Kasus Korupsi CPO: Antara Elektabilitas Golkar dan Kursi Airlangga Hartarto

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 24 Juli 2023 02:32 WIB
Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyeret nama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam pusaran dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Lantas apakah kasus ini berdampak pada elektabilitas partai Golkar dan bakal jadi momentum pengambilalihan kekuasaan sang Ketua Umum partai berlambang pohon beringin itu? Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Erwin Aksa menilai rencana pemeriksaan terhadap Airlangga sebagai saksi dalam dugaan kasus korupsi ekspor CPO dan produk turunannya termasuk minyak goreng merupakan risiko sebagai pejabat publik. "Sudah sebuah risiko pejabat publik akan berhadapan dengan hukum. Kalau memang ada, tentunya kerugian negara, karena kebijakan atau mungkin terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Jadi, sebagai pejabat publik ada integritas-nya. Itulah risiko yang harus dihadapi jadi kita hadapi saja dengan proses hukum," ujar Erwin usai 'Rilis Riset Big Data Pergerakan Suara Pemilih Kandidat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2024' di Menara 9, Jakarta, Kamis (20/7) malam. Menurut dia, Golkar menghargai proses hukum yang tengah bergulir di Kejaksaan Agung. Untuk itu, Erwin memastikan bahwa Airlangga akan menghadapi proses hukum dengan baik. "Kita negara hukum, kita hargai hukum, kita harus ikutin proses hukum dengan baik," ucapnya. Kendati, terseretnya nama Airlangga dalam kasus ini dinilai berdampak pada partai Golkar itu sendiri. Meskipun Kejagung telah menyatakan tak berkaitan dengan hajat politik pada tahun 2024 mendatang. "Saya kira sedikit banyak akan berdampak kepada Partai Golkar. Sekarang Ini kan kecenderungan pemilih terhadap partai politik yang anti korupsi," ujar Pengamat politik Ray Rangkuti, Sabtu (22/7). [caption id="attachment_435786" align="alignnone" width="707"] Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti. (Foto: Istimewa)[/caption] Menurut Pendiri Lingkar Madani (Lima) ini, jika ada partai dan calon legislatif (caleg) dan juga calon presiden (capres) yang berurusan dengan hukum, khususnya yang terkait dengan korupsi maka memiliki potensi dapat menggerus elektabilitasnya. Ray mengakui pemeriksaan Airlangga di Kejagung dengan sendirinya juga bisa mempengaruhi kondisi di tubuh Golkar, seperti dorongan keinginan Munaslub . "Kalau itu (keinginan Munaslub) mulai kelihatan dari sekarang tidak hanya karena faktor Airlangga akan diperiksa Kejagung, sebelumnya sudah bergulir. Menurut saya, Airlangga tinggal menjelaskan saja kepada publik, saya kira kalau penjelasannya bagus bisa dibuktikan oleh Airlangga, bahwa dia tidak memiliki kontribusi apapun dalam persoalan itu, saya kira Airlangga masih aman," bebernya. Ray juga menilai koindisi Golkar sekarang ini, salah satu faktor mungkin kadernya kebingungan karena mereka tidak memiliki tokoh untuk dimajukan di Pemilu 2024, padahal pemilihan ini penting. "Lihat saja caleg sekarang pasang foto pasti dengan capres yang diusung partainya," tandasnya. Senada dengan Ray, Pengamat Politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan pemeriksaan Airlangga itu dapat menjadi momentum untuk mengambil alih kekuasaannya sebagai Ketum Golkar. "Isu korupsi ini jelas momentum elite Golkar untuk mengambil alih kekuasaan Airlangga, terlebih menghadapi Pemilu dan Pilpres serentak," ujar Dedi, Jumat (21/7) kemarin. Dinamika di Golkar terjadi karena Airlangga diminta segera menentukan sikap di Pilpres 2024 dan mendeklarasikannya sebagai capres, tetapi tidak juga direaliasikan. Karena itu, adanya kasus ini berpotensi untuk makin mendorong wacana tersebut. "Partai tentu memerlukan ketua umum yang strategis dan cekatan, Airlangga dalam hal kesiapan itu sepertinya kurang," katanya. [caption id="attachment_429614" align="alignnone" width="700"] Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah (Foto: Dok.MI)[/caption] Seberapa besar pengaruh kasus ini, lanjut Dedi, untuk menggulingkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu bergantung pada Kejagung dan seberapa jauh kasus ini akan menyeret nama Airlangga. Bagi Dedi, kondisi kasus ini juga tidak terlalu pengaruh terhadap elektabilitas Golkar. "Meskipun sebenarnya situasi pemilih Golkar terbukti tidak terpengaruh dengan isu korupsi, tidak saja Golkar, bagi partai lain sekalipun isu korupsi seringkali tidak pengaruhi elektoral," demikian Dedi. Diketahui, Airlangga akan diperiksa Kejagung sebagai saksi dalam penyelidikan lanjutan kasus korupsi pemberian izin ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) tahun 2021-2022. Ia dijadwalkan hadir di gedung Jampidsus Kejagung pada hari ini, Senin (24/7) sekitar pukul 09.00 WIB. Airlangga pun memastikan memenuhi panggilan kedua itu setelah manggkir tanpa alasan pada panggilan pertama pada tanggal 18 Juli 2023 kemarin. Kasus ini berlangsung saat krisis minyak goreng pada tahun lalu dan mengakibatkan kerugian negara Rp 6,4 triliun. Airlangga diharapkan dapat memberikan keterangan sepatutnya, sebagai Menko Perekonomian terkait kebijakan semasa kelangkaan produk CPO dan turunannya di pasar domestik. Terkait perkara korupsi minyak goreng ini, tim penyidik Kejagung telah menetapkan tersangka korporasi pada bulan lalu, yakni: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Sementara para terdakwa perorangan hasil penyidikan jilid 1, telah divonis hukuman berbeda-beda oleh Majelis Hakim. Mereka adalah mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group Stanley MA; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; General Manager PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Penasihat Kebijakan Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati. Pada pengadilan tingkat pertama, Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Kemudian Master Parulian dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara. Lalu Lin Che Wei, Stanley MA, dan Pierre divonis satu tahun penjara. Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman berupa denda. Masing-masing dijatuhi hukuman denda Rp 100 juta atau penjara dua bulan. Kemudian dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis pada pengadilan tingkat pertama. Sementara dalam tingkat kasasi, Majelis memutuskan untuk memperberat hukuman kelimanya. Majelis Kasasi menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 6 bulan kurungan bagi Indra Sari Wisnu Wardhana. Kemudian Lin Che Wei divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 6 bulan kurungan. Adapun Master Parulian dan Pierre Togar Sitanggang dijatuhi hukuman 6 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Sementara Stanley MA menjadi terdakwa yang paling ringan vonis kasasinya, yaitu 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. (Wan)