Aleg Ini Tegaskan Hasil Laut Maluku Tak Boleh Diambil Negara Lain Atas Nama Ekspor dari Indonesia

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 3 Juni 2022 17:10 WIB
Jakarta, MI -Pernyataan Anggota Komisi IV DPR RI, Saadiah Uluputty menegaskan bahwa tak ingin hasil laut Maluku diambil oleh nelayan daerah lain atau negara lain atas nama ekspor dari Indonesia. Kekayaan alam laut Maluku, kata Anggota DPR dari Fraksi PKS ini, belum dimanfaatkan bagi kebutuhan rakyat setempat. "Kekayaan Maluku ini harus dinikmati warga setempat. Jangan terus diambil kapal negara luar atau masyarakat daerah lain," kata Uluputty, dikutip pada Jum'at (3/6). Ia cukup prihatin karena selama ini yang memperjuangkan program Maluku Lumbung Ikan Nasional (MLIN) hanya dilakukan beberapa pihak saja. Termasuk Uluputty di forum DPR RI. Sementara Pemda Maluku kurang proaktif dorong percepatan realisasi program MLIN ini. Menurut Saadiah, Pemda Maluku kurang mendorong program ini di pemerintah pusat. Sehingga payung hukumnya belum dilahirkan hingga saat ini. Program MLIN ini tidak bisa hanya diperjuangkan oleh satu pihak saja. Pihak eksekutif dan legislatif perlu saling mendukung agar bisa didengar baik pemerintah pusat. Ia, mengatakan pihaknya tidak bisa berjuang sendiri di Senayan. "Saya tidak bisa berjuang sendirian di Senayan, butuh dukungan dari legislatif dan pemerintah provinsi," katanya. Faktanya, kata Saadiah, Pemerintah Provinsi Maluku kurang bergerak memperjuangkan MLIN. Seharusnya, lanjut wanita asli Maluku ini pemerintah daerah mengawal proses pembahasan Rancangan APBN 2023 di Komisi IV DPR RI. Karena hasilnya akan jadi payung hukum penganggaran pemerintah pada tahun depan. "Rapat dua hari kemarin untuk Rancangan APBN 2023 tidak ada nomenklatur untuk MLIN. Pemerintah daerah jangan diam-diam saja. Susun sebuah konsep, lobi pemerintah pusat bagaimana Maluku bisa ambil bagian untuk pengembangan sektor perikanan dan kelautan. Langkah strategis pra pembahasan APBN kalau ada kolaborasi bersama-sama, pasti kita 2023 diperhatikan karena tidak mungkin saya sendiri berjuang," kata Saadiah. Ia mengatakan selama ini Maluku sudah berkontribusi hingga 37 persen untuk potensi perikanan tangkap nasional yang mencapai 12 juta ton per tahun. Maluku sangat kaya akan hasil produksi sektor perikanan dan kelautan sehingga memiliki tiga Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Jumlah nelayan di Indonesia paling banyak juga ada di Maluku. Namun, wacana Lumbung Ikan Nasional pada awal tahun ini sempat menjadi sorotan. Karena ada sinyalemen bahwa pemerintah pusat ingin memindahkan lokasinya dari Maluku. Bahkan untuk rencana pembangunan pelabuhan Ambon New Port (ANP) yang terintegrasi dengan MLIN hingga kini belum juga dianggarkan. Proyek ANP membutuhkan investasi sekitar Rp5,1 triliun dan pemerintah pusat belum menganggarkannya dilihat dari RAPBN 2023 karena alasan tidak ada dana. Dikatakan, Pemda Maluku harus bisa lebih berperan untuk menyusun konsep MLIN maupun ANP. Karena sudah lebih tahu potensi dan kekurangan yang ada di Maluku sendiri. "Skema Ambon New Port sebenarnya sudah ada, skema pemerintah daerah dan dunia usaha. Dengan siapa kita harus duduk, di bagian mana pemerintah dan bagaimana mewujudkannya, itu yang seharusnya didorong pemerintah daerah Maluku," kata dia. Kekurangan Maluku selama ini sehingga sektor perikanan tidak menjadi penggerak perekonomian daerah. Salah satunya karena tidak memiliki dermaga berklasifikasi Klas Tipe A. Karena itu, ia meminta pemerintah daerah harus serius agar Ambon New Port yang terintegrasi dengan MLIN segera dibangun dengan benar. Pemda Maluku melalui Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku, M Safar Latuconsina, menjelaskan, pada tanggal 28 Mei lalu pihaknya diundang ke Jakarta bersama Asisten Deputi Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) membahas tindak lanjut draft Peraturan Presiden (Perpres) LIN. "Tindak lanjutnya adalah proses pengajuan dari Menko Marves dan diteruskan ke menteri-menteri terkait. Setelah itu rencana pengelolaan," kata Safar Latuconsina. [Sul]

Topik:

DPR Maluku