IUP PT Smart Masrindo Sempat jadi Polemik, Kini Bosnya dalam Bidikan KPK!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Februari 2024 06:07 WIB
Gedung Rupbasan KPK di Cawang Jakarta Timur (Jaktim) (Foto: MI/Aswan)
Gedung Rupbasan KPK di Cawang Jakarta Timur (Jaktim) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Bos PT Smart Masrindo (SM) kini dalam bidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan suap terhadap Gubernur Maluku Utara (Malut) nonaktif Abdul Gani Kasuba (AGK) dan kawan-kawan.

Lembaga antirasuah menegaskan bahwa keterangan dari bos atau Direktur PT SM, Shanty Alda Nathalia itu sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan berkas perkara Abdul Ghani dan 6 tersangka lainnya. "KPK ingatkan untuk kooperatif hadir penuhi panggilan tim penyidik tersebut," tegas Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Jum'at (16/2) kemarin.

Kabarnya, KPK memanggil Shanty Alda Nathalia untuk diperiksa pada tanggal 20 Februari 2024 mendatang.

KPK sebelumnya juga telah mengultimatum Direktur Utama PT Adidaya Tangguh, Eddy Sanusi dan juga Direktur PT Smart  Marsindo, Shanty Alda Nathalia yang mangkir dari pemeriksaan dalam kasus ini, Senin (29/1/2024).

"Kedua saksi tidak hadir dan tanpa memberikan konfirmasi pada Tim Penyidik. Kami ingatkan untuk kooperatif hadir pada pemanggilan berikutnya," ujar Ali melalui keterangannya, Selasa (30/1/2024).

Sebagai informasi bahwa PT.Smart Marsindo adalah Perusahan bergerak di sektor Pertambangan Nickel nomor perizinan 540/KEP/330/2012 Tahapan Operasi Poduksi dengan kode WIUP 3682022122021079.

Perusahan tersebut beroprasi di Wilayah Halmahera Tengah, Maluku Utara, Luas (Ha) 666,30. Tahun mulai berlaku 2012 dan berakhir 2032. Sementara itu, berdasarkan informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Provinsi Maluku Utara mencapai 108 yang tersebar dibeberapa kabupaten/kota. 

Namun demikian, dari jumlah tersebut terdapat 13 IUP diduga palsu. Hal itu terungkap setelah Abdul Gani Kasuba (tersangka KPK) mengeluarkan rekomendasi ke Kementrian ESDM agar dimunculkan dalam aplikasi Minerba One Data Indonesia ( MODI ) dan Minerba One Map Indonesia ( MOMI ).

Namun tak lama kemudian rekomendasi dari Gubernur itu pun dibatalkan setelah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)  Maluku Utara, melakukan telaah staf. 

"Gubernur telah keliru mengeluarkan rekomendasi 13 IUP itu untuk diinput dalam MODI dan MOMI. Itu yang di anggap oleh DPMPTSP ada kekeliruan karena tidak ada lagi kewenangannya. Oleh karena itu, ada kekeliruan maka DPMPTSP membuat telaah staf untuk membatalkan surat penyampaian itu," kata Kepala DPTMPTSP Maluku Utara Bambang Hermawan, Kamis (10/2/2022) lalu.

Dari 13 IUP tersebut tersebar ditiga Kabupaten. Yaitu Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) ada 10 IUP disusul Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) ada 2 IUP dan Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) ada 1 IUP.

13 IUP di tiga Kabupaten itu adalah PT. Arumba Jaya Perkasa Halmahera Timur, PT. Kasih Makmur Abadi Blok I Halmahera Timur, PT. Kasih Makmur Abadi Blok II Halmahera Timur, PT. Kasih Makmur Abadi Blok III Halmahera Timur, PT Kasih Makmur Abadi Blok IV Halmahera Timur dan PT. Cakrawala Agro Besar Halmahera Timur.

Lalu, PT. Harum Cendana Abadi Blok I Halmahera Timur, PT. Harum Cendana Abadi Blok II Halmahera Timur, PT. Harum Cendana Abadi Blok III Halmahera Timur dan PT. Harum Cendana Abadi Blok IV Halmahera Timur.

Selanjutnya, PT. Smart Marsindo Halmahera Tengah, PT. Aneka Niaga Prima Halmahera Tengah dan PT. Anugerah Multico Halmahera Selatan.

Apa Kata Pemda Halteng?

Bupati Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara, Edy Langkara melalui kuasa hukum Hendra Karianga mengakui, keberadaan PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima dengan wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) berada di kabupaten Halmahera Tengah.

Dua perusahaan yang terdapat dalam 13 IUP yang diusulkan pembatalan oleh Gubernur Maluku Utara ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), telah teregistrasi di Pemerintah Daerah Halteng.

Hal itu diungkapkan Hendra Karianga bersama Kepala Bagian Hukum Setda Halteng Ridwan Muhammad saat pemeriksaan di Bareskrim Polri yang menyelidiki usulan pembatalan 13 IUP yang diajukan Abdul Gani Kasuba.

Menurut Hendra Karianga, dokumen IUP PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima, telah memenuhi persyaratan. Hal ini berdasarkan hasil kajian hukum dan kedua perusahaan itu benar-benar teregistrasi di Pemerintah Daerah Halteng.

"Dua perusahaan ini proses pengajuan izinya sesuai dengan tahapan, sehingga tidak ada alasan Gubernur untuk mengusulkan pembatalan IUP mereka,”ungkap Hendra Karianga.

Seperti diketahui dalam pengutusan kasus 13 IUP oleh Mabes Polri, dimana penyidik melakukan pemeriksaan atau pengambilan keterangan kepada Bupati Halteng Edy Langkara yang diwakili oleh kuasa Hukum Hendra Karianga dan Kepala Bagian Hukum Setda Halteng Ridwan Muhammad.  

Untuk itu tidak ada alasan lagi untuk pembalatan IUP kedua perusahaan yang wilayah operasinya berada di kabupaten Halmahera Tengah, sebab seluruh dokumen telah memeuhi prosedur.

Kembali pada kasus Abdul Gani Kasuba. Bahwa KPK baru menetapkan 7 orang tersangka dugaan suap proyek, perizinan, dan jual beli jabatan usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Malut dan Jakarta pada Senin (18/12/2023) lalu, adalah sebagai berikut:

1. Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba

2. Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Kadis Perkim) Adnan Hasanudin.

3. Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Penataan Ruang (PUPR) Daud Ismail.

4. Kepala Badan Pengadaan Barang Dan Jasa (BPBJ) Ridwan Arsan.

5. Seorang ajudan bernama Ramadhan Ibrahim

6. Stevi Thomas (Swasta)

7. Kristian Wuisan (swasta)

Dari jumlah tersebut, ada 4 tersangka segera dimejahijaukan yaitu sebagai pemberi suap. Adalah Adnan Hasanudin (AH) (Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut); Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) Stevi Thomas (ST); Daud Ismail (DI) (Kadis PUPR Pemprov Malut); dan Kristian Wuisan (KW) (Swasta).

Kini KPK memastikan akan terus mengembangkan kasus dugaan rasuha ini. Dalam pengembangannya, lembaga antikorupsi membuka peluang menjerat tersangka baru. Hal ini terbuka lebar dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi dalam proses tahap penyidikan. Selain itu juga dalam proses penuntutan dan persidangan.

"Analisis berikutnya, pasti kemudian kan di awal saya sampaikan, KPK tidak berhenti dalam satu titik ketika menyelesaikan sebuah kasus ataupun perkara. Terlebih dari kegiatan tangkap tangan. Pasti kemudian KPK kembangkan lebih lanjut," kata Ali, Sabtu (27/1/2024).

Kendati, penetapan seseorang sebagai tersangka harus berdasarkan dua alat bukti yang cukup, baik itu keterangan saksi ataupun didukung oleh alat bukti lain.  "Sepanjang kemudian ditemukan fakta-fakta hukum dalam proses persidangan nanti misalnya, ada keterlibatan pihak lain, ada keterangan saksi-saksi yang didukung dengan alat bukti lain," tandas Ali. (wan)