Dissenting Opinion, Satu Hakim MK Setuju Usia Capres-Cawapres 35 Tahun

Akbar Budi Prasetia
Akbar Budi Prasetia
Diperbarui 16 Oktober 2023 13:13 WIB
Jakarta, MI - Terdapat dua hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki pendapat yang berbeda (dissenting opinion) terhadap putusan MK yang menolak gugatan batas usia capres-cawapres yang diajukan Dedek Prayudi yang juga merupakan Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Nomor Perkara .29/PPU-XXI/2023. “Terhadap putusan Mahkamah a quo, terdapat pendapat berbeda, (dissenting opinion) dari Hakim Konstitusi, Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah,” kata Ketua MK, Anwar Usman di Ruang Sidang MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (16/10). Hakim MK, Suhartoyo, menjelaskan, norma pada Pasal 169 UU 7/2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres-cawapres hanya diperuntukan untuk subjek hukum yang bersifat privat guna dapat terpenuhiya syarat formal untuk dapat dicalonkan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. “Maka, sesungguhnya subjek hukum dimaksud tidak dapat mempersoalkan konstitusionalitas norma pasal 169 UU 7/2017 a quo,” kata Suharyoto. Selain itu, Suhartoyo menyatakan, permohonan para Pemohon tidak relevan untu diberikan kedudukan hukum atau legal standing dalam permohonan a quo. “Oleh karenanya seharusnya Mahkamah menegaskan permohonan a quo tidak memenuhi syarat formil dan menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” jelas Suhartoyo. Sementara itu, Hakim MK, M Guntur Hamzah, menyampaikan, perkara yang diajukan oleh PSI tidak termasuk dalam open legal policy. Dia menyatakan, pada prinsipnya gugatan itu diajukan dikarenakan adanya ketidakadilan dan melanggar prinsip rasionalitas dan keadilan sebagai alasan yang dapat mengesampingkan open legal policy. “Ketidakadilan dimaksud karena pembatasan (usia) demikian tidak hanya merugikan dan bahkan menghalangkan kesempatan bagi figur/sosok geneasi muda yang terbukti pernah terpilih, seperti, dalam pemilihan umum/kepala daerah, sehingga figur/tokoh muda tersebut sudah dapat dipandang berpengalaman. Di samping itu norma a quo mengabaikan kesempatan emas generasi muda (golden moment),” papar Guntur Hamzah. Dia mengatakan, berdasarkan Pasal 6A ayat (1) menyatakan Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dengan demikan, calon presiden dan wakil presiden yang berusia minimal 40 tahun tetap dapat diajukan sebagai calon presiden dan wakil presiden. “Sedangkan, bagi calo presiden dan wakil presiden yang berusia dibawah 40 tahun dapat diajukan sebagai calon presiden dan wakil presiden sepanjang memiliki pengalaman sebagai pejabat negara yang dipilih melalui Pemilu termasuk pilkada yaitu anggota DPR< anggota DPD, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, atau Wali Kota,” kata Guntur Hamzah. “Artinya, penting untuk memastikan kontestasi pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil tanpa terhalangi oleh syarat usia 40 tahun semata bagi calon presiden dan wakil presiden, namun juga tidak mengurangi kualitas kepemimpinan bakal calon prden dan wakil presiden karena tetap memperhatikan syarat pengalam yaitu pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah,” tutup Guntur Hamzah. (ABP)     #Dissenting Opinion, Satu Hakim MK Setuju Usia Capres-Cawapres 35 Tahun