Dugaan Kecurangan dan Pelanggaran Pemilu, Prof Jimly: Para Saksi Penghitungan dan Rekap Suara Jangan Diam!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 20 Februari 2024 15:28 WIB
Ketua Majelis Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof. Jimly Asshiddiqie (Foto: Istimewa)
Ketua Majelis Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof. Jimly Asshiddiqie (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI -  Pasca pemungutan suara pemilihan umum (Pemilu) 2024, banyak bermunculan narasi dugaan kecurangan dan pelangaran. Bahkan ada beberapa di antaranya temuan sejumlah surat suara yang sudah tercoblos.

Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof. Jimly Asshiddiqie menegaskan bahwa kecurangan dan pelanggaran pemilu tidak boleh dibiarkan.

Dalam situasi ini, Jimly juga memberikan panduan bagi para saksi penghitungan dan rekapitulasi suara. Ia menekankan bahwa jika terjadi dugaan kecurangan atau pelanggaran, para saksi penghitungan dan rekapitulasi suara tidak boleh diam.

"Para saksi penghitungan dan rekap suara jangan diam," tegas Prof. Jimly dalam keterangannya di Aplikasi X @JimlyAS seperti dikutip Monitorindonesia.com, Selasa (20/2).

Mereka diminta untuk tidak menandatangani dokumen yang mencurigakan dan segera melaporkan kejadian tersebut kepada atasan, baik dari partai politik maupun pasangan calon, serta kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). "Dokumen jangan diteken dan lapor ke atasan (Parpol atau Paslon) dan ke Panwaslu," tegasnya.

Jimly juga menekankan pentingnya menyediakan bukti-bukti yang kuat untuk memperkuat laporan tersebut. Bukti-bukti tersebut dapat berupa dokumen atau data yang relevan yang menunjukkan adanya kecurangan atau pelanggaran.

Selain itu, Jimly juga mengarahkan agar laporan tersebut didukung dengan pembuktian yang kuat di lembaga-lembaga hukum yang berwenang. Seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), maupun pengadilan pidana pemilu di Pengadilan Negeri (PN).

Disebutkan Jimly, tentu dengan harapan akhirnya perkara tersebut dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan keputusan yang adil dan tepat. "Siapkan bukti-bukti perkara di Bawaslu, di PTTUN ataupun pidana pemilu di PN dan akhirnya di MK," pungkasnya. (wan)