Pembangunan RSUD Antero Hamra Kendari Mangkrak! KPA, PPK dan Kontraktor Dilaporkan ke Kejagung

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 4 Agustus 2023 20:36 WIB
Jakarta, MI - Gerakan Mahasiswa Sultra-Indonesia (GMS-I) melaporkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dinas Kesehatan Kota Kendari, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Iswanto dan pihak kontraktor ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) atas pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Antero Hamra Kota Kendari tipe D yang hingga saat ini belum rampung alias mangkrak, Jum'at (4/8). "Sehubungan dengan pembangunan RSUD Antero Hamra Kota Kendari tipe D yang menggunakan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bersumber dari pinjaman yang diusulkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari pada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) tahun 2022 senilai Rp 374, 22 miliar untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur daerah antara lain; pembangunan jalan, rumah sakit dan puskesmas akan terus dikawal sampai akhir atas kasus yang telah di laporkan di KPK dan Kejagung," ujar Ketua Umum GMS-I, La Ode Muhahmmad Didin Alkindi saat dihubungi Monitorindonesia.com. Didin begitu disapa menjelaskan, bahwa realisasi anggaran PEN ini dibagi menjadi 3 program kegiatan. Pertama, ungkap Didin, melekat pada Dinas Pekerjaan Umum( PU) Kota Kendari yang diperuntukan untuk pembangunan jalan dan jembetan. Kedua, melekat pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Kendari yang diperuntukan untuk pembangunan RSUD Kota Kendari dan yang ketiga pembangunan Puskesmas Kandai. "Masing-masing alokasi anggaran yaitu, di Dinas PU senilai Rp 211 miliar, Dinas Kesehatan untuk pembangunan RSUD Rp 146 miliar dan Puskesmas Kandai sebesar Rp 16,3 miliar," beber Didin. Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konnstruksi pasal 2 Huruf H asas keterbukaan ketersedian informasi, Pasal 3 huruf d kenyamanan lingkungan terbangun, Pasal 47 huruf i tentang pemutusan kontrak kerja, pasal 54 ayat 1 dalam penyelenggaraan jasa konstruksi tak di indahkan oleh pihak KPA, PPK dan kontraktor. Menurut Didin, pembangunan RSUD tipe D itu berdasarkan tanggal kontrak dimulai pada 11 Mei 2022 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2023, dalam hal ini terhitung 235 hari. "Dalam waktu yang telah ditentukan itu ternyata pihak kontraktor belum mampu untuk merampungkan pembangunan alias mangkrak," tegas Didin. Sehingga untuk menutupi ketidakrampungan pembangunan RSUD tipe D ini diberikanlah adeddum/tambahan dengan nomor kontrak 442/4770/ADDENDUM/XI/2022 dengan waktu pelaksanaan selama 90 hari kalender tertanggal selesai pada tanggal 31 Maret 2023. Akan tetapi pada tahap pemberian jangka waktu tambahan pertama itu juga tidak mampu dirampungkan, hingga diberikan tambahan waktu kedua dengan jangka waktu kerja selama lima puluh hari kalender dan seharusnya proyek RSUD itu terjadwalkan selesai pada akhir Mei 2023. "Akan tetapi dengan waktu yang diberikan dari awal bulan Mei 2022-Mei 2023 juga tidak mampu dirampungkan. Mengapa dan ada apa?" lanjut Didin. Dikatakan Didin, bahwa pada tanggal 3 Agustus 2023, pihaknya sudah turun ke lokasi melakukan investigasi, melihat perkembangan pembangunan RSUD itu. Dalam penelusurannya, di lantai 1 dan lantai 2 gedung itu ditemukan masih banyak ruangan yang belum dirampungkan seperti plafon yang belum terpasang dan masih amburadul, lantai yang belum terpasang tehel/keramik, jendela yang belum memiliki kaca, dan masih banyak yang harus dibangun untuk menuju ketahap perampungan 100%. [caption id="attachment_558277" align="alignnone" width="1280"] Kondisi pembangun RSUD Antero Hamra Kota Kendari tipe D (Foto: Doc MI)[/caption] Sehingga, menurut Didin, ketika hal ini belum juga rampung maka dana yang bersumber dari pinjaman dana PEN ini akan berimplikasi terhadap masyarakat. "Baik dalam bentuk pajak yang dipungut dari masyarakat ataupun ketidakefesiensinya waktu yang diberikan untuk merampungkan RSUD itu yang seharusnya sudah digunakan. Melakukan pelayanan kesehatan, tapi karena dugaan kelalaian yang dilakukan oleh pihak KPA, PPK dan kontraktor sehingga pelayanan kesehatan belum efektif," terang Didin. Perlu diketahui, bahwa dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dalam pengertian yuridis, pengertian korupsi tidak hanya terbatas kepada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan delik yang merugikan masyarakat atau orang perseorangan. "Atas dasar itulah kami menduga kuat adanya tindakan KKN yang terbangun antara pihak KPA, PKK dan pihak kontraktor atas ketidakpatuhan terhadap aturan yang terlampir diatas. Kami duga praktek KKN ini sudah terjadi dilingkaran pihak-pihak itu atas pembangunan RSUD yang terhitung 3 bulan lebih melewati batas tanggal selesai kontrak kerja," jelasnya. Lebih lanjut, Didin menyatakan bahwa setelah pihaknya melakukan pelaporan di KPK tertanggal 31 Juli 2023, juga melakukan laporan kembali di Kejagung. "Dalam dialog kami dengan pihak Kejagung, kami meminta kasus ini segera di tindaklanjuti, dan jika laporkan ini tidak di tindaklanjuti selama 7×24 jam, maka kami akan melakukan demonstrasi kembali dan berkolaboratif dengan gerakan-gerakan di daerah dan pusat," tegasnya. Kendati demikian, Kejagung, tambah Didin, telah menerima laporkan itu. "Kalau hal ini diabaikan, maka kami akan melakukan pemboikotan terhadap pengerjaan RSUD itu," tegasnya lagi. "Kami tak akan pernah berhenti untuk mengawal kasus ini, kami juga secepatnya akan melakukan pelaporan kepada Ombusdman RI. Kita akan libatkan semua lembaga yang berwenang untuk memeriksa proyek pembangunan RSUD Antero Hamra tipe D dan memeriksa pengunanaan anggaran dana PEN di Kota Kendari," demikian Didin. (Wan)