Luhut: Apasih yang Mau Dimakzulkan? Ngapain Bikin Keributan?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 17 Januari 2024 20:45 WIB
Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) (kiri) dan Joko Widodo (kanan) (Foto: Ist)
Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) (kiri) dan Joko Widodo (kanan) (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) mempertanyakan maksud dari isu pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Bahkan dia mengaku sedih dengan beredarnya isu tersebut.

"Apasih yang mau dimakzulkan? itu enggak ngerti saya, dan saya juga terus terang sedih juga," ujar Menko Luhut melalui akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan seperti dikutip Monitorindonesia.com, Rabu (17/1).

Tak hanya itu, Luhut menyayangkan ada beberapa pejabat negara yang ikut terlibat berkomentar mengenai isu tersebut. "Kok sampai begitu ramai kita ramai kita ngomong dan ada pejabat negara juga yang ikut ngomong berkomentar, saya pikir enggak bener," ungkapnya.

Di sisi lain, ia juga turut mempertanyakan proses pemakzulan yang dimaksud jika dilakukan saat ini. Pasalnya, ada pelaksanaan pemilihan presiden (Pilpres) pada 14 Februari 2024 mendatang. Disamping itu, jabatan Presiden Jokowi akan habis pada Oktober 2024.

"Kalau pun dilakukan pemakzulan sekarang, apa iya prosesnya bisa dilakukan kan gak bisa parpolnya ini banyak sekali, jadi ngapain kita bikin keributan politik yang ndak perlu menurut saya. Yaudahlah, sekarang tinggal tanggal 14 Februari pilpres ya sudah, kita coblos saja sesuai hati nurani kita masing-masing," tegas Luhut.

Dia pun meminta masyarakat secara bijak menggunakan hak pilihnya. "Saya memahami bahwa di tengah pesatnya sebaran informasi saat ini, kabar dan isu bermunculan bak jamur di musim penghujan," katanya.

"Maka dari itu, saya menghimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia yang akan memilih pemimpin baru di tanggal 14 Februari nanti, untuk menggunakan hak pilih secara bijaksana," sambungnya.

Luhut mengajak agar mengunakan akal sehat untuk menyaring dan memilah informasi yang faktual dan valid. "Kenali calon pemimpin dari apa yang sudah dia kerjakan, bukan sekedar dari penilaian dan opini satu atau beberapa orang," tandas Luhut.

Sebagaiman diketahui, sebelumnya Petisi 100 mendatangi Mahfud MD di kantor Menkopolhukam pada Selasa, 9 Januari 2024. Kedatangan mereka untuk melaporkan dugaan kecurangan pemilu 2024, hingga usulan pemakzulan Jokowi.

Petisi 100 merupakan nama singkat dari Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat, ini sebuah gerakan yang mewakili 100 orang tokoh masyarakat yang mendesak DPR dan MPR segera memakzulkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. 

Tuntutan itu buntut dugaan pelanggaran konstitusional Jokowi, antara lain nepotisme dalam Mahkamah Konstitusi atau MK dan intervensi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Ada sepuluh alasan mengapa pemakzulan Jokowi harus segera dilakukan, seperti yang telah mereka sampaikan di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, pada 20 Juli 2023. Pemakzulan semakin relevan setelah adanya pelanggaran-pelanggaran konstitusional baru yang dilakukan Jokowi

Pelanggaran konstitusional itu, di antaranya keterlibatan Jokowi sebagai ipar mantan Ketua MK Anwar Usman dalam pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia capres-cawapres. Majelis Kehormatan MK memutuskan Anwar Usman telah melanggar etik berat sehingga diberhentikan sebagai Ketua MK.

Nepotisme Jokowi, menurut Petisi 100, jelas melanggar Pasal 22 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. "Dengan pelanggaran ini, Petisi 100 akan segera melaporkan tindak pidana yang telah dilakukan oleh Jokowi, Anwar Usman dan Gibran," ucap Petisi 100.

Petisi 100 juga menyinggung pengakuan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menjelaskan adanya intervensi Jokowi terhadap KPK. "Kemudian merevisi UU KPK untuk memperlemah KPK dengan diadakannya SP3 dan menjadikan lembaga rasuah berada di bawah Presiden," ucap Petisi 100.

Perihal dasar hukum pemakzulan, Petisi 100 mengatakan adalah TAP MPR No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur tentang pemakzulan Presiden. "Petisi 100 bersikap bahwa Presiden Jokowi sudah sangat mendesak untuk mundur atau dimakzulkan," kata Petisi 100.

Petisi 100 menyepakati akar masalah semua persoalan bangsa adalah Jokowi. "Untuk itu menuntut pemakzulan Presiden Jokowi sesegera mungkin dan diadili," kata Petisi 100. 

Mereka mengaku berkewajiban terhadap upaya menyelamatkan bangsa dan negara.

Adapun sejumlah tokoh yang terlibat dalam Petisi 100 di antaranya mantan KASAD Jenderal TNI Purn. Tyasno Sudarto, mantan Ketua MPR Amien Rais, Guru Besar UGM Zainal Arifin Mochtar, pengajar UNS M. Taufiq, Ketua FUI DIY Syukri Fadholi, Ketua BEM KM UGM Gielbran M. Noor, serta perwakilan Petisi 100 Marwan Batubara. (wan)