Belum Ada yang Terseret, Apa Kendala Pengusutan Korupsi Impor Emas?

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 17 September 2023 16:42 WIB
Jakarta, MI - Hingga saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menyeret tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan usaha komoditi emas periode 2010-2022. Padahal, penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) sudah berkali-kali memeriksa sedikitnya 10 badan usaha atau perusahaan perhiasan logam mulia, perusahaan importir komoditas emas. Penyidikan dugaan korupsi impor emas ini, sudah dimulai sejak Mei 2023 lewat Sprindik Print-14/Fd.2/05/2023. Penyidikan kasus ini juga terkait dengan pengungkapan dugaan pencucian uang di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) temuan PPATK, dan Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud pernah menyampaikan, dugaan TPPU yang terjadi di lingkungan Kemenkeu, terkait dengan temuan aliran dana mencurigan setotal Rp 189 triliun. Pada beberapa waktu lalu, Mahfud MD mengklaim sudah ada tersangka kasus dugaan korupsi komoditas emas ini. “Kasus di Bandara Soekarno-Hatta itu (terkait) importasi emas yang di-nol-kan bea cukainya di kepabean, (proses penyidikannya) sudah di Kejaksaan Agung, dan sudah disita, dan sudah jadi (ada) tersangka,” kata Mahfud kepada wartawan, Jum’at (9/6). Mahfud menyebutkan angka kerugian negara dari penihilan importasi emas tersebut, mencapai Rp 49 triliun. Teranyar, Kejagung memastikan terus mengusut kasus korupsi impor emas ini. Meski Bareskrim Polri didorong untuk menanganinya, Kejagung menegaskan masih menangani kasus yang naik sidik sejak bulan Mei 2023 itu. "Di kita emas masih penyidikan. Itu masih di kita (Kejagung)," ujar Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah dikutip pada Minggu (17/9). Penanganan kasus emas ini diakui menemui kendala, sehingga agak lama dan hingga kini belum menetapkan tersangka. Sejauh ini, kendala yang ditemui ialah perbedaan pendapat di antara pejabat Bea Cukai mengenai pengenaan tarif bea masuk komoditas emas. "Nah makanya proses itu lama, karena kan dia ada dua itu. Pengenaan tarif dari pejabat Bea Cukai dari pusat, berbeda kan. Ada dua pandangan berbeda tentang pengenaan tarif itu," ungkapnya. Meski demikian, kendala itu dipastikan tak membuat Kejaksaan Agung melimpahkan penanganan kasus ini ke instansi penegak hukum lain, termasuk Polri. Hingga kini, koordinasi pun belum dilakukan dengaan instansi penegak hukum lain terkait kasus emas ini. "Koordinasi belum. Kita belum tahu ya. Nanti kita lihat SPDP-nya. Tapi di kita masih proses," kata Febrie. Bareskrim Polri Ikut Usut? Sebelumnya, kasus importasi emas ini sempat didorong untuk ditangani Bareskrim Polri. Mahfud MD mengungkapkan bahwa Satgas TPPU telah mengarahkan agar Bea Cukai menyerahkan data kepada Bareskrim Polri terkait dugaan korupsi impor emas senilai Rp 189 triliun di Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). "Ini (kasus emas) direkomendasikan untuk diusut melalui Bareskrim Mabes Polri setelah nanti Bareskrim akan diundang untuk Satgas dan instansi terkait paparan dulu, kemana arahnya, mengapa masalahnya, dan seterusnya dan seterusnya," ujarnya dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam pada Senin (11/9) kemarin. Transaksi mencurigakan Rp189 triliun itu merupakan bagian dari 300 surat laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) periode 2009-2023, terkait temuan transaksi janggal senilai Rp 349 triliun yang telah diserahkan oleh PPATK ke Kemenkeu. Sementara itu, Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU Sugeng Purnomo, dalam jumpa pers tersebut, menjelaskan temuan Rp189 triliun itu mulanya hanya ditangani oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kemenkeu. Kemudian, Ditjen Pajak Kemenkeu pun ikut mendalami dugaan pelanggaran dari sisi perpajakan. Untuk diketahui, bahwa transaksi janggal senilai Rp189 triliun merupakan satu dari 18 temuan PPATK yang menjadi prioritas kerja Satgas TPPU sampai akhir 2023. Pada 10 Juli 2023, Sugeng juga menyinggung rencana adanya penyelidikan bersama untuk mengusut transaksi janggal itu. Ditjen Bea dan Cukai hingga kini telah menghimpun keterangan dari 36 pihak dan terjun langsung ke empat kota untuk mendalami kasus tersebut, dengan melibatkan salah satu perusahaan swasta. Langkah hukum juga telah dilakukan Kemenkeu terkait kasus itu pada periode 2016-2017. Namun, putusan majelis hakim sampai tingkat peninjauan kembali (PK) pada tahun 2019 memutuskan tidak ada unsur pidana dalam kasus tersebut. (An) #Korupsi Impor Emas