Dugaan Pemerasan SYL Seret Pimpinan KPK, MAKI: Kalau Ada Benalu, Mesti Segera Dipotong!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Oktober 2023 00:07 WIB
Koodinator MAKI, Boyamin Saiman (Foto: Istimewa)
Koodinator MAKI, Boyamin Saiman (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Kasus dugaan pemerasan terhadan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyeret pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan pada beberapa waktu lalu. Bahkan, Polda Metro Jaya sudah memeriksa puluhan saksi. 

Mencuatnya kasus ini berawal dari beredarnya foto ketua KPK Firli Bahuri bertemu dengan Syahrul Yasin Limpo di sebuah lapangan badminton. Banyak yang menduga bahawa Firli Bahuri diduda terlibat dalam kasus ini. Buntutnya, Firli juga dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum.

Firli dianggap melanggar Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021. Aturan itu mengatur soal larangan tiap insan KPK bertemu dengan pihak yang berperkara di KPK. Terkait hal itu, Dewas KPK baru memeriksa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Sementara Firli Bahuri Cs mangkir dengan alasan dinas di luar kota.

Berangkat dari hal itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menegaskan bahwa, jika memang ada pimpinan lembaga antirasuah itu terlibat dalam kasus ini, sudah semestinya pisah dengan KPK agar proses hukum di Polda Metro Jaya dan pengusutan dugaan pelanggaran etiknya di Dewas KPK berjalan lancar.

"KPK harusnya memisahkan diri dari orang oknum diduga terlibat itu. KPK harus pisah dari oknum itu dan tetap bekerja membongkar kasus-kasus korupsi besar," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat dihubungi Monitorindonesia.com, Minggu (29/10) malam.

"Kalau ada kangker, ada benalu, saya kira mesti segera dipotong. Itu harusnya dilakukan oleh KPK itu sendiri. Kalau intervinesi saya yakin itu nggak ada. Karena ini semua dibuka dengan terang-terangan," timpal Boy sapaannya.

Sejak penyelidikan hingga penyidikan, pihak Polda Metro Jaya sudah berani membuka kasus ini dihadapan awak media dan publik. Apalagi telah dilakukan penggeledahan rumah Firli Bahuri di Bekasi, Jawa Barat dan di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rumah di Kertanegara itu kemudian dinyatakan pihak Polda Metro Jaya berstatus sewa.

Kalau KPK mengeintervensi, lanjut Boy, malah akan diketawain dan akan dibuka Polda Metro Jaya. Makanya posisi KPK saat ini, kata Boy, serba sulit juga bingung. 

"Kalau mereka mempertanyakan aja bisa dianggap intervensi, itu bisa menjadi sulit posisi mereka dan itu malah bisa jadi pancingan dari Polda Metro Jaya, jika melakukan statement atau mempertanyakan. Akan dibuka seterang-terangnya gitu. Jadi nggak adalah intervensi," tandas Boy.

KPK "Mati Kutu"

Selain itu, Boy turut menyoroti sikap KPK yang seolah cuek menanggapi permintaan supervisi Polda Metro Jaya terkait kasus ini. Padahal seharusnya,  KPK menyambutnya dengan gembira.

"Saya khawatir dengan KPK yang enggan dengan itu, karena mungkin merasakan ada sesuatu yang dikerjakan oleh penyidik benar dan ada sesuatu yang mungkin enggak enak di level KPK," kata Boy.

"Kalau berangkat kok kesannya bertentangan dengan pimpinan, kalau pimpinan juga mengizinkan itu bertentangan dengan pimpinan yang lain," sambung Boy.

Bahkan, Boy menilai KPK saat ini seperti dibuat "mati kutu" dan tidak berdaya. "Dibuat seperti "mati kutu" seperti itu, justru maju nggak mau, mundur nggak mau, supervisi nggak jelas, nggak dijawab sampai sekarang," beber Boy.

Padahal, menurut Boy, maksud dari pihak Polda Metro Jaya dengan supervisi ini, prosesnya terus akan berlanjut, bahkan seakan-akan sudah dapat stempel dari KPK. "Sudah mendapat pembenaran oleh KPK, seakan-akan kan begitu. Jadi ini juga namanya menjebak KPK ini," lanjut Boy.

Apa yang seharusnya dilakukan KPK, tambah Boy, sebenarnya tetap supervisi. "Dia kan lembaga, bukan terkait orang perorangan dengan pimpinan. Mestinya dijawab setuju dan segera mengirimkan jawaban surat supervisi ke Polda Metro Jaya," katanya.

"Kemudian mengikuti proses-proses itu dan justru malah membuat terang kasus ini kalau memang pada posisi makin terang," imbuhnya.

Polda Metro Jaya saat ini masih menanti respons pimpinan KPK terkait permintaan supervisi dalam kasus dugaan pemerasan ini. Kabarnya, supervisi itu telah diteruskan Dewas ke pimpinan KPK.

Dalam perkara ini, Polda Metro Jaya telah memeriksa 54 saksi dalam dugaan pemerasan oleh Pimpinan KPK. Mereka di antaranya sopir pribadi SYL, ajudan pribadi SYL, Wakil Ketua KPK periode 2007-2011 Mochammad Jasin.

Kemudian telah diperiksa juga Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang, Direktur Pelayanan Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK Tomi Murtomo, Aide de Camp (ADC) atau ajudan Ketua KPK Kevin Egananta, dan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar yang juga merupakan suami keponakan SYL.

Sementara itu, Firli sudah diperiksa terkait dugaan pemerasan oleh Pimpinan KPK sebagai saksi, Selasa 24 Oktober kemarin. (An)