Fraksi PDIP Nilai Putusan MK Soal Ambang Batas Parlemen Sarat Akan Kepentingan Tertentu

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 2 Maret 2024 15:03 WIB
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin Watubun (Foto: MI/Dhanis)
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin Watubun (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Komarudin Watubun, mengaku heran dengan anomali berpikir Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan untuk mengubah ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) 4 persen.

Menurutnya, putusan tersebut hampir tak ada bedanya saat MK mengabulkan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang masih menjadi polemik sampai hari ini. Ia menilai putusan tersebut sarat akan kepentingan tertentu. 

"Sekarang memang lagi banyak anomali berpikir. Ini sebenarnya tergantung pada kepentingan tertentu, sama seperti batas usia calon presiden dan calon wakil presiden," kata Komarudin, dikutip dari laman dpr.go.id, Sabtu (2/3).

Padahal kata Komarudin, MK sebelumnya selalu memutus gugatan serupa dan menyatakan penentuan angka ambang batas parlemen merupakan wewenang pembuat undang-undang.

"Gugatan soal ambang batas parlemen itu sebenarnya sudah pernah diajukan dulu, tapi ditolak. Alasannya karena itu wewenang pembuat UU," ujar komarudin. 

Politikus PDIP itu juga menegaskan, ambang batas parlemen merupakan kewenangan institusi DPR dan pemerintah sebagai pembuat Undang-Undang (UU), sedang tugas MK hanya menguji UU dengan UUD 1945 agar tidak ada pelanggaran konstitusi. 

"Tugas MK kan menguji UU dengan UUD 1945, memastikan tidak ada pelanggaran terhadap konstitusi," jelasnya. 

Sebelumnya, MK menilai ketentuan ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional yang diatur UU 7 tahun 2017 tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Karena itu memerintahkan perubahan agar ambang batas parlemen tetap bisa dipakai di pemilu selanjutnya. Hal itu dikarenakan ambang batas parlemen selama ini dibuat tanpa penghitungan yang jelas.

"Menyatakan norma pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan," ujar Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta pada Kamis (29/2).

MK memberi lima poin tuntunan untuk merumuskan ulang ambang batas parlemen baru. Poin pertama adalah ambang batas parlemen baru harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan.

"Poin Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR," urai MK. 

Selanjutnya poin ketiga, perubahan ambang batas parlemen harus tetap memperhatikan penyederhanaan partai politik. Poin keempat adalah perumusan ulang ambang batas parlemen harus selesai sebelum tahapan Pemilu 2029 digelar.

"Poin kelima, perubahan harus melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna," jelas bunyi kelima poin tersebut. (DI)