Banyak Pejabat BPK Tersangkut Korupsi, Pengamat Kebijakan: Sekarang Musim Sodok-menyodok!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 18 November 2023 16:09 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Foto: Dok MI)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Foto: Dok MI)

Jakarata, MI - Banyaknya anggota sampai pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terjerat kasus korupsi dinilai akibat tersandera kepentingan politik. Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan bahwa saat ini musimnya saling buka-bukaan.

"Jika satu terjerat ya dibukalah semuanya. Sekarang musimnya saling sodok-menyodok dibukalah satu-satu. Korupsi di BPK itu bukan barang baru," kata Agus kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (18/11).

"Sudah nggak ada harapanlah orang penegak hukum, yudikatif dengan segala macam korupsinya ya diapain lagi kan. Korupsi ini sudah mendarahdaging kok, mau nggak mau ya harus diganti itu semua pejabat BPK-nya," sambungnya.

Adapun kasus korupsi di BPK teranyar adalah Kepala Perwakilan BPK Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing, Kasubaud BPK Papua Barat Abu Hanifa, dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung terjerat dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada beberap waktu lalu.

Lalu, ada juga penggeledahan dan penyegelan ruang kerja anggota VI BPK Pius Lustrilanang yang dilakukan KPK. Upaya paksa itu berkaitan dengan dugaan suap dalam pemeriksaan BPK di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, ditemukan penyidik.

Selain itu, ada juga penetapan tersangka dan penahanan terhadap anggota BPK Achsanul Qosasi di Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia terlibat dalam dugaan korupsi pembangunan BTS 4G pada Bakti Kominfo. 

Di lain pihak, peneliti Pusat Studi Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro menilai masalah di BPK ini dari hulu ke hilir. 

"Sejak dari proses seleksi sampai ke soal pengawasannya. Dalam proses seleksi di hulu persoalan, BPK juga tersandera oleh kepentingan politik," katanya.

Tindakan korup itu diyakini karena banyaknya anggota BPK yang berlatar belakang politikus. Sehingga, kata Herdiansyah, mereka akan membantu rekan partainya yang bermasalah.

"Keberadaan Pius misalnya yang rekam jejaknya adalah seorang politisi. Tentu saat di BPK, dia akan membawa mentalitas politisnya ke dalam sistem kerja BPK. Rekam jejak ini harusnya dijadikan saringan untuk memastikan orang-orang di BPK adalah yang terbaik," ungkapnya. 

Dengan demikian, menurut dia, persyaratan dalam pencarian posisi anggota BPK harus diubah saat ini. Mereka yang memiliki rekam jejak politikus harus didiskualifikasi untuk menjaga integritas. "Jadi indikasi atau dugaan pemerasan, trading in influence, gratifikasi, dan lain-lain, dapat dilaporkan oleh publik dengan rasa aman. Ini yang harus dibenahi BPK. Sebab jika tidak, peristiwa serupa akan terus berulang," tandasnya. (An)