Sinyal Firli Bahuri Bebas dari Jeratan Hukum

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Desember 2023 13:46 WIB
Ketua KPK Nonaktif, Firli Bahuri (Foto: MI/Aswan)
Ketua KPK Nonaktif, Firli Bahuri (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Prof Suparji Ahmad menilai bahwa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri, bisa saja bebas dari jeratan hukum terkait dengan kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Tercatat, mantan jenderal polisi bintang tiga itu sudah dua kali diperiksa sebagai tersangka di Bareskrim Polri, tak kunjung ditahan.

Ditengah statusnya sebagai tersangka, Firli melakukan perlawanan terhadap Polda Metro Jaya dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

Jika mampu meyakinkan hakim tunggal yang mengadili praperadilan yang dia ajukan itu, status tersangkanya bisa gugur.

Praperadilan sendiri telah diatur dalam pasal 1 butir 10 KUHAP Jo. Pasal 77 s/d 83 dan pasal 95 s/d 97 KUHAP, pasal 1 butir 16 Jo. Pasal 38 s/d 46, pasal 47 s/d 49 dan pasal 128 s/d 132 KUHAP.

"Kalau dikabulkan, itu akan bisa menggugurkan penetapan tersangka," kata Suparji dalam diskusi publik dengan tema "Eksistensi dan Prospek Praperadilan", Jumat (8/12).

Contohnya adalah status tersangka Budi Gunawan dan Hadi Poernomo.

Budi Gunawan pernah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi saat ia menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

Sementara Hadi Poernomo saat itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak PT Bank Centra Asia (BCA). Saat itu ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004.

"Ketika praperadilan Pak BG, Pak Hadi Poernomo dikabulkan, maka penetapan tersangkanya menjadi gugur. Sehingga kemudian yang bersangkutan bebas dari masalah hukum," jelas Suparji.

Firli Harus Mampu Yakinkan Hakim

Firli Bahuri harus bisa meyakinkan hakim tunggal yang menangani gugatan praperadilannya itu, bahwa ada kesalahan prosedur ataupun kesalahan tata cara dalam penetapan tersangka terhadap dirinya.

Misalnya, tak ada unsur perbuatan melawan hukumnya dan tidak jelas perbuatan melawan hukumnya seperti apa.

"Kalau kemudian dianggap melawan hukum dalam hal misalnya penerima gratifikasi, suap atau pemerasan, tak cukup bukti yang kemudian mengindikasikan bukti apa yang bersangkutan melakukan perbuatan tersebut," lanjut Suparji.

Meskipun ada potensi gugatan praperadilan mantan orang nomor satu di KPK itu dikabulkan, namun semua pihak harus mempercayakan hal itu kepada pembuktian di dalam persidangan.

Yang terpenting, tambah Suparji adalah janganlah gunakan hukum sebagai alat balas dendam ataupun alat politik. 

"Karena kalau itu terjadi, maka hancurlah negara kita ini," tandasnya.

Firli Bahuri Tak Dipaksakan Tersangka

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menegaskan bahwa penetapan tersangka Firli Bahuri tidak dipaksakan.

Pun tidak ada tekanan atau intimidasi dari pihak manapun dalam menetapkan Firli Bahuri yang juga saat ini berurusan dengan dewan pengawas (Dewas) KPK buntut kasus di Kementerian Pertanian (Kementan).

"Kami menjamin bahwa penyidik Polri profesional, transparan dan akuntabel serta bebas dari segala bentuk tekanan maupun intimidasi pengaruh apapun," katanya.

Diketahui, praperadilan diajukan Firli Bahuri pada Jumat (24/11), dan teregister dengan nomor perkara: 129/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL. 

Pasal Sangkaan

Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka pemerasan pada Rabu (22/11) malam.

Firli diduga melanggar Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Tim penyidik telah memeriksa hampir seratus orang saksi dan sejumlah orang ahli. 

Selain itu, sejumlah barang bukti seperti uang Rp7,4 miliar dalam pecahan Dolar Singapura dan Amerika Serikat juga telah disita. (Wan)