Cak Imin: Pemerintah Abai Terhadap Nasib Petani

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Januari 2024 19:31 WIB
Cak Imin (Foto: Dok MI)
Cak Imin (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Tiga calon wakil presiden (cawapres) yang berkontestasi dalam Pilpres 2024 beradu gagasan dalam debat yang digelar di Jakarta, Minggu (21/1) malam.

Tema debat ini adalah pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, hingga masyarakat adat dan desa.

Dalam debat ini cawapres Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD akan menjelaskan visi dan misinya, serta menjawab pertanyaan panelis dan sesama mereka sendiri. Sama seperti pada debat cawapres sebelumnya, para capres dari masing-masing paslon akan hadir, tetapi porsi bicara hanya untuk cawapres.

Dalam visi dan misinya, Muhaimin Iskandar menyatakan bahwa, pemerintah saat abai terhadap nasib petani.

"Hingga saat ini pemerintah abai terhadap nasib petani. Dan nelayan kita hari ini kita menyaksikan bukti bahwa hasil sensus pertanian BPS menunjukkan bahwa 10 tahun terakhir ini telah terjadi jumlah petani rumah tangga guru rumah tangga," kata Cak Imin dalam menyampaikan visi misinya.

Dijelaskannya bahwa, 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar, sementara ada seseorang yang memiliki tanah 500.000 meninggalkan masyarakat adat. "Kita menghasilkan konflik agraria dan bahkan merusak lingkungan," bebernya.

Krisis iklim juga, tegas dia, harus dihentikan. "Kita menyaksikan bencana ekologi terjadi di mana-mana negara harus serius mengatasinya tidak hanya mengandalkan proyek giant yang tidak mengatasi masalahnya, kita harus sadar bahwa krisis iklim," jelasnya.

Kenyataan krisis iklim, tambah dia, harus dimulai dengan etika lingkungan yang intinya adalah keseimbangan antara manusia dan alam tidak menang-menangan seimbang manusia.

"Akan tetapi kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang di dalam melaksanakan pembangunan kita kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius."

"Bahkan kita ditunjukkan anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya, maka kita harus kembali bahwa pembangunan nasional. Bahwa kebijakan nasional harus berpijak kepada yang namanya keadilan, keadilan antar generasi keadilan agraria dan bentuk keadilan sosial harus menjadi titik tumbuh pembangunan," cetusnya.

Petani, nelayan, peternak, masyarakat adat, tambah dia, harus menjadi bagian utama dari program pengadaan pangan nasional, reforma agraria harus menjadi kepastian distribusi lahan bagi para petani. "Maka dari itu, kita butuh yang namanya perubahan," tukasnya. (wan)