Diduga Titip Kontraktor Proyek Jalur KA, Deolipa Yumara Desak KPK dan Hakim Seret Menhub Budi Karya ke Meja Hijau

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Desember 2023 16:23 WIB
Pakar hukum pidana, Deolipa Yumara desak Menhun Budi Karya diseret ke Pengadilan (Foto: MI/Nuramin)
Pakar hukum pidana, Deolipa Yumara desak Menhun Budi Karya diseret ke Pengadilan (Foto: MI/Nuramin)

Jakarta, MI - Pakar hukum pidana, Deolipa Yumara, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pihak pengadilan memeriksa Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi terkait kasus dugaan korupsi/suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). 

Pasalnya, pejabat Kemenhub Harno Trimadi yang saat ini juga terseret dalam kasus ini, mengungkapkan bahwa Menhub Budi Karya Sumadi menitipkan kontraktor untuk mengerjakan proyek pembangunan maupun peningkatan jalur kereta api di sejumlah daerah. Menurut dia, titipan itu ialah ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi), pengusaha Billy Haryanto alias Billy Beras, dan anggota DPR RI.

Hal tersebut disampaikan Harno Trimadi saat menjadi saksi dalam sidang dugaan suap pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (3/7). Harno menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto.

"Pemeriksaan Budi Karya Sumadi penting untuk menelusuri soal dugaan adanya kontraktor titipan tersebut. Lagian fakta dalam persidangan itu jadi pintu masuk aparat penegak hukum mendalami keterangan pihak-pihak terkait. Apakah benar atau tidak, tinggal dibuktikan saja, atau bisa dihadirkan di meja hijau itu. Jika saksi itu berbohong ya bisa dijerat pidana juga," kata Deolipa Yumara kepada Monitorindonesia.com, Kamis (27/12).

Dijelaskannya, bahwa dalam Pasal 242 ayat (1) KUHP mengancam hukuman tujuh tahun penjara bagi siapapun dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik lisan maupun tertulis, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang ditunjuk untuk itu.

"Siapapun yang disebut dan mempunyai peran dalam rangkaian perbuatan yang duangkapkan di pengadilan, maka harus dihadirkan menjadi saksi tetutama dalam kaitannya dengan pembuktian dakwaan tehadap terdakwa. Lagian KPK juga menyatakan tidak akan ragu memeriksa lagi Menhub Budi Karya itu," tegas mantan pencacara Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu itu. 

Dalam hal ada saksi yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

 "Jadi, meskipun ada saksi yang tidak diperiksa di tingkat penyidikan, namun kemudian diajukan pada saat sidang berlangsung atau sebelum putusan, hal tersebut diperbolehkan," tegasnya.

Sebagai catatan, bahwa keterangan saksi merupakan alat bukti sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).

Yang dimaksud dengan saksi, menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Diketahui, dalam perkembangan kasus ini, teranyar KPK menetapkan Muhammad Suryo (MS) sebagai tersangka. Hal tersebut dibenarkan oleh pimpinan KPK, Johanis Tanak.

"Benar (MS sudah tersangka)," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat dimintai konfirmasi, Senin (27/11). 

Namun, Tanak belum merinci kapan lembaga antirasuah mengumumkan Suryo sebagai sebagai tersangka. 

Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah KPK melakukan gelar perkara. Diketahui, nama MS muncul dalam sidang kasus suap proyek di DJKA Kementerian Perhubungan DRS.

DRS mengaku sempat menanyakan sosok pengusaha bernama MS kepada tahanan lain di Rutan Polres Jaksel. Tidak hanya itu, dia mengaku pernah diminta mengubah keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP).

DRS mengaku heran karena tiba-tiba didatangi MS saat masih mendekam di tahanan. "Pernah berkunjung tanpa pemberitahuan ke penyidik, padahal saat itu yang boleh mengunjungi hanya keluarga," ucapnya.

Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan dua tersangka baru kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Bandung, Jawa Barat. Kedua tersangka tersebut yakni, Direktur PT Bhakti Karya Utama (BKU), AD dan Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera (PKS) ZF. 

Atas perbuatannya tersebut, AD dan ZF disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (Wan)