Pejabat BPK Tersandung Korupsi: Habis Achsanul Qosasi Terbitlah Pius Lustrilanang!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 November 2023 10:17 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Foto: Dok MI)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Korupsi adalah permasalahan besar yang menghantui Indonesia dan ancaman yang lebih membahayakan dibanding kejahatan lain. Korupsi masih menjadi persoalan besar di tanah air.

Indonesia kini darurat korupsi, maka semua pihak harus serius mengkaji dan merumuskan serta menetapkan ketentuan dan hukum yang lebih ketat agar tidak ada celah dan peluang serta adanya efek jera untuk melakukan korupsi.

Banyaknya kasus korupsi yang terjadi saat ini, baik yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan Agung (Kejagung) di berbagai daerah diseluruh nusantara menimbulkan pertanyaan publik atas kredibilitas lembaga pemeriksa keuangan.

Hasil audit lembaga pemeriksa keuangan pun tidak menjamin bahwa kinerja dan laporan keuangan yang diaudit itu bebas dari rekayasa dan praktik korupsi.

Sebagaimana diketahui oleh publik bahwa banyak kasus korupsi yang terungkap meski laporan keuangannya sudah di audit oleh lembaga pemeriksa keuangan dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bahkan tak sedikit oknum auditornya bermain dengan para pengguna anggaran.

Dengan demikian, kiranya pemerintah dan DPR serta seluruh pihak terkait mengkaji ulang sistem audit serta membenahi sistem hukum terkait audit penggunaan keuangan negara. Pemeriksaan lebih mendetail alur dan pihak pihak terkait terhadap anggaran yang digunakan, bukan sekedar laporannya saja yang diaudit.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga negara yang bebas dan mandiri yang tidak boleh diintervensi oleh lembaga lain. Anggota BPK merupakan jabatan strategis. Betapa tidak, anggota BPK punya kewenangan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. 

BPK juga berperan besar dalam pemberantasan korupsi, karena berwenang melakukan audit investigasi ihwal penyimpangan keuangan negara yang berdampak pada kerugian negara. Hasil audit BPK sangat menentukan pengungkapan berbagai kasus korupsi kelas kakap.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan laporan dari BPK menjadi dasar penyidikan oleh instansi berwenang yakni Kejaksaan, KPK dan Polri. Hal ini juga rentan disalahgunakan oleh oknum oknum anggota lembaga pemeriksa keuangan.

Sebagaimana diketahui bahwa kasus dugaan korupsi yang baru-baru ini menyeret Anggota III BPK Achsanul Qosasi terkait dengan kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kominfo dan Anggota VI BPK Pius Lustrilanang terkait dengan kasus dugaan korupsi dugaan korupsi pengkondisian temuan dalam Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK untuk wilayah Propinsi Papua Barat Daya TA 2023.

Aliran uang rasuah BTS Kominfo ke anggota BPK Achsanul sebelumnya muncul dalam sidang mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo), Galumbang Menak Simanjuntak, Senin, 23 Oktober 2023. Galumbang sendiri dituntut 15 tahun penjara.

Setidaknya ada uang dalam koper berjumlah Rp40 miliar dalam pecahan dollar Singapura, mengalir ke tangan Achsanul Qosasi. Pengirim uang itu adalah Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy terdakwa kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo ini.

Achsanul menerima uang tersebut di sebuah hotel mewah Grand Hyatt melalui Windi Purnama (WP) dan Sadikin Rusli (SR) atas dasar perintah Irwan Hermawan (IH).

Kini Achsanul Qosasi menjadi tersangka sekaligus menunjukkan fakta baru aliran uang korupsi pengadaan BTS Kementerian Kominfo. Aliran uang suap ke Achsanul Qosasi terjadi pada rentang waktu 2022, ketika BPK mencium adanya gelagat mencurigakan dalam keuangan proyek BTS. Tepat 19 Juli itu 2022.

Kejagung saat ini masih mendalami apakah uang Rp40 miliar tersebut apakah untuk mempengaruhi penyidikan atau mempengaruhi proses audit BPK. Namun ia mengatakan, Achsanul menerima uang tersebut ketika Kejagung baru menggelar penyidikan kasus korupsi BTS.

Sementara itu, kasus dugaan korupsi pengkondisian temuan dalam PDTT BPK untuk wilayah Propinsi Papua Barat Daya TA 2023 yang menyeret  Anggota VI BPK Pius Lustrilanang  diungkap oleh Komisi Pemberntasan Korupsi (KPK) melalui operasi tangkap (OTT)-nya pada Minggu (12/11) kemarin.

Dalam OTT ini, KPK turut mengamankan Penjabat (Pj) Bupati Sorong Yan Piet Mosso, Anggota DPRD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sorong Efer Sigidifat, dan dua pemeriksa BPK Provinsi Papua Barat Daya, David Patasaung dan Abu Hanifa.

Kini tim penyidik menyegel ruang kerja Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang di Kantor BPK RI, Jakarta Pusat.

 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron belum mau membeberkan keterkaitan penyegelan ruang kerja Pius Lustrilanang dengan perkara yang sedang ditangani KPK.

"Apa benar penyegelan saudara Pius Lustrilanang berkaitan dengan perkara Kemenkes kah atau di Kemendikbud kah, sekali lagi untuk yang karena perkara ini masih berjalan, tentu kami belum dapat menyampaikan keterkaitannya dengan perkara yang mana," ujar Ghufron di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (13/11).

Ghufron menyebut pengusutan kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Pius Lustrilanang ini masih berjalan. Dia mengatakan akan mengumumkannya kepada publik setelah menerima informasi dari tim lapangan.

"Nanti pada saatnya setelah teman-teman atau tim lidik (penyelidikan) dan sidik (penyidikan) telah melaporkan kepada kami, nanti pada saatnya akan kami sampaikan kepada masyarakat," kata Ghufron. (An)