Komisi II DPR Sebut Anggota KPU Suka Foya-foya, Bawaslu Planga-plongo, DKPP Nggak Mungkin Nggak Tahu!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 16 Mei 2024 09:33 WIB
Komisi II DPR RI bersama para penyelenggara pemilu mulai dari KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hingga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengadakan rapat kerja (raker) untuk membahas persiapan Pilkada dan evaluasi Pemilu 2024.
Komisi II DPR RI bersama para penyelenggara pemilu mulai dari KPU, Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) hingga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengadakan rapat kerja (raker) untuk membahas persiapan Pilkada dan evaluasi Pemilu 2024.

Jakarta, MI - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyoroti kinerja penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu).

Kritik itu dilontarkan oleh anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Riswan Tony dalam rapat kerja KPU dengan Komisi II, di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).

Riswan Tony, menyoroti gaya hidup anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang gemar berfoya-foya, kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang planga-plongo, sementara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak mungkin tidak mengetahuinya.

Awalnya, Riswan Tony mempertanyakan kinerja anggota KPU selama empat tahun terakhir.

Dia membeberkan, selama empat tahun dengan anggaran yang ada KPU sering bolak balik Jakarta dan belum lagi yang mengatakan pusat sering ada rapat sana, rapat sini

"Tiap minggu mereka ke sini, oleh karenanya kalau ada anggaran 2025 ini untuk tahun depan 2025 tidak ada lagi Pilkada, kita kecilkan saja ketua jangan lagi miliar-miliar triliunan," ungkapnya.

Menurut Riswan Tony, anggaran yang terlalu besar membuat gaya hidup anggota KPU pun berubah. 

Riswan Tony pun mencontohkan gaya hidup anggota KPU seperti tokoh fiksi Don Juan.

"Ini akhirnya bukan apa-apa kaget ini. Punya uang Rp 56 T itu kaget, akibatnya udah ada yang kayak Don Juan".

"Nyewa privat jet, belum lagi dugemnya, bukan kita nggak dengar itu pasti DKPP tau, nggak mungkin nggak tahu, belum lagi wanitanya," bebernya.

Untuk itu dia meminta DKPP agar buka-bukaan soalnya ini.

"Jadi minta khusus Pak Ketua DKPP kita minta buka-bukaaan kalau nggak mau terbuka kita minta tertutup," pintanya.

Tak hanya KPU, bahkan Riswan Tony menyebut Bawaslu cuma planga-plongo.

"Bawaslu cuma planga plongo, datang caleg dari mana, oh DPR RI ini, kalau DPR RI, Panwascam berikut pasukan lengkap, tapi kalau calonnya kere cukup kelurahan saja yang datang, ini kenyataan pak," kata Tony.

"Memang enggak bisa dibuktikan, tapi kayak kentut lah, ada baunya tapi enggak bisa lihat, ini kenyataan," timpalnya.

Riswan Tony juga mengungkapkan beberapa pandangannya seperti untuk tidak perlu adanya Gakkumdu hingga Bawaslu yang hanya berlokasi di wilayah pusat saja. 

"Jadi kita buat Gakkumdu ini seperti jadi kalau ada kerjaan dibentuk, satuan polisi saja,” jelasnya.

"Tolong pak menteri (Mendagri), kalau bisa KPU Bawaslu ini seperti DKPP cukup di pusat saja, daerahnya kita buat otonom apakah salah satu biro di gubernur atau kabupaten," ia menambahkan.

Riswan pun mendorong untuk segera dilakukan revisi UU Pemilu. Bila perlu, UU Pemilu direvisi saat anggota DPR RI periode 2019-2024 masih menjabat.

"Dan karenanya kalau setuju, UU 7 ini kita bahas revisi ya sekarang, untuk kenang-kenangan kita yang enggak jadi (gagal nyaleg) ini," tandasnya.

Pemilu 2024 paling kotor

Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal menyoroti adanya serangan fajar menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2024. 

Syamsurizal menilai hal itu membuat Pemilu 2024 merupakan Pemilu paling kotor.

Syamsurizal mengatakan banyak pihak memberikan uang di setiap rumah menjelang Pemilu.

"Kita pahami serangan fajar yang terjadi pada pagi itu seperti air bah dan ini adalah pemilu yang paling kotor," kata Syamsurizal.

"Kita lihat sendiri, tim kita liat sendiri bagaimana orang-orang mengatakan uangnya, beratus ribu per rumah tangga, bagaimana hal ini? Apakah ada kontrol dari Bawaslu?" sambungnya.

Padahal, kata dia, KPU telah membatasi dana kampanye yang dibolehkan dalam Pemilu hanya Rp 2,5 miliar.

Namun, nyatanya, dia mengatakan dana kampanye itu melebihi batasan yang ditetapkan.

"Besaran dana kampanye yang dibolehkan dalam pasal itu hanya Rp 2,5 miliar per partai. Tapi faktanya dana itu triliun yang beredar di tengah-tengah masyarakat di seluruh tanah air. Kita punya buktinya lengkap, tapi nggak enak kalau kita buka semua," jelasnya.

Syamsurizal berharap hal tersebut tidak terjadi lagi di Pemilu berikutnya. Sebab, menurutnya, Indonesia ini tidak seharusnya dinilai negatif oleh negara lain.

"Bapak mungkin pernah liat dan pernah dengar betapa di sini beredar WA yang disebarkan di seluruh dunia dalam bahasa Inggris, betapa kecurangan pemilu terjadi di Indonesia, dikembangkan dalam bahasa," paparnya.

"Artinya bisa didengar bagaimana hal yang terjadi di Indonesia, karena itu didengar oleh mereka semua dalam berbagai bahasa. Jadi ini yang patut diperhatikan," imbuhnya.

Topik:

KPU Bawaslu DKPP