Prabowo ke Ganjar: Masalah HAM Jangan Dipolitisasi Ya!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Desember 2023 01:58 WIB
Prabowo Subianto saat head to head dengan Ganjar dalam debat pilpres 2024, Selasa (12/12) malam (Foto: MI/Dhanis)
Prabowo Subianto saat head to head dengan Ganjar dalam debat pilpres 2024, Selasa (12/12) malam (Foto: MI/Dhanis)
Jakarta, MI - Calon presiden (capres) nomor urut 2, Prabowo Subianto meminta capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo agar tidak menjadikan masalah pelanggaran Hak Asasi Manusi (HAM) sebagai bahan politisasi menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Pasalnya, menurut Prabowo isu HAM memang kerap dimunculkan setiap survei popularitasnya merangkak naik.  "Nyatanya orang-orang yang dulu ditahan, tapol-tapol yang katanya saya culik, sekarang ada di pihak saya, membela saya, saudara-saudara sekalian. Jadi masalah HAM jangan dipolitisasi Mas Ganjar ya," kata  Prabowo saat head to head dengan Ganjar dalam debat pilpres di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Selasa (12/12) malam.

Awalnya, Ganjar bertanya kepada Prabowo apakah akan membentuk pengadilan HAM jika terpilih sebagai presiden? Dan apakah Prabowo akan menemukan dan menunjukkan makam para aktivis yang hilang pada masa Orde Baru agar keluarga bisa berziarah?

|Baca Juga: Momen Prabowo Pasang Jurus Silat Saat Ditanya Soal Konflik Papua|

Dalam kesempatan itu, Ganjar turut mengingatkan bahwa DPR telah mengeluarkan empat rekomendasi pada tahun 2009. Di antaranya membentuk pengadilan HAM ad hoc, menemukan 13 korban penghilangan paksa, kompensasi dan pemulihan, serta ratifikasi konvensi anti-penghilangan paksa sebagai upaya pencegahan.

"Kalau saya jadi presiden, Pak, saya akan bereskan ini. Agar kemudian dalam kontestasi pilpres berikutnya, ini tidak akan muncul lagi," tegas Ganjar menantang.

Prabowo pun mengklaim bahwa dirinya sebagai sosok yang tegas dalam membela HAM. Ia justru menunjuk cawapres Ganjar yakni Mahfud MD, yang saat ini menjabat sebagai Menkopolhukam sebagai orang yang bertanggung jawab membereskan masalah tersebut. "Bapak tahu data enggak, Bapak tanya ke Kapolda tahun ini berapa orang hilang di DKI. Tahun ini, ada mayat yang ditemukan beberapa hari lalu dan sebagainya. Come on Mas Ganjar," kata Prabowo.

Sebagaimana diketahui, bahwa isu pelanggaran HAM selalu dimunculkan tiap capres nomor urut 2 Prabowo Subianto mengikuti kontestasi pemilihan presiden (pilpres) ini.

Meski demikian, Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran Sumatera Barat (Sumbar) Andre Rosiade menekankan bahwa Prabowo tidak memiliki persoalan hukum maupun HAM di masa lalu.

Pasalnya, Prabowo sudah mengikuti pilpres sejak tahun 2009 sebagai cawapres Megawati Soekarnoputri. Kemudian, maju sebagai capres di Pilpres 2014 dan 2019. “Kalau kaset rusak yang diulang-ulang itu kan memang agenda lima tahunan. Jadi (urusan) HAM ini kan yang diserang kepada Pak Prabowo,” katanya. 

|Baca Juga: Tiga Capres Adu Strategi Atasi Konflik Papua|

Sementara itu, aktivis 98, Budiman Sudjatmiko juga menegaskan, bahwa tidak ada bukti secara hukum yang menyebut Prabowo sebagai kriminal. Menurut dia, Prabowo pun sudah menjadi bagian dari demokrasi dalam 25 tahun terakhir. 

"Pak Prabowo fit, tidak ada bukti secara hukum yang mengatakan beliau adalah kriminal. Dan secara politik, beliau sudah jadi bagian dari proses demokrasi sejak 25 tahun lalu hingga sekarang," ujar Budiman dalam jumpa pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta Selatan, Senin (11/12).

Budiman yang juga Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menjelaskan, secara politik, Prabowo sudah pernah menjadi cawapres Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri pada Pemilu 2009 silam. 

Artinya pihak-pihak yang saat ini menjadi kompetitor pun pernah mengakui bahwa Prabowo tidak memiliki masalah karena berani menggandengnya maju pilpres. 

|Baca Juga: Prabowo Semangat Jawab Isu HAM, Nyaris Joget 'Gemoy'|

"Pernah menjadi cawapres Megawati, dan 2 kali sebagai capres, artinya sudah disahkan secara UU, sistem kepemiluan," tegasnya.

Mantan politikus PDIP ini pun mengungkit momen yang terjadi pada tahun 1998 silam. Saat itu, ia sebagai aktivis berada di pihak yang ingin Indonesia lebih demokratis. Sedangkan Prabowo sebagai Komandan Kopassus berada pada posisi yang hanya menjalankan tugas negara. 

"Kami menjalankan tugas sejarah, Pak Prabowo menjalankan tugas negara. Kedua-duanya untuk menjaga Indonesia. Tahun 98 tugas sejarah dan tugas negara ada dalam posisi berhadapan. Karena pada waktu itu negara otoriter, menolak untuk melakukan perubahan dengan cara baik-baik sehingga terpaksa kami melakukan terobosan dan perlawanan," bebernya. (Wan)

Baca selengkapnya soal: Deretan Janji Manis Anies, Prabowo dan Ganjar di Arena Debat Pilpres 2024