Revisi UU MK Tindakan Paling Korup dalam Menjalankan Amanah Rakyat

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Mei 2024 21:18 WIB
Pakar HTN, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI/Pribadi)
Pakar HTN, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) siap merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK), namun menimbulkan kekhawatiran kalangan pakar dan praktisi hukum bahwa inisiatif tersebut akan memperlemah independensi hakim konstitusi.

Salah satu usulan perubahan tersebut adalah pengurangan masa jabatan hakim konstitusi dari 15 menjadi 10 tahun. 

Selain itu, hakim yang telah menjabat di atas lima tahun tapi di bawah 10 tahun akan dievaluasi oleh lembaga pengusul mereka sebelum dapat melanjutkan masa jabatannya.  

Perihal tersebut termaktub dalam rancangan revisi undang-undang, yakni Pasal 87 serta Pasal 23A yang merupakan beleid terbaru yang diselipkan dalam rancangan undang-undang (UU) tersebut.

Ketiga lembaga yang dapat mengusulkan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) adalah presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

Jika revisi tersebut disahkan akan berdampak pada tiga hakim konstitusi yang mengambil keputusan berbeda, atau dissenting opinion, dalam sengketa pemilihan presiden Februari lalu.

Revisi undang-undang tersebut mengakomodasi calon usulan presiden dan DPR, sehingga total anggota menjadi lima orang, dari saat ini tiga orang, yang terdiri dari satu hakim, satu yang diusulkan MK dan satu orang usulan Mahkamah Agung.

Pakar hukum tata negara (HTN) dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai proses revisi UU MK pasca putusan PHPU Presiden dan Wakil Presiden tahun 2024 yang dilakukan secara tertutup jelas merupakan proses yang dilakukan dengan mengkhianati aspirasi masyarakat. 

Apalagi jika diamati substansi perubahan itu yang sepertinya penuh dengan muatan politis. 

"Yaitu upaya mendiskriditkan hakim-hakim MK yang melakukan disseting opinion dalam PHPU Pilpres kemarin," ujar Abdul Fickar Hadjar kepada Monitorindonesia.com, Jum',at (17/5/2024) malam.

"Kita punya preseden buruk ketika DPR nebarik hakim MK Aswanto dengan alasan banyak membatalkan legislasi DPR," tambahnya.

Ini jelas tidak adil, tegas dia, kewenangan telah digunakan dengan sewenang-wenang, apakah ini akan diulangi lagi?

Pun, dia menyoroti tugas dan fungsi DPR pengawasan, legislasi dan budgeting adalah cerminan dari kekuasaan inti dari penyelenggaraan kedaulatan rakyat.  

"Meski pengawasan tidak melulu bisa dilakukan terhadap eksekutif tetapi juga terhadap yudikatif, tetapi tupoksi itu tidak boleh dijalankan dengan senena-mena," ungkapnya.

Kekuasaan rakyat itu harus dijalankan secara terbuka, tambah dia, bahkan ada kewajiban juga untuk menyerap aspirasi dari masyarajat yang berkembang dalam kehudupan sehari-hari.

"'Artinya proses legislasi yang dilakukan secara tertutup jelas-jelas merupakan penghiatan terhadap rakyat," tutupnya.

Adapun pemerintah dan DPR menyepakati revisi UU MK dalam rapat kerja tertutup, Senin (13/5/2024) pada pengujung waktu reses, yaitu periode di luar waktu sidang yang seharusnya digunakan untuk berinteraksi langsung dengan konstituen.

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir dikutip dari situs DPR, mengatakan rancangan UU tersebut selanjutnya akan dibawa ke rapat paripurna pada 20 Mei untuk disahkan.

Revisi UU MK secara resmi diajukan ke DPR untuk diproses pada Februari 2023, kata situs tersebut.

Revisi ini dilakukan di tengah-tengah kritik atas kemerosotan demokrasi di Indonesia dan ketika MK menjadi sorotan pasca mengubah persyaratan batas usia minimal kandidat presiden/wakil presiden yang awalnya 40 tahun menjadi bisa di bawah itu asal sudah pernah menjabat sebagai kepala daerah atau anggota legislatif.

Karena putusan MK yang saat itu diketuai oleh ipar dari Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Gibran Rakabuming Raka (36), putra Jokowi yang juga adalah Wali Kota Solo, bisa maju menjadi calon wakil presiden mendampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Adapun Prabowo, jenderal purnawirawan yang rekam jejaknya terkait HAM dipertanyakan, keluar sebagai pemenang dalam Pemilihan Presiden 2024 dengan perolehan suara sekitar 58 persen mengalahkan dua kandidat lainnya, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.