PPATK Didesak Periksa Harta Seluruh Pejabat BPK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 November 2023 14:07 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Foto: MI/Aan)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Foto: MI/Aan)

Jakarta, MI - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) harus dapat melacak harta kekayaan seluruh pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengetahui asal-usul harta itu. Mulai dari Ketua BPK, Wakil Ketua BPK hingga jajarannya,

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menegaskan bahwa soal jumlah hartanya harus dibuktikan berdasarkan bukti otentik, apalagi jika kepemilikan harta berbanding jauh dengan penghasilan yang diperoleh dari negara sebagai pejabat negara. Karena itu diperlukan pembuktian otentik yang bersifat yuridis dari kepemilikan hartanya.

"Ya hartanya harus diperiksa PPATK. Karena yang wajib LHKPN itu hanya sampai setiap eselon 2 (setingkat Direktur)," ujar Abdul Fickar Hadjar saat  dihubungi Monitorindonesia.com, Sabtu (18/11).

Padahal, lanjut Abdul Fickar, yang banyak bermain juga justru eselon-eselon di bawah Kabag hingga Kasub. Bahkan, kata dia, pejabat BPK-nya seperti Anggota III BPK Achsanul Qosasi dan Anggota VI BPK Pius Lustrilanang.

Maka dari itu, Abdul Fickar meminta PPATK agar memberikan record transaksi para pejabat BPK dari yang paling rendah. "PPATK harus memberikan record transaksi para pejabat BPK dari yang paling rendah (eselon 4 dan pimpro) sampai dengan anggota BPK-nya seperta Achsanul Qosasi dan lainnya," tegas Abdul Fickar.

Kemudian, Kejaksaan Agung (Kejagung) tambah Abdul Fickar, wajib mendalami sumber kekayaan, Achsanul Qosasi. Pasalnya ia dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Iya (wajib didalami sumber kekayaannya). Apalagi, jika jauh berbeda dengan profil keuangannya yang biasa. Kalau penambahan itu berasal dari kejahatan, pasti akan terlacak," lanjutnya.

Menurutnya, penelusuran terhadap kekayaan atau aset dari tersangka Achsanul Qosasi sebagai pejabat publik bukanlah hal yang sulit, meski yang bersangkutan juga berprofesi sebagai pengusaha. 

Karena setiap perubahan aset milik yang bersangkutan tentunya rutin tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Sehingga pihak Kejagung pun dapat dengan mudah mengusut aliran TPPU yang dilakukan tersangka.

Selain Achsanul Qosasi sebagai tersangka, Anggota VI BPK Pius Lustrilanang dan kawan-kawannya kini menjadi sorotan. Pius terseret kasus dugaan pengondisian temuan terhadap laporan keungan Pemerintah Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.  

Kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan KPK akhir pekan lalu itu menyeret sejumlah pihak sebagai tersangka di antaranya Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan dua pejabat BPK di Papua Barat. 

Abdul Fickar kembali menegaskan, bahwa dengan demikian tidak ada alasan lagi kepada PPATK, KPK dan juga Kejagung bekerja sama menelusuri harta kekayaan oknum BPK dan bila perlu semua pejabatnya. Apalagi diketahui sebagian anggota BPK sebelumnya terafiliasi partai politik (Parpol).

"Karena setiap penambahan (aset) yang mencolok itu menjadi dasar penetapan tindakannya sebagai TPPU. Apalagi jika dibandingkan dengan perolehan gaji resmi sebagai anggota BPK, pasti sangat kentara perbedaannya," jelas Abdul Fickar.

Terakhir, Abdul Fickar Hadjar berharap kepada Presiden, agar mereka yang terafiliasi parpol itu harus diganti semuanya. "Seharusnya begitu, karena "biasanya" pejabat yang dari parpol cari setoran. Presiden juga harus mau, kalau gak mau, nanti dikira tetima setoran," tandasnya.

Diketahui para pejabat BPK pernah terafiliasi dengan partai politik. Ketua BPK Isma Yatun, misalnya. Dia mantan anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP). Pernah menjadi anggota DPR dari tahun 2006 hingga tangun 2017. Selepas dari DPR, dia terpilih sebagai anggota BPK.

Selain Isma Yatun ada juga Daniel Lumban Tobing. Daniel adalah mantan politisi PDIP. Dia pernah menjabat sebagai anggota DPR dari tahun 2009 hingga tahun 2019.

Mantan politikus lainnya adalah Achsanul Qosasi. Achsanul saat ini berstatus sebagai tersangka dalam perkara korupsi BTS Kominfo. Dia telah ditahan oleh Kejaksaan Agung.

Achsanul juga mantan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Selanjutnya ada sosok Khaerul Saleh yang merupakan mantan politikus Gerindra.

Dia juga pernah menjadi anggota parlemen. Mantan politikus Gerindra lainnya yang menjabat anggota BPK adalah Pius Lustrilanang. Teruntuk Pius Lustrilanang, saat ini disorot usai KPK menyegel dan mengeledah ruang kerjanya. 

Politikus atau bekas politikus terakhir yang menjabat sebagai elite di BPK adalah Ahmadi Noor Supit. Dia adalah bekas anggota DPR dan dikenal sebagai politikus Partai Golkar. (Wan)