Presiden Jokowi Setujui Amandemen UUD 1945

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 18 Agustus 2023 18:04 WIB
Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui wacana amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 sebagaimana yang diusulkan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet). "Ini kan proses pemilu ini sedang berproses dalam waktu dekat kita sudah pemilu, sudah pilpres, pileg, sehingga ya menurut saya sebaiknya proses itu setelah, setelah ya setelah pemilu," kata Jokowi di hadapan Bamsoet seusai Peringatan Hari Konstitusi di Gedung MPR, Jumat (18/8). Selain itu, Jokowi juga  menyetujui keinginan MPR agar Indonesia memiliki Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN). Namun, kehadiran PPHN ini harus fleksibel terhadap pemerintah. "PPHN ini kan penting untuk memberikan arah panduan karena di situ ada pokok-pokok haluan. Tetapi sekali lagi tadi saya sampaikan kan memang PPHN tadi Ketua MPR menyampaikan memang berisi filosofis tidak detail sehingga memberikan fleksibilitas kepada eksekutif," demikian Jokowi. Menanggapi hal ini, Bamsoet menyambut baik keinginan Jokowi untuk melakukan amandemen UUD 1945 setelah Pemilu 2024 demi menghindarkan prasangka dan kecurigaan publik. "Bahwa apabila ada keinginan kita untuk melihat kembali konstitusi kita atau ingin perubahan maka dilakukan setelah pilpres dan pemilu agar tidak berprasangka," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu. "Kemarin banyak yang marah karena stres. Amandemen dilakukan pasca pemilu agar tenang, tidak ada kecurigaan untuk menjawab tantangan ke depan," imbuh Bamsoet. Diberitakan sebelumnya, Bamsoet mengusulkan adanya amendemen UUD 1945 dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR, Selasa (15/8). Menurut pria yang karib disapa Bamsoet itu, ada sejumlah aturan yang perlu direvisi melalui amendemen konstitusi. Salah satunya mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. "Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri, saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu,” kata Bamsoet. Bamsoet mengatakan, dengan kedudukannya saat ini, MPR tak dapat membuat ketetapan untuk melengkapi kekosongan dalam konstitusi. Padahal, ada persoalan-persoalan negara yang belum mampu terjawab oleh Undang-Undang Dasar 1945. Misalnya, apabila terjadi bencana alam yang berskala besar, pemberontakan, peperangan, pandemi, atau keadaan darurat lain yang menyebabkan pemilu tak dapat digelar sebagaimana perintah konstitusi. Dalam situasi demikian, menurutnya, tidak ada presiden dan wakil presiden yang terpilih dari produk pemilu. Contoh tersebut menimbulkan pertanyaan, siapa yang punya kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan-keadaan bahaya tersebut. “Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum?” ujar Bamsoet. “Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, anggota anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis?” ungkapnya. Sebelum konstitusi diubah, kata Bamsoet, MPR dapat menerbitkan ketetapan yang bersifat pengaturan untuk melengkapi kekosongan konstitusi. Namun, setelah amendemen UUD 1945, masalah-masalah demikian belum ada jalan keluar konstitusionalnya. #Presiden Jokowi Setujui Amandemen UUD 1945