Komisi VI DPR Desak KPK dan Kejagung Usut Kasus Penjualan Lahan Bandara Hang Nadim Batam 165 Hektar (4)

Nicolas
Nicolas
Diperbarui 25 Agustus 2023 15:48 WIB
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan Agung didesak untuk segera melakukan penyelidikan terhadap Surat Keputusan (SK) BP Batam terkait penunjukkan langsung (PL) 4 perusahaan yang membangun properti di lahan bandara Hang Nadim, Kota Batam, Kepulauan Riau seluas 166 hektar. Sebab, kawasan bandara adalah lokasi strategis nasional yang harus dijaga dan tidak boleh dikelola pihak swasta. "Saya mendukung kasus ini diinvestigasi oleh aparat penegak hukum baik oleh Kejaksaan Agung maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Agar persoalan ini terang benderang," ujar Anggota Komisi VI DPR RI, Amin AK kepada Monitorindonesia.com, Jumat (25/8). Amin menegaskan, jika dalam investigasi yang dilakukan terbukti terdapat pelanggaran kewenangan Kepala BP Batam dan/atau jajarannya, maupun pelanggaran tata ruang tentu harus diproses secara hukum. "Kepada KPK, yang kabarnya sudah menerima laporan kasus terkait, saya mendesak agar segera ditindaklanjuti agar persoalan ini jelas secara hukum," jelas Anggota DPR Fraksi PKS ini. Dirinya beserta masyarakat pun berharap aparat penegak hukum bisa menindaklanjuti kasus tersebut secara profesional dan hasilnya dibuka kepada publik secara transparan. "Bandara itu merupakan obyek vital. Jadi harus bebas dari aktivitas yang mengganggu. KPK serta Kejagung harus segera merespons laporan ini," tutup Amin. Amin juga mengapresiasi organisasi kemasyarakatan maupun para pegiat antikorupsi yang mau melaporkan pelanggaran tata ruang ataupun kewenangan BP Batam. "Saya berharap semakin banyak masyarakat yang mau speak up (melapor) jika memang terjadi pelanggaran," tutup Amin. Sebagaimana diketahui, Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Provinsi Kepulauan Riau menyesalkan Komisi VI DPR RI tidak transparan dalam pembahasan berbagai kasus yang terjadi di BP Batam. Salah satu bukti, adalah penayangan live streaming Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI dengan BP Batam, pada 8 Juni 2023 dipotong pada bagian pembahasan BP Batam. Ketua GNPK Kepri, Muhammad Agus Fajri, menuding pimpinan sidang Komisi VI dalam RDP itu, yakni Martin Manurung asal Fraksi Partai Nasdem, berupaya menutupi pembahasan dengan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi. Wali Kota Batam ex officio Kepala BP Batam itu juga menduduki jabatan di Partai NasDem sebagai Ketua DPW Nasdem Kepri. "Ada keganjilan yang sangat mencolok mata ketika Pimpinan Sidang RDP adalah Martin Manurung. Sebab dalam RDP pertama tanggal 19 Januari 2022 tidak ada satupun anggota komisi VI DPR RI dari Fraksi Nasdem yang hadir, padahal seyogyanya minimal satu anggota Komisi VI dari Fraksi Nasdem yang berasal dari daerah pemilihan Provinsi Kepri," ujar Agus Fajri, Kamis (24/8). Selain itu, penunjukan Martin Manurung sebagai Pimpinan Sidang RDP ke II sangat ganjil karena ketua BP Batam Muhammad Rudi sebagai objek RDP adalah ketua DPW Partai Nasdem Kepri. Begitupun Martin Manurung, adalah ketua DPP partai Nasdem. Sejulah permasalahan sangat krusial BP Batam yang GN-PK Kepri laporkan dan persentasikan kepada Komisi VI DPR. Pertama, dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, atas pengalokasian dan penjualan lahan bandara Hang Nadim, kepada 4 perusahaan pengembang untuk kepentingan membangun pergudangan dan properti. Empat perusahaan pengembang tersebut adalah: PT Prima Propertindo Utama, PT Batam Prima Propertindo, PT Cakra Jaya Propertindo, dan PT Citra Tritunas Prakarsa. Padahal sesuai keputusan Menteri Perhubungan RI no 47 Tahun 2022 tentang Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim yang dikeluarkan pada 9 Maret 2022 semua area kawasan bandara yang memiliki total seluas 1.762,700144 hektar itu tidak boleh dialihfungsikan untuk peruntukan lain, namun dalam kenyataannya aturan hukum ini dilanggar oleh Kepala BP Batam. Kawasan lahan yang dijual Kepala BP Batam tersebut keberadaannya terletak dalam zona kawasan keselamatan penerbangan, dan masuk dalam ruang lingkup rencana proyek revitalisasi, modernisasi pengembangan Bandara Hang Nadim tahap II, yang diantaranya akan membangun landasan pacu kedua. Proyek ini sebagai tindak lanjut dari penandatangan kerja sama pengelolaan Bandara Internasional Hang Nadim Batam dengan PT BIB sebagai Badan Usaha Pelaksana yang dibentuk oleh Konsorsium PT Angkasa Pura I – Incheon Internasional Airport Corporation (IIAC)-PT Wijaya Karya Tbk. (Persero) (WIKA), selaku pemenang lelang pengadaan Badan Usaha (KPBU) Bandara Hang Nadim Batam. Dugaan adanya aliran dana korupsi berupa fee/suap yang diterima Kepala Batam Muhammad Rudii ini, disampaikan oleh oleh Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorinda), Tohom Sinaga, yang menjadi mitra GN-PK Kepri, dan di ikut sertakan serta turut berbicara dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI. Kedua, terkait kasus pembongkaran secara paksa terhadap Apartemen Indah Puri, diduga ada kongkalikong antara pihak BP Batam dengan pengembang PT Guthrie Jaya Indah, secara semena-mena dalam menetapkan biaya Uang Wajib Tahunan (UWT) BP Batam, sebesar Rp 25 juta kepada para penghuni yang kebanyakan warga negara asing (WNA). Padahal kepemilikan mayoritas unit-unit apartemen Indah Puri ini adalah Warga Negara Asing, yang mereka beli secara cash, namun dengan alasan masa berlaku UWT sudah berakhir, dan para pemilik apartemen menolak pembayaran perpanjangan UWT karena harganya yang selangit itu, bangunan apartemen mereka pun langsung dirobohkan dengan mengunakan alat berat. Aksi pembongkaran paksa sepihak ini juga sangat jelas dapat menimbulkan preseden buruk hilangnya kepercayaan investor dan warganegara Asing untuk berinvestasi di Batam. Padahal kota Batam, saat ini lagi boming pembangunan belasan tower Apartemen. Selanjutnya, status Quo Vadis rangkap jabatan walikota Batam, Muhammad Rudi, sebagai ex-officio Kepala BP Batam. Namun dalam periode kedua masa jabatannya sebagai Walikota Batam, dan status ex-officio kepala BP Batam, tidak dibekali SK pengangkatan dan adanya pelantikan, oleh Menteri koordinator perekonomian, Airlangga Hartarto, selaku Ketua Dewan Kawasan Batam, Bintan dan Karimun, sebagaimana pengangkatan sebelumnya. Proyek IPAL Mangkrak Selain itu, mangkraknya Proyek IPAL Batam. Proyek IPAL ini dilaporkan oleh GN-PK Provinsi Kepulauan Riau kepada Komisi VI DPR RI. Perjalanan proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Kota Batam, sudah bergulir sejak 2017 silam, wajar bila banyak orang berkata, harusnya itu sudah tuntas sejak lama. Sejak Loan Agreement (LA) ditandatangani antara Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Robert Pakpahan (Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan RI, saat itu) dengan Yim Seong Hyeog (Executive Director Exim Bank of Korea) pada 21 Maret 2014 di Jakarta, hingga kini proyek tersebut masih mangkrak. Anehnya, baru pada Desember 2022 lalu, BP Batam sebagai penanggung jawab proyek melakukan studi banding ke Korea Selatan untuk melihat langsung proyek serupa yang sudah berjalan sejak lama di Negeri Ginseng tersebut. Adapun dana pinjaman yang totalnya senilai USD 50 juta atau sekitar Rp 700-an miliar untuk membuat IPAL di Batam sudah dikucurkan. Dalam laporan keuangannya, BP Batam menyebut anggaran proyek IPAL sudah terealisasi Rp 564,95 miliar per 31 Desember 2021. Sementara realisasi per 2022, belum terkonfirmasi. Saat ini sudah dilakukan pembayaran pinjaman tersebut plus bunga sebesar 0,5% atau Rp 3,5 miliar per tahun. "Ke mana uangnya, sementara proyeknya masih mangkrak? GN-PK menduga ada pihak-pihak yang sudah menikmati dana pinjaman tersebut, sementara sekarang rakyat yang disuruh membayar utang plus bunganya," kata Agus. Apalagi IPAL dengan dana jumbo tersebut seharusnya sudah terkoneksi ke 11 ribu sambungan rumah warga. Namun, sampai kini, tak ada satu pun rumah warga yang tersambung pipa IPAL tersebut. Sementara peralatan di jaringan induk kabarnya sudah banyak yang bocor dan pipanya sudah karatan. (Dng)