Pemerintah Berencana Naikkan Rasio Utang Hingga 50 Persen PDB, Ekonom Ingatkan Bahaya Ekonomi Ugal-Ugalan

Carlos Fajar
Carlos Fajar
Diperbarui 12 Juli 2024 18:29 WIB
Ilustrasi mata uang Rupiah Indonesia (istimewa)
Ilustrasi mata uang Rupiah Indonesia (istimewa)

Jakarta, MI - Rencana pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk menaikan rasio hutang hingga 50 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang disampaikan adik kandung Presiden RI terpilih dalam Pemilu 2024 Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo menjadi perbincangan hangat publik.

Sejumlah ekonom mengingatkan agar pemerintah Prabowo dan Gibran melihat secara hati-hati rencana untuk menaikan rasio hutang tersebut di tengah kondisi perekonomian Indonesia saat ini.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan rasio utang hingga 50 persen akan timbulkan banyak gejolak fiskal. 

"Kepercayaan investor di pasar keuangan bisa turun karena kredibilitas kebijakan fiskal yang diragukan. Apalagi tujuan untuk mendorong rasio utang untuk program konsumtif seperti makan siang gratis," ujar Bhima, Jumat (12/7/2024) ketika dikonfirmasi.

Ia juga melihat ada risiko turunnya rating surat utang yang membuat bunga SBN akan melonjak hingga 100-300 bps dan membuat beban bunga di tahun berikutnya membengkak. 

"Apalagi pembayar pajak baik pekerja dan pelaku usaha melihat kenaikan rasio utang akan berkorelasi dengan banyaknya pungutan pajak baru. Kalau utang naik, pajak akan tambah naik untuk imbangi kemampuan bayar utang," terangnya.

Bhima juga melihat pelemahan rupiah akan cukup dalam bisa menembus 18.000-19.400 per dollar AS karena kenaikan utang memicu pelebaran DSR (debt to service ratio).

"Yang berarti kebutuhan valas untuk bayar bunga dan pokok utang dengan penerimaan valas makin tidak berimbang," pungkasnya.

Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda menjelaskan saat level penerimaan pajak meningkat lebih tinggi dibandingkan belanja maka sudah sewajarnya proporsi hutang akan semakin menurun karena penerbitan utang baru berkurang. 

"Saya belum menemukan teori yang seperti Hashim sampaikan. Tapi terlintas ada satu variabel yang tidak disampaikan, yaitu belanja negara. Yang pasti belanja negara akan meningkat drastis terlebih program ambisius Prabowo seperti makan bergizi gratis memerlukan dana tidak sedikit," jelas Nailul Huda.

Kenaikan belanja negara akibat program tersebut kata dia akan lebih tinggi dibandingkan penerimaan negara yang terjadi hutang meningkat. 

"Jadi entah Hashim membodohi masyarakat atau memang sengat menutupi rencana hutang dengan mengatakan penerimaan akan meningkat. Segara teori memang penerimaan pajak meningkat, tapi apakah di level yang sama dengan peningkatan belanja atau tidak," kata Nailul Huda.

Dibuatnya batasan rasio defisit anggaran tiga persen terhadap PDB adalah mencegah pemerintah yang berjalan melakukan belanja negara secara ugal-ugalan dan menjunjung pengelolaan anggaran yang prudent. 

"Sedangkan rasio utang terhadap PDB 60 persen adalah turunan batasan defisit anggaran untuk menjaga hutang tidak terlampau tinggi dan menjadi beban pemerintahan selanjutnya," jelasnya.

Ia menyebutkan hutang di pemerintahan ke depan semakin mendekati angka ambang batas, maka yang akan menanggung adalah pemerintah yang berjalan dan pemerintahan selanjutnya yang akan menanggung utang yang ugal-ugalan. 

"Ekonomi akan semakin stunting karena kebutuhan pembayaran hutang dan bunga hutang meningkat. Celah fiskal untuk program pembangunan menyempit. Ini yang terjadi apabila hutang semakin membesar," tuturnya.

Menambahkan, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti memiliki pandangan terhadap rencana pemerintahan Prabowo Gibran menaikan rasio hutang 50 persen terhadap PDB.

"Kondisi rasio utang terhadap PDB sekarang 36.6% dengan trend tax ratio menurun saja sulit. Apalagi 50%. Jadi tanpa diimbangi kenaikan penerimaan negara saya merasa rasio utang terhadap PDB makin sulit," kata Esther Sri Astuti.

Apalagi kata dia belanja pemerintah untuk pembangunan lebih kecil daripada belanja rutin.

"Sehingga pemerintah akan cenderung menaikkan tarif pajak dan mengurangi subsidi. Tentu saja ini akan berdampak naiknya harga barang sehingga daya beli masyarakat akan tergerus," paparnya.

Pendapat lainnya disampaikan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto. 

"Yang harus dilakukan adalah menaikkan penerimaan negara dulu, kalau penerimaan negara tidak optimal, dan bahkan cenderung turun seperti saat ini, maka strategi menambah utang hanya akan mengguncang stabilitas perekonomian, bukan solusi untuk keberlanjutan APBN ke depan," ujar Eko Listiyanto. 

Sebagaimana diketahui sebelumnya, adik kandung Presiden RI terpilih dalam Pemilu 2024 Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo mengklaim rencana Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk menaikkan rasio utang hingga 50 persen dari produk domestik bruto (PDB) sudah dilaporkan kepada Bank Dunia.

"Idenya adalah untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan tingkat utang. Saya sudah berbicara dengan Bank Dunia dan menurut mereka 50 persen adalah tindakan yang tetap hati-hati. Kami tidak ingin menaikkan tingkat utang tanpa meningkatkan pendapatan," ujar Hashim saat berbincang dengan Financial Times, Kamis (11/7/2024) di London Inggris. [CAR]