Terkuak, Sirekap Rp 3,5 M Dikomandoi Ahli Rekayasa Perangkat Lunak!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Februari 2024 18:51 WIB
Sirekap dikembangkan pertama kali pada 2020 oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) (Foto: MI/Aswan)
Sirekap dikembangkan pertama kali pada 2020 oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) buatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi perbincangan hangat sejak hari pencoblosan pada 14 Februari 2024. Hal itu imbas banyaknya kesalahan input data formulir C1 dari Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyarankan agar publikasi real count Pemilu 2024 melalui Sirekap dihentikan sementara. Sebab, banyak ketidaksesuaian perolehan suara di TPS dengan aplikasi Sirekap.

Perlu diketahui, bahwa Sirekap dikembangkan pertama kali pada 2020 oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada 2021, KPU membuat nota kesepahaman dengan ITB soal pengembangan teknologi Sirekap. 

Saat itu proyek pengembangan aplikasi Sirekap menghabiskan dana senilai Rp 3,5 miliar. Dikutip dari laman ITB, Proyek tersebut dikomandoi oleh Wakil Rektor ITB, Gusti Ayu Putri Saptawati.

Gusti Ayu merupakan dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB. Ia memiliki keahlian di bidang Rekayasa Perangkat Lunak dan Pengetahuan. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Rektor ITB periode 2020-2025. 

Namun, proyek yang dijalankan tersebut tak diketahui oleh banyak civitas akademika ITB. Hal tersebut disampaikan oleh seorang dosen ITB. Ia bercerita bahwa tak banyak yang tahu proyek pengembangan aplikasi Sirekap. Dalam proyek itu pula, Gusti Ayu tidak menyertakan ahli kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Dikutip dari laman ITB, Gusti Ayu merupakan dosen di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB. Ia memiliki keahlian di bidang Rekayasa Perangkat Lunak dan Pengetahuan. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Rektor ITB periode 2020-2025.

Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik atau Sirekap merupakan aplikasi yang berfungsi untuk mempublikasikan hasil suara pemelihan umum yang ditampilkan pada real count pada website pemilu2024.kpu.go.id.

Namun sejak penghitungan suara sementara hasil Pemilu 2024 pada 15 Februari lalu, kontroversi mengenai pengurangan dan penambahan jumlah suara yang ekstrem menjadi sorotan hingga sekarang.

Anggaran Sirekap  

Rincian anggaran untuk Sirekap termuat dalam dokumen Rincian Kertas Kerja Satker KPU RI T.A 2023. Di mana, termuat beberapa mata anggaran yang terkait dengan Sirekap. Misalnya, terdapat mata anggaran Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Pemungutan, Penghitungan, dan Rekapitulasi Suara, Penetapan Hasil, serta Penggunaan Teknologi Informasi sebesar Rp4,3 miliar.

Selain itu, ada Bimtek Penggunaan Teknologi Informasi dalam Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara, dan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara sebesar Rp2,7 miliar. Ada juga mata anggaran Penyiapan Substansi dan Bisnis Proses Penggunaan Sistem Teknologi Informasi dalam Pemungutan, Penghitungan, dan Rekapitulasi Suara Rp723 juta.

Kemudian, anggaran untuk konsultan IT Rp200 juta, pembangunan/pengembangan aplikasi dan mobile di dalam dan luar negeri Rp4,8 miliar, penerapan satu data kepemiluan KPU Rp750 juta, dan anggaran data dan informasi Rp8,2 miliar. Adapun sisanya, terdapat anggaran layanan operasional pelayanan TI sebesar Rp3,3 miliar, pemeliharaan infrastruktur TI Rp965 juta, perpanjangan lisensi firewall Rp910 juta, perpanjangan SSL Rp50 juta, serta dukungan teknologi informasi KPU Rp3,1 miliar. 

Persoalan biaya pengembangan Sirekap menjadi salah satu pertanyaan publik. KPU  enggan membuka biaya pengadaan jasa dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengembangkan Sirekap untuk Pemilu 2024. “Itu enggak perlu kalau soal itu ya,” kata Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari.

“Tapi yang jelas begini loh. Kita meng-cover semua TPS. Kemudian juga meng-cover anggota KPPS yang kita tugasi dua orang, dan seterusnya, termasuk membangun sistemnya. Jadi kalau total biaya ya komponennya termasuk itu semua. Tapi kalau yang developer tentu saja hanya yang biaya pembangunan dan termasuk biaya server-nya dan segala macamnya,” bebernya.

Pada Desember 2023, masyarakat dan peserta Pemilu 2024 sempat digegerkan dengan hilangnya 252 data pemilih pada aplikasi Sirekap. Namun saat itu ketua KPU RI hanya mengatakan bahwa hasil penghitungan dalam Sirekap tidak akan digunakan sebagai dasar penetapan Pemilu.

Banyak orang mengatakan, terutama calon-calon yang merasa dirugikan, aplikasi sirekap ini dianggap sebagai sumber kekacauan dan kecurangan di Pemilu 2024.

Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, mengakui terjadi sejumlah kekeliruan konversi hasil penghitungan suara di TPS ke dalam Sirekap. Meskipun, kata dia, sejauh ini tingkat kesalahan konversi cuma 0,64%.

Hasyim mengatakan pihaknya belum memeriksa detail selisih suara yang diperoleh masing-masing capres-cawapres, antara yang terkonversi di Sirekap dengan suara aslinya di formulir C-Hasil plano di TPS. Dari 2.325 TPS yang terjadi kesalahan, kekeliruan konversi suara tidak cuma terjadi untuk pilpres, melainkan juga pemilu legislatif .

Kesalahan-kesalahan itu diklaim akan dikoreksi oleh KPU. Tapi terlepas dari kekeliruan konversi yang terjadi pada sejumlah TPS, publikasi data perolehan suara di Sirekap akan tetap dilanjutkan sebagai bentuk transparansi.

Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menilai kekeliruan input data pada Sirekap, itu bukan sebuah kesengajaan. Pasalnya jika KPU ingin berbuat curang, maka hasil pindai formulir C hasil penghitungan suara asli tidak akan ditampilkan sebagai pembanding.

Menurut dia, Sirekap harus dilanjutkan sebagai bentuk transparansi kepada masyarakat dan kecepatan. Meskipun, katanya, KPU harus memperbaiki sistemnya agar tidak memicu sangkaan negatif.

Sebagai penyelenggara pemilu yang mendapat dana besar dari negara dan didukung oleh banyak lembaga pemerintah mestinya sistem Sirekap bisa meminimalisir kesalahan.

"Dibikin smart sistemnya. Jangan total dari pemilih lebih kecil dari suara paslon, kok bisa sistemnya kurang pintar, Selevel KPU, dana besar, banyak stakeholder membantu, jangan bikin malu Indonesia karena semua mata tertuju pada pemilu."

Tak hanya itu, yang bikin heran adalah Sirekap bisa menunjukkan galat (error) yang sedemikian masif. Padahal, Sirekap dan sistem online KPU memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis untuk menjamin adanya transparansi dari data perolehan suara. Hal itu guna menghindari tuduhan atau dugaan terjadi kecurangan Pemilu di level yang terstruktur, sistematis, dan masif.

Permasalahan di Aplikasi Sirekap

1. Terjadi kesalahan di 2.325 TPS
2. 11.233 TPS tidak dapat mengakses aplikasi Sirekap
3. Jumlah suara yang diunggah tidak sesuai dengan yang tertera di C1 Plano
4. Sejumlah suara caleg hilang dan diperjualbelikan oleh oknum KPPS dan PPK
5. Tidak akurat dalam membaca data yang diunggah oleh petugas KPPS

Berdasarkan hasil investigasi KPU, Sirekap ini menggunakan layanan yang lokasi servernya berada di Tiogkok, Prancis dan Singapura. Layanan cloud yang dipakai merupakan milik layanan penyedia internet raksasa yakni Alibaba.

Dalam Sirekap juga terdapat celah kerawanan keamanan siber pada website pemilu2024.kpu.go.id, serta tidak memiliki fitur pengecekan kesalahan sistem memasukan data.