Dugaan Korupsi di LPEI Naik Penyidikan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Maret 2024 17:46 WIB
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) (Foto: Istimewa)
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terkait pemberian fasilitas kredit telah naik ke tahap penyidikan pada hari ini, Selasa (19/3/2024).

Namun penyidikan ini bukan dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), melaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Pasalnya, KPK telah menerima laporan dugaan korupsi di LPEI sejak 10 Mei 2023 lalu. "Kemudian kami telaah dan kemudian dari penelaahan tersebut disampaikan ke Direktorat Penyelidikan pada tanggal 13 Februari," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers di gedung KPK, Selasa (19/3/2024).

Kemudian telah dilakukan penyelidikan pada 13 Februari 2024 tersebut dan pada hari ini, tak Nurul Ghufron, segenap penyelidikan, penyidikan, penuntutan. 

"Maka pada tanggal 19 Maret 2024 ini, KPK meningkatkan proses penyelidikan dari dugaan penyimpangan atau dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari LPEI ini menjadi berstatus penyidikan," jelasnya menambahkan.

Nurul Ghufron lantas menyinggung laporan dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait dugaan korupsi di LPEI ke Kejaksaan Agung pada Senin (18/3/2024) kemarin.

Lagi-lagi, dia menegaskan bahwa kasus ini sudah naik ke penyidikan di KPK. "Kemarin Menteri Keuangan telah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ini ke Kejaksaan Agung, KPK perlu menegaskan bahwa KPK telah meningkatkan penanganan perkara dugaan penyimpangan ataupun korupsi pada penyaluran kredit LPEI ini naik ke penyidikan," tandasnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani menemui Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin untuk menyampaikan laporan dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Senin (18/3/2024) kemarin.

Usai pertemuan, Sri Mulyani mengatakan bahwa dugaan korupsi di LPEI itu merupakan hasil penelitian terhadap kredit-kredit bermasalah.

Penelitian itu merupakan kerja sama antara Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Inspektorat Jenderal Keuangan.

“Kami bertandang ke Kejagung untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu, terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud,yakni dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh debitur,” ujar Sri Mulyani di Gedung Kejaksaan Agung.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada empat debitur yang terindikasi fraud atau penyimpangan dengan kerugian mencapai Rp2,5 triliun.

“Kami menyampaikan 4 debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman Rp2,5 triliun,” ungkapnya.

Sementara itu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjelaskan bahwa temuan itu baru merupakan tahap pertama.Ia merinci keempat debitur dan rincian pinjamannya, yakni: RII sebesar Rp 1,8 triliun, SMR Rp 216 miliar, SMI Rp 1,44 miliar dan PRS Rp 305 miliar.

“Jumlah keseluruhan sebesar Rp2.505.119.000 triliun. Ini tahap pertama, nanti ada tahap keduanya,” tegas Burhanuddin.

Ia juga mengingatkan kepada pihak-pihak yang tengah menjalani pemeriksaan BPKP untuk menindaklanjuti masalah ini. (wan)