PPATK: Kontestasi Politik Bukan Adu Kekuatan Uang dari Tambang Ilegal

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 15 Desember 2023 09:24 WIB
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (Foto: MI/An)
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (Foto: MI/An)
Jakarta, MI - Jelang Pemilu 2024, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap ada dana kampanye yang mengalir dari tambang ilegal. Temuan PPATK itu pun sudah dilaporkan kepada Bawaslu dan KPU.

"Waktu itu pernah kita sampaikan indikasi dari illegal mining (tambang ilegal), dari macam-macam lah," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi, Jum'at (15/12).

Namun saat Monitorindonesia.com mengonfirmasi lagi soal tambang ilegal mana saja. Ivan belum membeberkannya. Hanya saja Ivan menegaskan bahwa kontestasi politik tak seharusnya beradu kekuatan uang, apalagi dari tambang ilegal. 

Menurut Ivan, pesta demokrasi ini seharusnya diwarnai dengan adu gagasan serta visi misi para peserta. "Prinsipnya kita ingin kontestasi politik dilakukan adunya visi dan misi, bukan adu kekuatan uang. Apalagi ada keterlibatan dana dari hasil ilegal, itu kita tidak mau," beber Ivan.

|Baca Juga: Transaksi Mencurigakan Jelang Pemilu, PPATK: Triliunan Rupiah dari Ribuan Nama!|

Sebelumnya, Ivan menyebut, pihaknya menerima laporan transaksi yang diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dalam kampanye Pemilu 2024. 

“Kita lihat transaksi terkait dengan pemilu masif sekali laporannya ke PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen. Di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, ini kita dalami,” ungkapnya.

Menurutnya, PPATK menemukan bahwa beberapa kegiatan kampanye dilakukan tanpa pergerakan transaksi dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK).

|Baca Juga: Anggota Komisi IV Diduga Kecipratan Uang Korupsi SYL, Eks Penyidik KPK: Bongkar Semua!|

“Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu darimana kalau RKDK tidak bergerak? Kita melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye,” sambungnya.

Sebagai informasi, bahwa PPATK sepanjang periode 2016 sampai 2021 telah membuat 297 hasil analisis yang melibatkan 1.315 entitas. Mereka diduga melakukan tindak pidana dengan nilai mencapai Rp38 triliun.

Selain itu, PPATK juga membuat 11 hasil pemeriksaan yang melibatkan 24 entitas dengan nilai potensi transaksi yang berkaitan dengan tindak pidana mencapai Rp221 triliun. (Wan)