Tak Ada Alasan Lagi Polda Metro untuk Tidak Jebloskan Firli ke Tahanan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 April 2024 14:53 WIB
Bekas Ketua KPK, Firli Bahuri (Foto: Ist)
Bekas Ketua KPK, Firli Bahuri (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Rekam jejak bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Firli Bahuri dalam penyidikan oleh Polda Metro Jaya dan Mabes Polri dianggap sudah seharusnya dijebloskan ke rumah tahanan (Rutan).

Apalagi telah terungkap di persidangan bahwa Firli Bahuri meminta Rp 50 miliar kepada eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL). 

Maka dari itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI meminta Polda Metro serius dan segera bertindak untuk menahan mantan jenderal Polisi bintang tiga itu.

"YLBHI memandang ada problematika. Kami melihat ketidakseriusan Polda Metro menangani dan segera melakukan tindakan upaya paksa terhadap Firli Bahuri," kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur kepada wartawan, Jumat (19/4/2024).

Jadi, tambah Isnur, kalau memang sejak awal Polda Metro menemukan bukti cukup kuat, dan indikasinya cukup kuat "apalagi ada saksi di persidangan bahwa Firli minta uang dan ditetapkan tersangka, harusnya Polda bertindak cepat, untuk melakukan upaya penahanan".

Potensi hilangkan barang bukti

Isnur mengingatkan soal adanya potensi Firli menghilangkan barang bukti. 

Bahkan, dia berharap Polda Metro segera melengkapi berkas perkara Firli agar segera disidangkan.

Karena, kata dia, rata-rata orang yang tidak ditahan bisa menghilangkan barang bukti, kemudian juga bahkan kabur ke luar negeri.

"Tentu Polda Metro harusnya meneruskan perkara ini secepatnya ke ranah penuntutan di kejaksaan. Sehingga publik bisa mengikuti proses dan menilai kesalahan dari Firli," bebernya.

Publik, ujar dia, sangat menunggu Firli disidangkan di pengadilan dan dituntut secara terbuka di ruang sidang. 

"Kami mendesak Polda untuk segera meneruskan perkara ini ke penuntutan dan jangan mendiamkan dan mengaburkan perkara," tegasnya.

Fakta persidangan

Mantan ajudan Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL), Panji Harjanto mengungkapkan terdapat permintaan uang sebesar Rp50 miliar oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kepada SYL.

Informasi tersebut, kata dia, diketahui dari percakapan SYL di ruang kerja bersama mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta dan mantan Staf Khusus Mentan Imam Muhajidin Fahmid.

"Saya tahu mengenai permintaan dana itu dari percakapan Bapak Syahrul," kata Panji dalam sidang pemeriksaan saksi kasus pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan RI dengan terdakwa SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (17/4/2024).

Dia menuturkan permintaan dana tersebut terkait dengan adanya masalah di KPK, yang diketahui saat para eselon I Kementan dikumpulkan di rumah dinas SYL pada 2022.

Kala itu, kata dia, sudah terdapat pula surat penyidikan.

Pada saat pengumpulan para eselon I Kementan di rumah dinas SYL, Panji mengatakan SYL menginstruksikan mantan Inspektur Jenderal Kementan Jan Maringka untuk melakukan koordinasi ke KPK.

Selain itu, sambung dia, dikemukakan pula permintaan dana sebesar Rp50 miliar oleh Firli Bahuri pada pertemuan di rumah dinas SYL tersebut.

"Selanjutnya dilakukan koordinasi," ujarnya menambahkan.

Adapun Polda Metro Jaya telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL pada Rabu (22/11/2023).

Kasus itu terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekitar tahun 2020–2023.

Sementara pada perkara korupsi di Kementan, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian pada rentang waktu 2020 hingga 2023.

Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (wan)