo-Gibran ke R-APBN 2025.

Opsi terakhir, partai koalisi Prabowo-Gibran yang kini sudah cukup gemuk bisa menginisiasi revisi UU Kementerian Negara dan mendorongnya selesai sebelum Oktober 2024. 

Pada saat ini, koalisi ini berisi Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN, dan Partai Nasdem. 

Selain itu, PKB dan PKS juga diperkirakan berpotensi memberikan dukungan terhadap koalisi tersebut. Sehingga kekuatan koalisi ini diperkirakan bisa mencapai 320 hingga 428 kursi atau setara 55,6% hingga 74,4%.

Langkah mereka hanya berpotensi dijegal PDIP sebagai pemegang kursi terbanyak yaitu 128 kursi atau 22,2% anggota DPR. Selain itu partai berlambang kepala banteng tersebut juga menguasai kursi ketua DPR lewat Puan Maharani.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengklaim, partai koalisi Prabowo-Gibran akan mengajukan dan menuntaskan revisi Undang-undang nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebelum Oktober 2024.

"Ya, mungkin revisi itu [UU Kementerian Negara] dimungkinkan," kata Muzani.

UU Kementerian Negara memang mengamanatkan kepada presiden dan wakil presiden untuk membentuk kabinet maksimal berisi 34 kementerian. Hal ini juga telah dipatuhi Presiden Jokowi dalam dua periode kepemimpinannya dengan membentuk empat kementerian koordinator dan 30 kementerian.

Muzani mengklaim, tantangan yang akan dihadapi Prabowo-Gibran dalam memimpin negara jauh lebih rumit dibandingkan Jokowi dan presiden-presiden terdahulunya. Hal ini membuat Prabowo-Gibran membutuhkan kabinet dengan jumlah yang lebih banyak karena butuh kementerian dengan tugas lebih detail.

“Karena setiap presiden punya masalah dan tantangan yang berbeda. Itu yang kemudian menurut saya, UU kementerian bersifat fleksibel, tidak terpaku pada jumlah dan nomenklatur,” kata Muzani.