Catat! Santunan Korban Gagal Ginjal Akut Bukan untuk Menyetop Proses Hukum

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 11 Januari 2024 03:20 WIB
Menko PMK Muhadjir Effendy saat memberikan bantuan dan santunan kepada keluarga korban gagal ginjal akut, Rabu (10/1) (Foto: MI/An)
Menko PMK Muhadjir Effendy saat memberikan bantuan dan santunan kepada keluarga korban gagal ginjal akut, Rabu (10/1) (Foto: MI/An)

Jakarta, MI - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menegaskan bahwa kasus gagal ginjal akut progresif atipikal atau GGAPA terus diusut, meski telah memberikan santunan kepada para keluarga korban.

Diketahui bahwa Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah meningkatkan status kasus gagal ginjal akut yang diduga melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan alias BPOM ke penyidikan. BPOM pun diduga terlibat dalam kasus ini.

Menko PMK Muhadjir Effendy tak ingin publik beranggapan pemberian santunan ini merupakan upaya pemerintah untuk menghindari atau menutup kasus yang tengah berjalan.

“Jangan sampai ada pemahaman bahwa ini upaya kita untuk menghindari atau untuk menutup kasus ini supaya tidak lagi berproses, tidak ya. Jadi ini jangan sampai dipahami itu,” tegas Muhadjir Effendy dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (10/1).

Setelah santunan diberikan, maka tugas Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin adalah mengobati korban anak yang masih hidup. 

Muhadjir juga ingin agar korban anak yang masih hidup mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya dari pemerintah ketika melakukan pengobatan. “Ini tugas berat Pak Menkes untuk memastikan bahwa para korban hidup akan mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya,” tandas Muhadjir.

Diketahui bahwa nominal santunan dan bantuan itu terdiri dari Rp 50 juta untuk korban anak GGAPA meninggal dunia dan Rp 60 juta bagi korban anak GGAPA yang masih hidup. Jumlah total keseluruhan uang santunan yang diberikan kepada para korban anak GGAPA bernilai Rp 16,54 miliar.

Sebelumnya, Bareskrim Polri menduga kasus yang telah naik penyidikan ini melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Peningkatan status dilakukan usai penyidik menemukan unsur pidana dalam kasus yang membuat ratusan anak meninggal dunia itu.

"Sudah naik penyidikan, tapi belum ada penetapan tersangka," ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Nunung Saifuddin saat dihubungi, Rabu (20/12).

Nunung menjelaskan dugaan keterlibatan BPOM itu diketahui penyidik berdasarkan hasil pengembangan kasus GGAPA sebelumnya. Kendati demikian, ia masih enggan menjelaskan lebih jauh ihwal peran BPOM dalam kasus tersebut.

Nunung hanya menyebut kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi dari pihak BPOM hingga perusahaan produsen obat sirop penyebab gagal ginjal. Ia juga memastikan penyidik bersikap profesional dan tidak akan diintervensi oleh siapapun.

"Intinya kita sedang dalam proses penyidikan. Kita sudah memeriksa 11 saksi saksi bukan hanya dari BPOM aja, dari BPOM, ada dari saksi ahli, ada dari PT Afi Farma," kata Nunung.

Sebagai informasi, bahwa Bareskrim juga telah menetapkan 5 perusahaan sebagai tersangka korporasi, yakni PT Afi Pharma, PT Tirta Buana Kemindo, PT Fari Jaya, CV Anugrah Perdana Gemilang dan CV Samudra Chemical.

Polri juga telah menetapkan dua orang petinggi CV Samudra Chemical sebagai tersangka. Mereka berinisial E yang merupakan pemilik perusahaan sekaligus Direktur Utama dan AR selaku Direktur.

Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 196 jo Pasal 98 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Subsider, Pasal 60 Angka 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 62 Ayat 1 Juncto Pasal 8 Ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Juncto Pasal 56 Ayat 2 KUHP. (wan)