Kejagung Cecar Petinggi PT Nindya Karya, Dwifarita Fajarkharisma dan Jasakon Putra Utama, Bidik Tersangka Korupsi Jalur KA Medan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 1 Maret 2024 10:08 WIB
Enam tersangka korupsi Jalur Kereta Api Medan (Besitang-Langsa) (Foto: Kolase MI)
Enam tersangka korupsi Jalur Kereta Api Medan (Besitang-Langsa) (Foto: Kolase MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus gencar memeriksa para saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023.

Setelah menyeret sejumlah tersangka dalam kasus ini, penyidik Jaksa Agung Muda (JAM) Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung memeriksan para petinggi perusahaan. 

Kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, mereka diperiksa atas nama tersangka NSS,  AGP,  AAS, HH, RMY, AG dan FG. 

"Adalah ES selaku General Manager Wilayah I PT Nindya Karya (Persero), S selaku Kepala Bagian Keuangan PT Dwifarita Fajarkharisma dan SS selaku Koordinator Teknis PT Jasakon Putra Utama," ujar Ketut, Kamis (29/2) kemarin.

Pemeriksaan saksi ini, tambah Ketut, dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara.

Diketahui, Kejagung telah menetapkan satu tersangka baru di kasus ini. Menurut Ketut, tersangka adalah FG selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya. Penetapan status tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah aksi dan alat bukti yang telah diperoleh.

Adapun dalam pelaksanaan proyek tersebut, tersangka FG diduga kuat memiliki peranan untuk mengondisikan paket-paket pekerjaan, sehingga pelaksanaan lelang paket pekerjaan sesuai dengan kehendaknya.

Secara teknis, proyek tersebut tidak layak dan tidak memenuhi ketentuan karena sama sekali tidak dilakukan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan, serta tanpa adanya penetapan trase jalur Kereta Api oleh Menteri Perhubungan.

“Akibat perbuatan tersangka FG bersama tersangka lainnya, besar kemungkinan proyek tersebut tidak dapat digunakan. Terkait besaran kerugian negara, saat ini tim penyidik masih melakukan penghitungan dengan berkoordinasi secara intensif kepada pihak-pihak terkait, namun tidak menutup kemungkinan proyek ini dikategorikan sebagai total loss karena tidak dapat digunakan sama sekali,” tandas Ketut, Kajati Bali itu.

Sebelumnya, sebanyak enam orang ditetapkan menjadi tersangka. Di antaranya NSS, ASP selaku kuasa pengguna anggaran dan mantan Kepala Balai Teknik Perkertaapian Medan. Lalu AAS dan HH sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), RMY ketua Pokja Pengadaan Kontruksi 2017 dan AG selaku Direktur PT DYG selaku konsultan pekerjaan.

"Sebagaimana diketahui setelah melakukan pemeriksaan beberapa saksi dan atas alat bukti yang cukup hari ini kami tetapkan 6 orang saksi sebagai tersangka," ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi kepada wartawan, Jumat (19/1).

Kuntadi menjelaskan, dugaan korupsi tersebut terjadi dalam rentang waktu 2017-2019 Balai Teknik KA Medan untuk pembangunan jalur KA Besitang - Langsa. Dalam pengerjaannya, pemegang kuasa memecah beberapa pengerjaan proyek. "Sehingga pengadaan penyelenggadaan lelang dan penentuan pemenang tender dapat diarahkan dan dikendalikan," jelas Kuntadi.

Sebagai informasi, bahwa pelaksanaan proyek tersebut juga tidak berdasarkan ketentuan feasibility study dan jalur trace oleh Kementerian Perhubungan dalam pelaksanaannya.

Kepala Balai Perkeretaapian, kata Kuntadi, turut berperan dengan memindahkaan jalur yang sudah ditetapkan ke jalur eksisting sehingga jalur yang sudah dibangun mengalami kerusakan parah di beberapa titik dan bahkan tidak bisa dipakai.

"Proyek ini nilainya menggunakan APBN 1,3 Triliun penghitungan kerugian negara masih dihitung melihat jalurnya kemungkinan besar kerugian adalah total loss," kata Kuntadi.

Para tersangka pun terjerat dengan pasal Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)